Saya pernah denganr kalau saat menjalankan ibadah haji maka di hukum yang digunakan adalah imam maliki, apakah itu benar??
Jika iya, alasannya apa??
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Barangkali yang dimaksud adalah tentang hukum sentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam mazhab As-Syafi’i, laki-laki yang menyentuh kulit wanita yang bukan mahram akan mengakibatkan batalnya wudhu’.
Dan sentuhan kulit antara laki dan perempuan memang boleh jadi mustahil di hindari ketika kita tawaf di sekeliling ka’bah, terutama saat musim haji. Bagi umumnya bangsa Indonesia yang kebanyakan dibesarkan dalam sistem pengajaran fiqih Asy-syafi’i, hal itu tentu menjadi masalah besar.
Maka umumnya para ustadz memberi jalan keluar yaitu dibolehkan menggunakan pendapat mazhab lain yang secara kebetulan tidak mengatakan bahwa sentuhan kulit itu membatalkan wudhu’.
Jadi sebenarnya bukan pindah mazhab secara keseluruhan, melainkan khusus dalam masalah hukum sentuhan kulit tersebut. Dan sikap ini merupakan bentuk kedewasaan dari penganut mazhab Asy-Syafi’i di Indonesia. Di mana mereka tidak merasa harus selalu terikat dengan pendapat mazhab As-Syafi’i atau mazhab lainnya.
Karena pada hakikatnya semua mazhab itu tidak salah. Kalau salah, tentu tidak melahirkan dosa. Karena dalam berijtihad, para ulama tidak akan melakukan kemaksiatan, sehingga meskipun misalnya mereka salah dalam berijtihad, tetapi Allah SWT tetap memberikan pahala, meski hanya satu. Sedangkan yang ijtihadnya benar, akan mendapat dua pahala.
Wallahu a’lam bishsahwab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc