“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (kejalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya.” (QS.Yunus:12)
Kedua model keimanan yang lemah ini sama-sama berada di tepian jurang. Iman mereka mudah digoyangkan oleh angin masalah yang datang. Sedikit badai mampu membuat mereka terjatuh dan melupakan Allah swt.
Beda halnya dengan orang-orang yang keimanannya kuat. Allah menggambarkan mereka dalam firman-Nya,
“Hanya ucapan orang-orang Mukmin, yang apabila mereka diajak kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul memutuskan (perkara) di antara mereka, mereka berkata, “Kami mendengar, dan kami taat.” Dan mereka itulah orang- orang yang beruntung.” (QS.An-Nur 51)
Mereka adalah orang-orang yang berpegang pada prinsip “Samina wa Athona”, taat dan pasrah mutlak dengan ketentuan Allah swt. Karena mereka yakin bahwa apapun yang telah ditentukan dan diatur oleh Allah pasti yang terbaik untuknya. Sehingga sebesar apapun masalah yang ia hadapi, tidak akan sedikitpun berpaling dari jalur Allah swt.
Orang-orang semacam ini memiliki hati yang kuat dan tegar pada Sang Pencipta. Mereka begitu yakin bahwa Sang Pencipta adalah Zat yang paling tahu yang terbaik bagi hamba-Nya.
Jika kita ingin analogikan, para pencipta mobil di Jepang telah menentukan bahan bakar Mobil A adalah bensin. Lalu mungkinkah kita merasa lebih pintar dan menggantinya dengan solar? Atau kita merasa benar-benar kaya dan ingin mengganti bahan bakarnya dengan parfum yang mahal?
Tentu tak mungkin karena si pencipta mobil telah menentukan desain dan bahan bakarnya. Maha Suci Allah dari semua contoh, namun begitulah logika seorang mukmin sejati. Mereka yakin bahwa semua aturan, perintah dan larangan Allah adalah demi kebaikan hamba-Nya karena Dia-lah yang paling tahu seluk beluk ciptaannya. Melanggar aturan Allah sama saja dengan membahayakan diri kita sendiri. (Inilah)