Apa yang dikerjakan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhu ini merupakan cerminan sifat hazm. Ialah keseriusan terhadap sesuatu dan waspada agar sesuatu itu tidak terlepas dari genggamannya.
Abu Bakar memilih mendirikan witir di awal malam sebab dia tidak bisa memastikan akan bangun atau tidak di sepertiga malam yang terakhir. Padahal, beliau merupakan sahabat yang kualitas ibadahnya amat mengesankan, senantiasa bangun di akhir malam untuk bermunajat kepada Allah Ta’ala.
Sedangkan Umar bin Khaththab memilih mengakhirkan witir di ujung malam, di sepertiga yang terakhir sebagai salah satu bentuk ‘azm. Ialah kesungguhan, kesabaran, dan kemampuan. Umar dengan sifat kesatria dan keberaniannya benar-benar berupaya hingga dia terbangun di akhir malam, gegas dalam tahajjud yang diakhiri dengan rakaat witir.
Masing-masing dari dua cara beribadah ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam mengapresiasinya. Tidak ada yang disalahkan. Dua-duanya sama mulia. Abu Bakar dengan kehati-hatiannya dan Umar dengan kesungguhan dan keberaniannya.
Dari hal ini saja, sebenarnya kita bisa mengetahui kualitas kita. Jika ada yang bertanya ‘mengapa kita jauh tertinggal dari kalangan sahabat selayak Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab?, tentu jawabannya harus digali dari hati kita yang paling dalam.
Bahkan, jika dikaitkan dengan satu amalan ini, kita benar-benar tak serius untuk menjadi sepemberani Umar atau sehati-hati Abu Bakar.
Astaghfirullahal ‘azhiim []
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]