Maka mereka memberanikan diri untuk berkata kepada sang sipir penjara di hari berikutnya, “Buhlul sudah sembuh. Jadi tidak usah datang lagi.”
Persis setelah peringatan itu, sang sipir tidak pernah datang hingga Imam Buhlul pun curiga. Maka ia berkata kepada muridnya, “Menurutku, kalian telah melakukan sesuatu (hingga sipir yang mengobatiku tidak datang lagi).”
Sang murid pun menjelaskan maksud tindakannya. Mereka khawatir jika harta Sang Imam habis sebelum lukanya sembuh, sementara mereka belum memiliki uang untuk membantu sang Imam. Lagi pula, jumlah yang diberikan amatlah besar. Jauh dari cukup untuk ukuran sipir penjara yang sangat jauh dari menguasai ilmu kedokteran.
Selidik punya selidik, ada satu kalimat agung yang memotivasi Imam Buhlul hingga tidak hitung-hitungan dalam sedekah, pun tidak pernah memikirkan untuk mendapatkan balasan dari uang serupa, berapa pun jumlahnya.
Beliau benar-benar ikhlas dan ingin mengamalkan kalimat yang disampaikan oleh Imam Sufyan ats-Tsauri, “Apabila kejujurann seseorang sudah sempurna, ia tidak memiliki apa pun yang ada padanya.”
Demikianlah. Agar kita mengambil hikmah dari kisah ini. Agar kita tidak hitung-hitungan saat bersedekah. Agar kita hanya bersedekah karena Allah Ta’ala, bukan lantaran hendak menggandakan harta. Sebab diminta atau pun tidak, balasan sedekah itu sudah pasti. Allah Ta’ala yang menjaminnya.
Jadi, sibuklah untuk belajar ikhlas. Jangan sibuk menghitung kembalian.
Astaghfirullahal ‘azhiim.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]