Akan tetapi, saat pemasukan berkurang dan kebutuhan pokok semakin mendesak-desak, kecenderungan manusia akan mengurangi penggunaan uang untuk infaq di jalan Allah Ta’ala. Di sinilah terletak ujian yang sesungguhnya. Adakah kita masih mendahulukan Allah Ta’ala atas kebutuhan pribadi, atau sebaliknya.
Maka termasuk dalam kiat untuk melakukan amalan ini, senantiasalah mengingat Allah Ta’ala saat dalam kesenangan, maka Dia akan mengingat Anda ketika berada dalam jurang kesukaran.
Menahan Amarah
Dan orang-orang yang menahan amarahnya. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 134)
Menahan amarah menjadi satu di antara banyak ciri kekuatan sejati seorang hamba. Jika seseorang menahan amarah karena Allah Ta’ala, padahal dia memiliki kekuatan untuk melampiaskannya, ada janji agung berupa memilih bidadari di surga. Dalam riwayat lain disebutkan, “Jangan marah! Bagimu surga.”
Menahan amarah ini sukar. Ianya hanya bisa dilakukan jika seseorang benar-benar merasa takut kepada Allah Ta’ala. Perasaan takut ini akan mencegah diri seorang hamba dari marah, sebab saat marah, peluang untuk bertindak zalim kepada orang lain semakin besar.
Memaafkan Kesalahan Orang
Dan memaafkan (kesalahan) orang. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 134)
Tiada manusia yang bebas dari salah dan dosa. Dalam tiap jenak, peluang salah senantiasa menghampiri. Baik kepada Allah Ta’ala, atau kepada sesama.
Kesalahan kepada sesama tidaklah hilang sebelum pelaku kesalahan meminta maaf. Peliknya, tak mudah untuk mengambil hati seseorang hingga ia mau memaafkan kita. Dari sudut orang yang disalahi, ada godaan sombong yang membesar. Bahkan, tak jarang di antara kita yang berniat untuk membalas dendam.
Karena memberi maaf bukanlah hal yang mudah, maka Allah Ta’ala janjikan surga kepada siapa yang bisa dan biasa melakukannya.
Siapa yang senantiasa menginfaqkan hartanya kala lapang dan sempit, mampu menahan kemarahan, dan memberikan maaf kepada orang lain, Allah Ta’ala menyebutnya sebagai pelaku kebajikan. Tiga orang ini, dijamin akan mendapatkan cinta-Nya,
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 134)
Sesali Salah, Gegas Minta Ampun
Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka. Dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 135)
Jika calon penghuni neraka cenderung berbangga diri dengan kekeliruan dan kesalahan yang dia kerjakan, calon penghuni surga berlaku sebaliknya. Mereka tidak bebas dari salah, sebab salah merupakan karakter bawaan manusia.
Namun, mereka segera menyesali kekeliruan, maksiat, dan dosa yang dikerjakan, lalu meminta ampun kepada Allah Ta’ala. Tak berhenti sampai di langkah ini, mereka pun bersungguh-sungguh untuk tidak mengulangi perbuatan-perbuatan keji yang pernah mereka lakukan lantaran kekhilafan diri.
Kini, tak perlu melihat ke sekeliling. Cukuplah melihat ke dalam diri masing-masing. Adakah empat hal ini biasa kita lakukan? Sudahkah empat amalan ini menjadi kebiasaan dalam keseharian kita? Sanggupkah kita mendawamkannya hingga akhir kehidupan ini?
Semoga Allah Ta’ala menolong dan memasukkan kita ke dalam surga-Nya. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]