Eramuslim – SETIAP muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan hari Akhir, niscaya akan menyatakan bahwa dirinya cinta kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Namun cinta tidaklah cukup di lisan saja.
Bahkan harus diwujudkan dalam amal perbuatan. Salah satu bukti cinta kita kepada Beliau adalah tidak lancang/berani dalam menukil suatu ucapan, lalu mengatasnamakan Rasulullah. Hendaklah takut akan ancaman Beliau:
“Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempatkan tempat duduknya dari api neraka“. (HR Bukhari)
Alhamdulillah dari penjelasan Ahlul Hadis di atas, dapat diketahui bahwa hadis “Perselisihan umatku adalah rahmat” ternyata bukan merupakan sabda Rasulullah. Atau disebut juga hadis maudhu.
Padahal hadis ini sangat tenar dan menyebar bahkan menjadi pegangan para aktivis dakwah. Namun sebagai seorang muslim yang mau menerima kebenaran, tentulah akan bersegera meninggalkan hadis ini, sebagai salah satu wujud cinta dia kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam.
Allah berfirman: “Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali Imron: 103)
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah telah memerintahkan kepada mereka (umat Islam) untuk bersatu dan melarang mereka dari perpecahan. Dalam banyak hadis juga terdapat larangan dari perpecahan dan perintah untuk bersatu dan berkumpul (di atas kebenaran).” (Tafsir Ibnu Katsir 1/367)
Sesungguhnya tidak terdapat satu dalilpun dari Alquran dan As Sunnah yang menunjukkan bahwa perselisihan itu adalah rahmat. Maka sikap menyetujui perselisihan dan menganggapnya sebagai rahmat, justru menyelisihi nash-nash mulia, yang jelas-jelas mencela terjadinya perselisihan.
Adapun yang rida dengan perselisihan tersebut, tidaklah mereka memiliki sandaran dalil melainkan berpegang pada “hadis” yang maudhu ini. Wallahul muwafiq ila sabilish showab. (Inilah)
Oleh Ustaz Abu Abdurrahman Abdul Aziz