“Mulai bulan depan, saya tidak jadi imam di masjid sini lagi, pak Ismail, ” kata Pak Komar setengah berbisik, agak membungkukkan badan dan kepala. Ia menatap wajah bapakku lekat-lekat.
Fiksi
Bapak Tak Lagi Ingin ke Masjid (Bag. 2)
Namun kekhusyua’an tadarus kali ini terusik dengan situasi yang tidak biasanya. Di salah satu sudut masjid, dekat mihrab, ada lingkaran kecil jamaah yang terlihat asyik berdiskusi. Aku pun berjalan menghampiri.
Bapak Tak Lagi Ingin ke Masjid (Bag. 1)
Tak ada pengembang perumahan yang menanyakan ijazah kami yang asli keluaran Universitas Indonesia. Mereka hanya tertarik menanyakan slip gaji kami, yang dengan sungguh-sungguh kubuat seasli mungkin, tanpa rekayasa angka-angka dari bagian SDM.
Perempuan dan Cincin di Jarinya (bag. 3)
Menjadi isteri kedua, bukan suatu hal yang pernah mampir dalam benak Maya satu kali pun. Tapi keinginannya untuk menikah … Maya termenung lama.
Perempuan dan Cincin di Jarinya (bag. 2)
Maya merenung dalam. Gurat keraguan jelas terpampang di wajahnya. Usia yang melekat pada dirinya sudah bukan lagi waktunya pilah-pilih. Syariat untuk berpoligami mungkin salah satunya akan memberikan kemaslahatan bagi wanita seperti dirinya…
Perempuan dan Cincin di Jarinya (Bag.1)
Siska masih terperangah. Dahinya mulai mengerenyit, ia berpikir, mencoba memahami ucapan Maya. Wanita-wanita itu … Karin … tentu saja! Jadi, selama ini Maya memperhatikan mereka. Hanya mereka yang memakai cincin di jari manis tangan kanan
Pelangi Retak (Bag. 27)
“Aku sudah menghubungi pengacara untuk mengurus perceraian kita, semoga kamu menemukan pendamping yang bisa membahagiakanmu… "
Pelangi Retak (Bag. 26)
Aku panik, dokter itu menatapku keheranan, mungkin baru kali ini ada seorang wanita yang sudah menikah justru tidak mau dibilang hamil. Bukankah itu adalah sebuah anugerah terindah bagi pasangan yang sudah menikah?
Pelangi Retak (Bag. 25)
"Selamat, bu, Anda hamil…!” Apa? Dokter ini tidak gila bukan? Bagaimana aku bisa hamil, sedangkan suamiku tak pernah menyentuhku sedikitpun…
Pelangi Retak (Bag. 24)
Apa, Hil? Kamu nggak salah ucap kan?
Jadi… inilah sebabnya kenapa selama ini Mas Indra tak pernah menyentuhku sebagai seorang isteri?
- 1
- 2
- 3
- 4
- Berikutnya