Al Muraisi dan Fitnah Kaum Musyrikin

Pasukan musuh cukup banyak yang terbunuh, sementara korban dari kaum Muslim hanya satu orang saja. Di antara tawanan perang tersebut ada seorang wanita bernama  Juwairiyah binti al-Harits, anak pemimpin mereka.

Dalam pembagian harta rampasan dan tawanan, Juwairiyah menjadi bagian Tsabit bin Qais. Namun, Tsabit ingin melepaskan dengan uang tebusan sehingga Rasulullah menebusnya lalu dinikahi. Dikarenakan perkawinan Rasulullah dan Juwairiyah ini, orang-orang Muslim membebaskan 100 dari keluarga Bani Mushthaliq yang telah masuk Islam.

Yang luar biasa dari peperangan ini adalah banyaknya fitnah yang dihembuskan kaum musyrikin. Antara lain, mengenai kabar bohong kaum Muhajirin akan menguasai kaum Anshar di tanah Madinah. Isu tersebut sempat menimbulkan ketegangan antara kedua penopang utama pasukan Muslimin.

 

Peristiwa ini berawal dari peristiwa senggolan antara kaum Anshar, Jahjah Al-Ghifary, orang upahan Umar bin Khatab dan Sinan bin Wabar Al-Juhanny, yang masuk kaum Muhajirin. Peristiwa senggolan di dekat mata air al-Muraisi setelah perang selesai itu berkembang menjadi adu mulut.  Sinan berteriak, “Hai orang-orang Anshar…” Jahjah juga berteriak, “Hai orang Muhajirin…”

Peristiwa ini berawal dari peristiwa senggolan antara kaum Anshar, Jahjah Al-Ghifary, orang upahan Umar bin Khatab dan Sinan bin Wabar Al-Juhanny, yang masuk kaum Muhajirin. Peristiwa senggolan di dekat mata air al-Muraisi setelah perang selesai itu berkembang menjadi adu mulut.  Sinan berteriak, “Hai orang-orang Anshar…” Jahjah juga berteriak, “Hai orang Muhajirin…”

Kejadian ini didengar seorang dari golongan kaum munafik, Abdullah bin Ubay. Dia kemudian menggunakan kesempatan itu untuk mengadu domba kaum Anshar dan Muhajirin dengan memunculkan kebencian kaum Anshar terhadap Muhajirin.

Hasutan Abdullah bin Ubay ini membuat Umar bin Khattab marah dan mengusulkan pada Rasullullah untuk membunuhnya. Mendapat usul tersebut Rasulullah menjawab, “Bagaimana wahai Umar jika manusia membicarakan bahwa Muhammad telah membunuh rekan-rekannya? Tidak. Tapi, suruhlah pasukan untuk berangkat.”