Pelangi Retak (Bagian 21)

"Mas, kita enggak jadi ke Eropa ya?"
"Lho, ini kan sudah Eropa manis? Mau ke mana lagi?"
"Ke Paris…." sahutku manja. Aku tidak peduli akan dibilang kekanak-kanakan oleh suamiku.
"Kita kan belum liat piarmid, sphinx, mumi…"
"Aku enggak mau liat. Bosen…!"
"Lho koq marah? Ok, kalo gitu besok kita ke Perancis!"
"Hah? Beneran Mas? Kita ke Eiffel?" aku meloncat girang. Mas Indra hanya tersenyum tipis melihatku seperti anak kecil.
"Yah… ke mana aja, pokoknya Puteri Kecilku yang manja ini senang…!"

Puteri… besok akan kutunjukkan padamu bahwa di Perancis enggak hanya ada Eiffel.

"Gitu dong Mas! Makasih ya…"

***

Jerman

Kastil Heidelberg terletak di lereng bukit yang indah. Dari sana orang bisa melihat ke arah bawah, menyaksikan pucuk-pucuk bangunan abad pertengahan kota Heilderberg yang dibelah Sungai Neckar.

"Mas, naik yuk!"
"Kamu enggak takut?"
"Berani dong! Kan di sampingku sudah berdiri seorang pangeran yang selalu siap sedia melindungiku dari bahaya apapun… ciee…"
"Ok, kalo gitu kita berlomba. Siapa yang sampai di atas duluan, dapat ciuman!"

Aku tertawa mendengar tawaran Mas Indra. Kutatap kastil tua itu dengan takjub. Ada sekitar limapuluh anak tangga yang harus dinaiki untuk sampai puncak. Dinding bata merah tua yang melatarbelakanginya semakin menambah antik bangunan kuno itu.

"Gimana?" bukannya menunggu aku menjawab setuju, Mas Indra malah langsung menyeret tanganku dan memaksaku berlari menaiki anak-anak tangga itu.
"Mas, capek. Istirahat dulu."
"Tanggung, tinggal sepuluh tangga lagi!"

Terengah-engah aku megimbangi langkah suamiku. Tangannya yang kekar seakan menambah kekuatanku untuk bisa mencapai puncak bangunan itu, dan… wow indahnya di bawah sana…

"Ada sesuatu yang lebih indah di sampingku!" seru Mas Indra mendengar bibirku sibuk mengucapkan tasbih dan mengagumi keindahan pemandangan di bawah sana.
"Li… kau tahu bahwa wajahmu yang kecapekan itu jauh lebih indah…"
"Lalu ngapain menjakku naik setinggi ini! Sampai jantungku mau copot!" seruku pura-pura marah.
"Ntar, kalo copot beneran pake aja jantungku!"

Aku jadi tersenyum. Punya suami sekonyol dia mana bisa marah?

"Ya udah. Nih, minum dulu!" Mas Indra menyodorkan segelas air kemasan ke bibirku. Gerakan tangannya yang lembut membuat air itu berubah rasa… tak hanya sejuk tapi juga manis, asem, asin… nano-nano! Yah, begitulah cinta…

***
Paris… (miring)

Lyon -Satolas adalah sebuah stasiun kereta api super cepat TGV (Train a Grand Vitesse) yang cantik di kota Paris. Mulai dibangun sekitar tahun 1987 dan dirancang oleh arsitek ternama Santiago Calatrava dengan disain mewah dan megah. Mode Zoomorphic yaitu perpaduan antara arsitektur dan biologi yang menjadi ilham dari bangunan ini, benar-benar membuatnya tampak seperti seekor serangga raksasa. Tiang-tiang beton yang tersusun melingkar-lingkar penopang bangunan ini menjadikannya mirip sangkar berbingkai. Cahaya-cahaya hijau dan biru yang menandai setiap sisi bangunan menghadirkan sensasi fantastis bagi setiap mata yang memandangnya.

Dari Lyon-Satolas kami menuju stasiun Montparnasse. Dari stasiun ini kami berangkat ke Loire yang lebih dikenal dengan sebutan "Lembah Seribu Kastil." Di musim dingin, kota ini sangat lambat menyongsong matahari. Perjalanan dengan kereta ke kota ini, kunikmati sambil terkantuk-kantuk karena udara yang sangat dingin. Wilayah Loire yang membentang sepanjang Sungai Loire dengan lebar 100 meter dan panjang 200 kilometer ini, dikaruniai bentuk geografis yang strategis, dipagari sungai yang lebar dan berarus deras, serta dataran tinggi. Tak ada jumlah resmi rumah kastil di kawasan ini, tapi diyakini mendekati angka seratus.

Mas Indra memutuskan untuk menyewa mobil di Tours untuk membawa kami menyusuri "negeri dongeng" di Loire di mana hampir semua kastil memiliki cerita masa lampau yang sarat dengan hedonisme, pertarungan kekuasaan, pengkhianatan cinta dan pertumpahan darah. Mobil yang kami naiki kemudian menyusuri jalanan mulus dan panjang di sepanjang Sungai Loire menuju kota tua Amboise dan dilanjutkan ke Blois yang jaraknya sekitar 55 kilometer. Pemandangan di kiri kanan jalan meliputi deretan kebun-kebun anggur yang telah usai dipanen, tanah-tanah lapang berkabut yang dijadikan arena berkemah dan sejumlah pemukiman kaum gipsi. (bersambung)