Mengutip tulisan Ustdaz Awy’ A. Qolawun yang juga penulis buku ini, dari fakta itu boleh jadi dan mungkin sesuai faktanya- sebagian besar wanita berkerudung memang seperti yang dipersepsikan masyarakat. Sebaliknya, muslimah yang tak berkerudung, meski akhlaknya baik, tentu saja dipandang tak sebaik muslimah ber, kerudung. Ini tentunya merupakan hal yang lumrah dan spontanitas muncul dalam benak masyarakat.
Akibatnya, jika kebetulan ada wanita berjilbab melakukan sesuatu yang kontradiktif dengan persepsi jilbab yang dikenakannya, maka sebagian besar masyarakat langsung mengaitkannya dengan jilbab yang dia kenakan. Tindakannya itu dianggap tidak sesuai dengan jilbabnya.
Lantas muncullah suara miring seperti, “Pakai jilbab, tapi kelakuannya seperti itu.” Karena hal inilah, dampaknya adalah sebagian muslimah yang belum berjilbab memilih tetap bertahan pada pilihannya untuk tidak mengenakan jilbab. Mereka berpikiran sangat sederhana, “Daripada tidak bisa menjaga sikap saat mengenakan jilbab, lebih baik aku tidak mengenakannya biarlah aku menjilbabi hatiku terlebih dahulu, (nanti saja pakai jilbab kalau sudah tua, sudah mau mati).”
Atau muncul slogan ironis, “Lebih baik pakai rok mini tapi bermental jilbab, daripada pakai jilbab tapi bermental rok mini.”
Sebenarnya pengkonotasian pasti antara jilbab dengan keshalehan merupakan pemahaman yang kurang tepat dalam masyarakat kita dalam memandang hubungan antara jilbab dengan akhlak.
Karena pada dasarnya sudah seharusnya muslimah yang shalihah menjalankan agamanya dengan baik dan mengaplikasi perintah agama dalam kehidupan sehari-harinya, salah satunya adalah memakai jilbab.
“Tetapi saya bisa mengatakan, bahwa sebenarnya tak ada hubungan sama sekali antara jilbab dan berakhlak baik. Berjilbab adalah murni perintah agama yang diberikan kepada kaum muslimah, tanpa melihat apakah moralnya baik atau buruk,”papar Ustadz Awy ini.
Jadi selama dia muslimah, berjilbab adalah kewajiban. Tentu saja ada muslimah tak berjilbab, tapi itu adalah pilihan pribadi dia.
Nah, setiap pilihan tentu ada konsekuensinya, dan risiko tidak mengikuti intruksi syariat tentu saja ada sanksinya dan sanksi syariat atas pelanggaran adalah dosa.