Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Untuk menarik konsumen saat ini banyak pengusaha membuat kupon undian kepada konsumen, kemudian kupon undian tersebut diundi untuk menentukan siapa yang akan pemperoleh hadiah. Di mana dengan undian ini ada unsur gambling.
Pertanyaan saya halalkan undian semacam ini, termasuk judi atau riba sistem undian yang marak di sekitar kita ini?
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Sebelum masuk kepada jawaban, perkenankanlah kami membahas terlebih dahulu hakikat serta prinsip yang ada dalam sebuah perjudian. Dengan membahas ini, kita akan tahu batasan sebuah perjudian yang diharamkan.
Hakikat Perjudian
Bila diperhatikan dengan seksama, trasaksi perjudian adalah dua belah pihak atau lebih yang masing-masing menyetorkan uang dan dikumpulkan sebagai hadiah. Lalu mereka mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan atau media lainnya. Siapa yang menang, dia berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Itulah hakikat sebuah perjudian.
Biasanya jenis permaiannnya memang khas permainan judi seperti main remi, kartu, melempar dadu, memutar rolet, main pokker, sabung ayam, adu domba, menebak pacuan kuda, menebak skor pertandingan sepak bola dan seterusnya.
Namun adakalanya permainan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjudian. Misalnya menebak sederet pertanyaan tentang ilmu pengetahuan umum atau pertanyaan lainnya.
Namun jenis permainan apa pun bentuknya, tidak berpengaruh pada hakikat perjudiannya. Sebab yang menentukan bukan jenis permainannya, melainkan perjanjian atau ketentuan permainannya.
Tidak Semua Undian itu Haram
Di dalam hukum Islam, gambling tidak selalu identik dengan judi. Meski pun di dalam sebuah perjudian, unsur gambling memang sangat dominan. Namun tidak berarti segala hal yang berbau gambling boleh divonis sebagai judi.
Misalnya qur’ah atau undian yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW. Qur’ah bukan bukan termasuk judi. Banyak riwayat menyebutkan bahwa beliau terbiasa mengundi para isterinya untuk menetapkan siapa di antara mereka yang berhak ikut mendampingi beliau dalam sebuah perjalanan.
Dahulu nabi Yunus as juga melakukan undian untuk menentukan siapa di antara penumpang perahu yang harus di buang ke laut. Dan beliau justru keluar sebagai orang terpilih dari undian.
Bukankah kedua hal di atas sangat didasari oleh gambling? Namun ternyata kedua orang nabi itu malah melakukannya. Ini bukti bahwa tidak semua hal yang berbau gambling atau undian itu haram.
Kapan Undian Menjadi Judi Yang Diharamkan?
Sebuah undian bisa menjadi judi manakala ada keharusan bagi peserta untuk membayar sejumlah uang atau nilai tertentu kepada penyelenggara. Dan dana untuk menyediakan hadiah yang dijanjikan itu didapat dari dana yang terkumpul dari peserta undian. Maka pada saat itu jadilah undian itu sebuah bentuk lain dari perjudian yang diharamkan.
Sebagai sebuah ilustrasi, misalnya sebuah yayasan menyelenggarakan kuis berhadiah, namun untuk bisa mengikuti kuis tersebut, tiap peserta diwajibkan membayar biaya sebesar Rp 5.000, -. Peserta yang ikutan jumlahnya 1 juta orang. Dengan mudah bisa dihitung berapa dana yang bisa dikumpulkan oleh yayasan tersebut, yaitu 5 milyar rupiah. Kalau untuk pemenang harus disediakan dana pembeli hadiah sebesar 3 milyar, maka pihak yayasan masih mendapatkan untung sebesar 2 Milyar.
Bentuk kuis berhadiah ini termasuk judi, sebab hadiah yang disediakan semata-mata diambil dari kontribusi peserta.
Undian Yang Tidak Haram
Sedangkan contoh ilustrasi dari undian yang tidak haram misalnya sebuah toko yang menyelenggarakan undian berhadiah bagi pembeli. Ketentuannya, yang bisa ikutan adalah pembeliyang nilai total belanjanya mencapai Rp 50.000. Dengan janji hadiah seperti itu, toko bisa menyedot pembeli lebih besar -misalnya- 2 milyar rupiah dalam setahun.
Untuk itu mereka yang telah memiliki kupon akan diundi. Yang nomornya keluar berhak mendapatkan hadiah tertentu.
Pertambahan keuntungan ini bukan karena adanya kontribusi dari pelanggansebagai syarat ikut undian. Melainkan dari bertambahnya jumlah mereka.
Hadiah yang dijanjikan sejak awal memang sudah disiapkan dananya dan meskipun pihak toko tidak mendapatkan keuntungan yang lebih, hadiah tetap diberikan. Maka dalam masalah ini tidaklah disebut sebagai perjudian.
Alasanselain itu karenapembeli yang mengeluarkan uang sebesar Rp 50.000 sama sekali tidak dirugikan, karena barang belanjaan yang mereka dapatkan dengan uang itu memang sebanding dengan harganya.
Hukumnya barulah akan menjadi haram manakala barang yang mereka dapatkan tidak sebanding dengan uang yang mereka keluarkan. Misalnya bila seharusnya harga sebatang sabun itu Rp 5.000, -, lalu karena ada program undian berhadiah, dinaikkan menjadi Rp 6.000, -. Sehingga bisa dikatakan, ada biaya tambahan di luar harga yang sesungguhnya, namun dikamuflase sedemikian rupa.Namun padahakikatnya tidak lain adalah uang untuk memasang judi.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc