Assalaamu’alaikum ustadz,
Saya mau menanyakan sistem bagi hasil yang diperbolehkan dalam Islam. Masalahnya begini, saya mendapatkan tawaran dari seorang teman untuk menginvestasikan modal ke dalam usaha yang dia miliki. Katanya, dari usaha tersebut dia akan memberikan keuntungan setiap bulannya sekitar 2.5% dari uang yang saya tanamkan. Ditambahkan lagi, jika pada bulan itu keuntuangannya lebih besar (tidak disebutkan berapa besarnya) saya bisa mendapatkan lebih banyak dari 2.5%. Dan setiap saat jika diinginkan, saya diperbolehkan menarik kembali seluruh modal yang saya tanamkan. Isi perjanjiannya hanya itu.
Saya dengar dari beberapa teman yang lain, sistem seperti ini telah banyak dilakukan. Apakah sistem seperti ini diizinkan dalam Islam? Apakah keuntungan yang saya peroleh tidak termasuk dalam golongan riba?
Sekian dulu dari saya, sebelumnya saya ucapkan terima kasih banyak atas jawaban ustadz.
Wassalam,
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebenarnya beda antara sistem bagi hasil yang halal dengan pembungaan uang yang diharamkan agak tipis bedanya. Tapi di mata Allah SWT, perbedaan itu sangat besar. Sebab yang satu melahirkan rahmat dan perlindungan dari-Nya, sedangkan yang satunya lagi melahirkan laknat dan murka-Nya.
Setipis apakah perbedaan di antara keduanya?
Bedanya hanya pada uang yang dijadikan sandaran dalam bagi hasil. Kalau yang dijanjikan adalahmemberikan 2,5% per bulan dari jumlah uang yang diinvestasikan, itu namanya pembungaan uang, alias riba. Hukumnya haram dan menurunkan murka.
Karena pada hakikatnya yang terjadi memang sistem pembungaan uang. Baik bersifat merugikan atau tidak merugikan. Buat kita, yang penting bukan merugikan atau menguntungkan, tetapi yang penting apakah prinsip riba terlaksana di dalam perjanjian itu.
Tapi kalau janjinya memberi 2,5% perbulan dari hasil/keuntungan, bukan dari jumlah uang yang diinvestasikan, maka itu adalah bagi hasil yang halal. Bahkan akan mendapatkan keberkahan dunia dan akhirat.
Beda tipis memang, bahkan banyak kalangan awam yang entah karena jahil atau pura-pura jahil, menganggap bahwa itu hanya akal-akalan semata, tapi keduanya akan berujung kepada dua muara yang berbeda.
Yang satu akan membawa pelakunya ke surga, yaitu yang dengan sistem bagi hasil sesuai syariah. Sedangkan yang satunya lagi, akan membaca pelakunya ke neraka.
Meski terkadang disebut sebagai bagi hasil, sayangnya secara prinsip tidak sesuai dengan cara syariah. Lebih tetap dikatakan sebagai riba, karena memang riba. Tidak mungkin hukumnya berubah, meski disebut dengan istilah-istilah yang menipu.
Kita harus teliti dan paham betul sistem bagi hasil yang sesuai syariah. Jangan asal menamakan bagi hasil, padahal prinsipnya justru riba yang haram.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.