Sekitar pukul 17.00 lebih sedikit, Presiden AS Barack Obama dan isterinya Michele , menjejakkan kakinya di Istana Negara, disambut Presiden SBY, ibu Ani, dan sejumlah pejabat Indonesia. Tamu ‘agung’ yang sudah lama ditunggu-tunggu.
Pemerintah merasa ‘surprise’ dengan kunjungan Obama ke Jakarta. Karena, sebelumnya telah dibatalkan beberapa kali. Tentu, diharapkan dengan kunjungan presiden ‘adi kuasa’ ini, Presiden SBY akan naik lagi ‘ratingnya’, yang sudah jeblok itu, karena gagal mengatasi berbagai krisis, dan ditambah adanya bencana dan musibah, yang silih berganti itu, serta penanganannya terkesan lelet.
Kegembiran dan kebahagiaan para pejabat sangat mencolok. Itu tergambar dari aura wajah mereka. Apalagi, saat Presiden SBY memperkenalkan para pejabat, lebih nampak lagi kegembiraan dan kebahagiaan mereka. Tentu, mereka akan mengenang seumur hidupnya, bahwa mereka pernah bertemu dan bersalaman dengan Presiden Negara ‘adikuasa’, yang menjadi tempat gantungan hidup banyak orang. Bahkan, banyak pejabat yang tidak dapat menutup mulutnya, dan terus-menerus memperlihatkan giginya (tertawa), di saat mulai diperkenalkan oleh Presiden SBY.
Para pejabat Negara itu, seperti mendapatkan kenikmatan (anugerah)¸dan seakan-akan bertemu dengan ‘saudara kandungnya’, yang sudah lama tidak bertemu. Ini semua tercermin dari wajah-wajah para pejabat yang ada di dalam ruangan ‘credential’ Istana. Seperti mereka merasa sangat ‘kangen’ dengan ‘saudaranya’, yang sudah lama tidak bertemu, atau ‘saudaranya’ itu lama pergi meninggalkannya. Betul-betul luar biasa. Betapa para pejabat Indonesia yang berpenduduk 240 juta, dan mayoritas muslim.
Sepertinya para pejabat Indonesia ‘tersihir’ oleh pesona Barack Obama, seorang kulit hitam, dan menjadi presiden negara ‘adi kuasa’, dan seakan para pejabat itu, menjadi bagian yang sifatnya ‘inherent’ dengan pribadi Obama. Mereka lupa sejatinya terhadap Obama, yang menjadi presiden negara AS, yang dalam posisi tidak ramah dengan kaum muslimin.
AS pernah menjadikan Indonesia sebagai sekutu ketika berlangsung perang dingin, dan menjadikan Indonesia sebagai bagian AS untuk melakukan politik ‘contaiment’ (pembendungan) terhadap komunisme, saat AS menghadadapi Soviet.
Awal perubahan politik di Indonesia antara tahun 1964-1965, AS melalui CIA terlibat dalam penggulingan Soekarno. Kemudian lahir rejim baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto, dan diawali pembasmian terhadap orang-orang PKI, yang jumlahnya tidak sedikit.
Selama pemerintah Orde Baru, AS telah menjadi ‘king maker’ pemerintah baru dibawah Jenderal Soeharto, yang kemudian membawa Indonesia berkiblat ke Barat, khususnya kepada AS. Tentu, ini semuanya tidak gratis, karena AS yang mencengkeram Indonesia itu, mendapatkan sumber-sumber kekayaan alam Indonesia yang tidak sedikit. Semuanya dikeruk oleh perusahaan AS. Seperti minyak, tambang emas di Free Prot, termasuk minyak melalui Caltex, Exxon oleh sejumlah perusahaan AS.
Tentu, bila Obama mengatakan, bahwa banyak perubahan di Indonesia, itu hanya basa-basi belaka. Karena seperti yang ditiuturkan oleh seorang Indonesianis, Prof. William Liddle, Indonesia tetap negara miskin, dan tidak mempunyai arti apa-apa bagi kepentingan AS.
Justru kekayaan Indonesia yang keruk AS, dan tidak bermanfaat bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Kekayaan alam yang sudah dijarah AS itu, tidak memberikan impact (pengaruh) apa-apa terhadap kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia. Indonesia tetap miskin. Hanya segelintir yang mempunyai akses di pusat kekuasaan di Washington yang kaya dan makmur.
Para pejabat Indonesia yang sebagian muslim itu, barangkali menjadi lupa, ketika saat bertemu dan bertatap muka dengan Obama. Bahwa AS telah menumpahkan darah umat Islam dan kaum muslimin, dan jutaan orang yang tewas di tangan tentara AS. Segala jenis senjata ditumpahkan oleh AS ke negeri-negeri Muslim. Mereka tak ada belas kasihannya sedikitpun. Berapa banyak anak-anak yang kehilangan orang tua mereka, dan berapa wanita yang kehilangan suami? Banyak orang tua yang tewas oleh pesawat tanpa awak (drone) di Afghanistan dan Pakistan?
Berapa banyak kematian di Irak, Afghanistan, dan berapa banyak kematian di Palestina?
Ketika Obama sudah terpilih menjadi Presiden AS, tak ada sepatah katapun, saat Israel menjatuhkan beribu-ribu bom ke Gaza. Obama berdiam seribu bahasa. Sampai sekarang Obama menjadi ‘back bone’ (tulang punggung) Israel, negara yang telah menjajah dan menghancurkan kaum muslimin. Presiden Obama tak berkutik menghadapi Israel. Bahkan, berulang kali Presiden Obama menegaskan bahwa AS akan menjamin keamanan Israel, dan sekarang AS telah memberikan senjata baru kepada Israel.
Presiden Obama memerintahkan penarikan pasukan tempur dari Irak. Sesudah Irak luluh-lantak. Tetapi, Obama memerintahkan ribuan pasukan AS berangkat ke Afghanistan. Tujuannya hanya satu membunuh kaum Muslimin di Afghanistan. Tidak ada yang lain. Inilah kenyataan yang pahit. Inilah gambaran yang sangat ironi. Di mana Obama datang ke Jakarta, disambut, sepertinya seorang ‘saudara tua’, yang sudah lama pergi, dan datang lagi ke kampung halamannya. Padahal, Obama seorang pemimpin negara yang paling banyak menumpahkan darah kaum muslimin.
Anehnya lagi, diantara pejabat dan anggota kabinet pemerintahan SBY, ada seorang menteri yang pernah memimpin aksi demo di depan kedutaan AS mendukung rakyat Palestina. Saat Israel melakukan agresi militer ke Gaza. “Saudara-saudara, kalau saya menyebut Amerika, maka ucapkan ‘teroris-teroris”, teriaknya lantang, ketika didepan Kedutaan AS saat itu.
Sekarang pejabat itu bertemu dengan Obama dan Michele, serta tak henti-hentinya mengumbar senyum. Bahagia betul bertemu dengan ‘saudara tua’. Ooh .. pejabat Indonesia. Wallahu’alam.