Assalaamualaikum wr. Wb
Sekarang saya berada di luar negri dan saya bekerja si sebuah toko roti di kota tempat saya tinggal. Ada beberapa menu yang isiannya memakai daging babi. Pertanyaan saya:
1. Haramkah pekerjaan saya karena saya harus mengisi isian daging babi tersebut? Tapi tentu saja saya tidak memakannya.
2. Adakah perlakuan khusus ketika saya sudah memegang daging babi tersebut misalnya membasuh sebanyak tujuh kali maksud saya apakah daging babi tersebut termasuk najis?
Mohon jawabannya, terimakasih.
Wassalam
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Daging babi itu haram dimakan buat umat Islam. Dan bukan sekedar haram dimakan, daging babi juga benda najis level tinggi (mughalladzah).
Allah SWT telah menegaskan hal ini pada banyak ayat Al-Quran, salah satunya adalah ayat berikut ini:
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dari sisi kenajisan, para ulama meletakkan najis babi ini setara dengan najis air liur anjing. Keduanya dianggap sama-sama najis berat.Kita katakan najis berat, karena cara mensucikan secara ritualnya memang terbilang berat. Yaitu dengan cara mencucinya dengan air sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah.
Cara pensucian ini kami katakan berbentuk ritual, bukan semata-mata masalah kebersihan atau kesehatan pisik. Meski najis babi itu anda cuci dengan alkohol dan beragam jenis sabun anti septic, secara nilai di sisi Allah najisnya belum hilang. Karena ritualnya tidak terpenuhi.
Sebenarnya ritual pembersihan najis mughalladzah ini secara dalil milik air liur anjing yang masuk ke dalam suatu wadah air. Rasulllah SAW perintahkan untuk mencuci wadahair yang sempat diminum anjing sedemikian rupa. Lalu oleh para ulama, ditarik kesimpulannya bahwa demikianlah cara mensucikan najis berat, tidak terbatas hanya pada air liur anjing saja. Maka najis babi, karena termasuk najis berat, cara mensucikannya sama.
Dalil tentang keharusan mencuci najis berat dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah adalah hadits berikut ini:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sucinya wadah air milik kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya pakai air tujuh kali, salah satunya dengan tanah." (HR Muslim)
Hukum Babi Buat Orang Kafir
Semua hukum di atas adalah hukum yang dikehendaki Allah SWT dan berlaku untuk hamba-Nya yang muslim. Ada pun di luar agama Islam, secara status hukum, orang-orang kafir non muslim tidak terikat dengan hukum tersebut. Di luar umat Islam, orang-orang kafir tidak punya beban taklif atas haram dan najisnya babi.
Kalau kita lihat dari sudut pandang keberlakuan suatu hukum, maka seorang muslim yang bekerja di negeri kafir yang umumnya penduduknya makan babi, tidak berdosa bila bekerja pada bidang yang ada kaitannya dengan babi.
Dia tidak berdosa ketika membantu orang kafir memakan babi. Seperti yang terjadi pada diri anda, bekerja di sebuah rumah makan, di mana yang makan di situ memang bukan muslim. Toh, mereka memang tidak terikat hukum syariat. Maka tidak ada dosa bagi Anda bila menjadi pekerja yang membantu mereka makan babi. Yang penting anda sendiri tidak memakannya.
Namun yang harus anda renungkan, meski orang kafir di dunia ini tidak terikat dengan hukum syariah, mereka tetap dianggap pembangkan di sisi Allah. Semua pelanggaran syariah di dunia ini, tetap akan dicatat dan berpengaruh dalam siksaan mereka di akhirat.
Siksaan neraka untukseorang Fir’aun yang kafirdan juga banyak dosa tentu akan lebih berat dari sekedar siksaan buat Abu Thalib.Meski sama-sama kafir, tapi dari segi maksiat dan pelanggaran dosa, Abu Thalib boleh dibilang lebih ringan. Meski keduanya sama-sama ada di dalam neraka, tapi neraka punya level. Abu Thalib siksaannya lebih ringan dari siksaan yang diterima Fir’aun. Semua karena dipengaruhi pelanggaran syariah yang mereka lakukan di dunia.
Orang kafir yang makan babi siksaan di nerakanya lebih berat dari orang kafir yang tidak makan babi. Meski secara hukum, mereka tidak keharamannya tidak berlaku buat mereka berdua di dunia ini.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc