Perintah berlaku ihsan dan berterimakasih kepada kedua orang tua merupakan kewajiban unlimited yaitu tanpa melihat batas usia orang tua, meski keduanya telah wafat maka perintah tersebut tetap melekat dalam diri seorang anak, tentunya dalam bentuk melanjutkan kebaikan keduanya, mendoakan, atau bershadaqah untuk keduanya.
Dalam sebuah hadits, suatu ketika, seorang sahabat bernama Jahimah pernah datang kepada Nabi Muhammad dan berkata, “Ya Rasulullah aku ingin ikut perang dan aku datang kepadamu untuk meminta saran”. Rasulullah pun bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” “Ya, masih,” jawabnya. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, temanilah ia, karena surga itu terletak di kedua kakinya.” (HR. Ahmad).
Jadi, memuliakan orangtua dan merawatnya adalah perkara utama. Bahkan setara dengan jihad (perang) di jalan Allah. Sebaliknya, seorang Muslim yang tidak memuliakan orangtuanya, enggan merawatnya, dan enggan mendoakan niscara hidupnya akan jauh dari keberkahan. Sebagaimana dalam hadits,
Dari Anas bin Malik RA, Rasulullah saw bersabda: “Apabila seseorang enggan mendoakan kedua orangtua, maka niscara rizki anak tersebut di dunia akan terputus .” HR. Ad-Dailamy
Keutamaan Shalawat
Kalimat “Celakalah seorang hamba, jika namamu disebutkan di hadapannya tapi dia tidak bershalawat untukmu” menjelaskan tentang keutamaan membaca shalawat kepada Rasulullah. Sebagai umat, kita wajib berterimakasih atas perjuangan Nabi Muhammad serta beretika baik dengan bershalawat ketika namanya disebut.
Bershalawat setiap kali disebut nama Nabi Muhammad SAW tidak bisa dipandang ringan, karena di situlah kualitas mahabbah kita kepadanya.
Perintah bershalawat memiliki kemuliaan tersendiri dalam Al Qur’an, bahwa Allah dan para malaikat-Nya selalu bershalawat dan memerintahkan umat Islam untuk bershalawat. Ini tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 56: