Assalamu’laikum wr. Wb.
Yth bapak Ustadz, referensi yang saya dapatkan bahwa tidak wajib haji jika dilakukan dengan berhutang karna salah satu syarat haji adalah "mampu" dalam pengertianyangluas, walaupun hutang tersebut berupa pinjeman sukarela tanpa bunga dari keluarga/saudara dengan tujuan membantu. Boleh berhutang asal dilunasi sebelum pergi haji.
Kasus kami, saya belum berhaji, dengan pertimbangan finansial dan prioritas, saya punya dana +/- 60 juta utk menghajikan isteri dan ibu saya dan insyaAllah sudah setor/dapat seat utk 2008. Demi mashlahat, saya ditawarkan Bpk mertua utk ikut menemani isteri & ibu berhaji, dan bersedia meminjamkan uang tanpa bunga dengan alasan secara finansial saya mampu utk membayar sepulang dari haji, karna punya gaji tetap diperusahaan swasta PMA. Saya hitung, insyaAllah betul saya mampu melunasi setelah haji dalam waktu kurang dari 1 tahun. Jika saya terima pinjaman itu, apakah haji saya tepat secara syar’i? Tapi jika tidak saya terima isteri & ibu saya mesti pergi haji tanpa muhrimnya, dan beliau menyatakan lebih nyaman kalau saya ikut serta. Alternatif lain kami pergi haji bertiga ditahun 2009, tapi wallahu’lam sebaiknya tidak menunda pekerjaan baikyangbisa dikerjakan sekarang karna kita tidak tahu usia kita. Mohon pendapat ustadz? Jazakallahu khair
Wassalam,
Junaidi
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sepanjang yang kami ketahui, pada dasarnya tidak ada satupun ulama yang mengatakan bahwa ibadah haji tidak sah bila atas biaya hutang. Sah atau tidaknya sebuah ibadah haji tidak ditentukan oleh sumber biayanya.
Bahkan lebih ekstrim lagi, ada kalangan yang mengatakan bahwa meski dengan harta curian sekalipun, namun bila secara syarat dan rukunnya terpenuhi, haji itu tetap sah dilaksanakan.
Bahwa mencuri itu dosa besar dan pelakunya harus dipotong tangannya, kita semua sudahsepakat. Namun ibadah haji tetap sah dilakukan.
Yang membuat sebuah ibadah haji tidak sah dan perlu diulang lagi bila rukunnya tidak dikerjakan. Misalnya tidak sampai ke Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah. Dalam kasus seperti itu, selain hajinya tidak sah, pelakunya wajib mengulanginya lagi tahun berikutnya.
Atau seorang muslim yang pernah ibadah haji, kemudian dia murtad keluar dari agama Islam. Maka bila suatu saat dia sadar dan masuk kembali ke dalam agama Islam, menurut sebagain ulama, dia wajib mengulangi kembali ibadah hajinya.
Namun seorang yang pergi haji atas biaya hutang, atau dibiayai oleh pemerintah atau perusahaan tempat bekerja, tidak ada satu pun ulama yang mengatakannya tidak sah.
Kalau pun ada yang berkomentar, paling mereka mengatakan bahwa sebaiknya bila memang belum benar-benar mampu, jangan dulu pergi haji. Atau sebaiknya tidak memaksakan diri untuk sesuatu yang barangkali belum merupakan kewajiban. Tapi tidak ada yang mengatakan bahwa hajinya tidak sah.
Menemani Mahram
Sebaliknya, dalam kasus anda, menurut hemat kami, anda sudah layak bahkan sudah seharusnya melaksanakan ibadah haji. Sebab ada kepentingan yang jauh lebih diutamakan, yaitu menemani isteri dan ibu dalam perjalanan.
Bahkan umumnyaulama mengharamkan wanita bepergian jauh tanpa ditemani mahram. Dalilnya adalah hadits nabi berikut ini:
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث عن سعيد بن أبي سعيد عن أبيه أن أبا هريرة قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يحل لامرأة مسلمة تسافر مسيرة ليلة إلا ومعها رجل ذو حرمة منها
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, Tidak halal bagi wanita muslim musafir dalam suatu perjalanan melainkan bersama-samanya seorang lelaki mahramnya. (HR Muslim)
عن أبي سعيد الخدري قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يحل لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن تسافر سفرا يكون ثلاثة أيام فصاعدا إلا ومعها أبوها أو ابنها أو زوجها أو أخوها أو ذو محرم منها
DariAbu Said Al-Khudriy RA berkata bahwaRasulullah SAW bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat musafir, di mana perjalanannya melebihi dari tiga hari melainkan bersama ayah, anak lelaki, suami, saudara lelaki atau siapa sahaja mahramnya yang lain (HR.Muslim)
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc