Siang harinya, Abu Utsman mengumumkan di depan jamaah majlis taklimnya. “Wahai para jamaah, aku benar-benar berharap, semoga Abu Amr mendapatkan pahala yang berlimpah karena dia sudah memenuhi kebutuhan jama’ah dengan membawa bantuan ini dan itu. Semoga Allah Ta’ala memberikan pahala atas semua jasanya.”
Tidak disangka-sangka, Abu Amr berdiri, lalu mendekat ke arah Abu Utsman. “Sebagian uang yang aku berikan tadi malam itu milik ibuku. Ternyata, beliau tidak ridha atas perbuatanku itu. Maka, kembalikanlah uang itu kepadaku untuk aku kembalikan kepadanya.”
Suka tidak suka, Abu Utsman pun memberikan uang infaq tersebut kepada Abu Amr. Jamaah pun bubar dengan beragam ekspresi dan reaksi.
Saat malam hari itu semakin larut, Abu Amr kembali mendatangi kediaman gurunya. Tanpa sepengetahuan siapa pun. Dia membawa seluruh uangnya. Sambil menyerahkan, Abu Amr berkata, “Gunakan uang ini untuk keperluan itu (kaum Muslimin). Tapi hanya kita berdua saja yang boleh mengetahui hal ini.”
Sang guru langsung menangis melihat tindakan salah satu murid terbaiknya itu. Ungkapnya sembari terisak sebagaimana dikisahkan oleh Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam syarah Risalah al-Mustarsyidin, “Aku khawatir terhadap kesungguhan Abu Amr.”
Semoga Allah Ta’ala melimpahkan rahmat kepada keduanya. Aamiin.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]