Assalamu’alaikum.
Ustadz yang dimuliakan Allah. Ada hadits yang artinya "Agama adalah nasehat, nasehat untuk Allah, Rasulnya, dan seterusnya… Mohon penjelasan apa arti/makna dari hadist ini, seolah Allah, Rasulnya masih butuh nasehat.
Jazakumullah khoiron jazilan.
Wassalamu’alaikum,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tentu saja Allah SWT tidak membutuhkan nasehat, sebab yang menciptakan kebaikan adalah Dia. Yang membutuhkan nasehat adalah manusia, karena tercipta dengan segala kekurangan dan kealpaan. Manusia butuh nasehat baik dari Allah SWT maupun dari sesamanya.
Adapun makna hadits yang anda tanyakan, tentu saja jauh dari apa yang anda pikirkan. Dalam teks aslinya, hadits itu adalah:
عن أبي رقية تميم بن أوس الداري قال: إن رسول الله قال: الدين النصيحة. قلنا لمن ؟ قال: لله، ولكتابه، ولرسوله، ولأئمة المسلمين وعامتهم رواه مسلم
Dari Abi Ruqiyah Tamim bin Aus Ad-Daari ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Agama adalah nasehat." Kami bertanya, "Liman ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Milik Allah, kitabnya, rasul-Nya, para pemimpin umat Islam dan masyarakat Islam umumnya." (HR Muslim)
Hadits ini memang sangat terkenal sehingga selalu terdengar dalam setiap majelis. Bahkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah telah menempatkan hadits ini ke dalam koleksi empat puluh haditsnya yang fenomenal itu.
Syeikh Shalih bin Abdil Aziz Alu Syeikh dalam kitab syarahnya atas kitab Arba’in An-Nawawiyah telah menjelaskan tentang makna nasehat untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk rasul-Nya dan untuk para pemimpin umat Islam dan umumnya.
Menurut beliau, sebenarnya kata tanya ‘li man‘ yang digunakan oleh para shahabat berfungsi lil istihqaq, yang menunjukkan makna kepemilikan. Seperti pertanyaan li man hadzal-kitab? Artinya, milik siapa buku ini?" Maknanya bukan: untuk siapa buku ini?
Sehingga makna li man dalam hadits di atas bukan nasehat untuk siapa, melainkan nasehat milik siapa. Lengkapnyaberarti memberi nasehat itu adalah hak Allah, kitabullah, rasul-Nya, para pemimpin umat dan juga umumnya umat Islam.
Jadi bukan Allah SWT yang dinasehati, melainkan Allah justru punya hak untuk menasehati. Bukan Al-Quran yang dinasehati tetapi Al-Quran memberi nasehat. Bukan Rasulullah SAW yang harus dinasehati, justru sebaliknya, beliau itu punya hak untuk memberi nasehat. Demikian juga halnya dengan para pemimpin muslim dan juga yang dipimpin, semuanya berhak untuk memberi nasehat.
Maka setiap umat Islam berhak untuk memberi nasehat, tidak terbatas hanya tugas dan wewenang pemerintah saja, tetapi setiap muslim berhak, berwenang dan bahkan berkewajiban untuk memberi nasehat. Terutama dalam hal-hal yang mungkar dan bertentangan dengan syariat yang telah Allah tetapkan.
Dan nasehat itu tidak lain adalah agama, sebagai esensi hadits di atas bahwa agama itu adalah nasehat. Jadi agama itu bukan sekedar tumpukan aturan yang masuk kotak, terpenjara di balik jeruji pesantren, terbatasi hanya di dalam pagar kampus Islam atau terbenam dalam kitab-kitab ulama masa lalu.
Tidak boleh terjadi seperti itu. Agama (baca:syariat) harus bisa menjadi nasehat yang berfungsi untuk meluruskan kesalahan, kezaliman, keangkaramurkaan dan juga kedegilan. Tolok ukur kebenaran itu bukan perasaan manusia, juga bukan etika lokal, atau budaya setempat, namun tolok ukur kebenaran itu yang pertama dan esensial sekali adalah agama, yaitu syariah yang telah Allah SWT turunkan.
Waalhu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.