Assalamu’alaikum Wr Wb,
Bolehkah ibadah Hajji dilakukan dalam 3 bulan yang ditentukan tersebut, yaitu Syawwal – Dzul Qo’dah dan Dzul Hijjah, misal dalam bulan syawwal secara mandiri?
Bolehkah bahwa hal tersebut mengacu pada:
(1). Al-Qur-aan Surat Al-Baqarah: 128; (2). Al-Qur-aan Surat Al-Baqarah: 197 dan (3). Hadits: Qoola Rasuluullaah SAW: "Al-Hajju asyhurunma’luumaatun Syawwal wa Dzul Qo’dah wa Dzul Hijjah." (‘An Ibni Umar) -Rowahu Thabrani fil Ausath – Tafsir Durul Manshur Jilid I halaman 218: Imam Jalaluddin Suyuthi.
Terimakasih pak Ustadz,
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Memang benar bahwa tiga bulan untuk haji yang ditetapkan di dalam ayat ini adalah bulan Syawwal, Dzul Qa’dah dan Dzul Hijjah. Namun pengertiannya bukanlah haji itu bisa dilakukan di bulan Syawwal saja, atau di bulan Dzul-Qa’dah saja. Tidak demikian cara kita memahaminya.
Sebab ada hadits Rasulullah SAW tentang puncak ritual ibadah haji, yaitu hari Arafah yang jatuh pada tanggal 9 DzulHijjah. Diteruskan dengan melontar jamarat yang ditetapkan waktunya adalah para tanggal 10, 11 dan 12 bulan Dzul-Hijjah.
Jadi tiga bulan itu memang benar, namun posisinya sebagai awal mula start ritual haji. Sejak awal bulan Syawwal seseorang sudah bisa datang ke tanah haram dan berniat untuk menjalankan ritual ibadah haji.
Akan tetapi dia tidak bisa langsung melaksanakan ritual puncak ibadah haji begitu saja, mentang-mentang bulan Syawwal sudah termasuk bulan haji. Seorang yang mengerjakan ibadah haji harus ikut ritual puncak ibadah haji. Dan bila tidak, maka dia belum terhitung mengerjakan ibadah haji.
Belum pernah ada sebelumnya seorang muslim yang mengerjakan ritual wuquf di Arafah selain tanggap 9 Dzulhijah. Sejak dari ritual haji pertama kali di zaman Rasulullah, hingga 1400 tahun kemudian, tidak pernah terjadi. Meski hanya satu orang saja. Bahkan sejak pertama kali nabi Ibrahim melakukan ritual haji, juga tidak pernah dilakukan di luar bulan haji tanggal 9 Dzulhijjah.
Maka ide untuk menyelenggarakan haji tanpa wuquf di Arafahpada tanggal 9 Dzulhijjah adalah sebuah bid’ah yang nyata. Sesat dan menyesatkan, karena sebuah penafsiran yang nyata keliru. Bahkan tidak ada satu pun ulama baik salaf maupun khalaf yang pernah terpikir ke arah sana.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc