Pertama, berdoa agar sikap zalim yang dilakukan si penzalim itu dihilangkan, dan ini sangat mulia. Kedua, berdoa untuk kematian anak-anak dari si penzalim, termasuk juga keluarganya dan orang-orang yang memiliki hubungan dengannya, meskipun mereka tidak ada kaitannya apapun dengan tindakan zalim si pelaku. Doa semacam ini tidak diperbolehkan.
Ketiga, berdoa agar orang berbuat zalim itu mengalami sakit yang luar biasa melebihi hukuman yang setimpal baginya. Ini juga tidak boleh. Keempat, berdoa agar pelaku zalim itu dikutuk untuk terus melakukan perbuatan dosa. Ini juga tidak boleh karena keinginan agar orang lain terjerembab dalam maksiat adalah juga bentuk dari maksiat itu sendiri.
Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr Hasanuddin AF menyampaikan, meski ada redaksi pembolehan untuk menyampaikan doa yang buruk kepada orang yang berbuat zalim, lebih baik jika orang yang dizalimi itu menyerahkan semua persoalan yang dihadapinya kepada Allah SWT. Artinya, itu momentum bagi orang yang dizalimi untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah dengan melaksanakan berbagai bentuk ibadah.
Hasanuddin menjelaskan, membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan lagi itu sudah biasa. Sedangkan orang yang berbuat baik kepada orang yang tidak pernah berbuat baik kepada dirinya itu memiliki nilai yang lebih tinggi. Namun ada satu lagi yang lebih tinggi nilainya, yaitu membalas kejahatan orang lain dengan kebaikan.
“Ini nilainya jauh lebih tinggi dari dua yang pertama tadi. Dan tentu memaafkan orang yang telah menzalimi kita itu jauh lebih baik, ini termasuk membalas kejahatan dengan kebaikan,” jelasnya.
Apalagi, Hasanuddin mengatakan, Allah SWT dalam Alquran mengingatkan bahwa salah satu ciri orang yang bertakwa adalah orang yang memaafkan orang lain. Karena itu, sudah semestinya orang yang beriman adalah memaafkan orang yang telah berbuat jahat kepada dirinya.
Allah SWT berfirman, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran 133-134).[rol]