Sebentar lagi memasuki pergantian tahun. Kita akan meninggalkan tahun 1429 hijriyah,dan masuk ke tahun 1430 hijriyah. Kita dapat melakukan muhasabah perjalanan (mereview) hidup kita, selama setahun yang lalu, apakah lebih berat timbangan kebaikannya, atau lebih berat timbangan keburukannya?
Umur kita akan terus bertambah dan semakin mendekati datangnya kematian. Kematian adalah kepastian. Tak ada satupun makhluk di muka bumi yang selamat dari kematian. Dan, manusia harus bersiap-siap menyongsong kehidupan baru, yang lebih lama, lebih panjang, kekal, selama-lamanya, yaitu kehidupan akhirat.
Dalam kehidupan ini kita akan memilih. Kita memilih kebahagian di dunia atau memilih kebahagiaan di akhirat? Atau kita memilih keduanya, seperti dalam doa yang selalu kita ucapkan : “ Ya Rabb anugerahilah aku kehidupan di dunia yang bahagia, dan kehidupan di akhirat yang mulia”. Inilah jalan para anbiya’ (nabi), khulafaur rasyididn, dan para generasi shalaf, yang senantiasa mencintai Rabbnya, dan tidak pernah berpaling selama-lamanya dari-Nya. Generasi ini yang terus menapaki kehidupan dengan segala amal kebaikan.
Mereka senantiasa menolak dengan tegas perbuatan yang bathil dan fasad, yang dapat menjerumuskan diri mereka kedalam bencana. Ghirahnya (kecemburuannya) terus menyala-nyala, tak pernah padam, selalu marah ketika melihat segala penyimpangan, penolakan manusia atas segala ajaran-Nya, dan tidak pernah mau menerima segala bentuk kekafiran, kemusyrikan, dan kemunafikan. Karena, sifat-sifat itu, tak layak dimiliki oleh orang-orang yang senantiasa bertaqwa kepada Rabbnya. Sifat-sifat itu yang sangat dibenci oleh Allah Azza Wa Jalla.
Tapi, kita memasuki kehidupan modern, yang penuh dengan tarikan dunia, yang senantiasa menggoada manusia menjadi lalai. Manusia tidak ingat akan datangnya kematian. Kehidupannya terus disibukkan dengan berbagai ambisi dan angan-angan, yang tak pernah habis-habis. Sampai datangnya hari tua, dan kematian merenggutnya. Adakah penyesalan? Segalanya menjadi terlambat. Segala penyesalan tak ada gunanya.
Seperti halnya, Fir’aun, yang saat ditenggelamkan di laut Merah, baru menyadari kemahakuasaan Allah Rabbul Jallal. Apakah sifat dan sikap manusia seperti itu? Datangnya kesadaran selalu terlambat. Datangnya penyesalan selalu terlambat. Ketika manusia sudah memasuki kehidupan di akhirat, dan masing-masing harus mempertanggungjawabkan kehadapan sang Khaliq, selalu mereka mengatakan, ketika di dunia belum mendapatkan keterangan tentang hakikat al-haq.
Bagaimana nasib manusia hari ini yang senantiasa menggantungkan hidupnya kepada materi? Ketika krisis datang dan menghampiri mereka, maka mereka banyak yang merasa kehilangan keseimbangan, merasakan kehampaan, dan kehilangan motivasi, serta semangat hidup. Kesalahan yang mendasar manusia modern adalah menjadikan benda sebagai sesembahan, dan makhluk sebagai sesembahan.
Kehidupan modern sekarang ini, tak ubahnya seperti ketika kehidupan di masa lalu, pada masa Nabi Ibrahim alaihis salam, mereka menyembah patung-patung, benda, matahari, rembulan, dan sesama manusia, yang mereka kira dapat memberikan manfaat bagi kehidupan mereka. Sama antara jahiliyah di masa lalu dengan kehidupan di zaman sekarang. Mungkin hanya suasananya yang berbeda.
Manusia modern yang sangat berkecenderungan pada kehidupan materialisme, hanya menghabiskan seluruh waktu dan umurnya, mengumpulkan materi dengan bekerja. Waktunya, dari pagi hingga malam, hanya digunakan bekerja. Tujuannya mendapat materi. Lalu, mereka bersenang-senang, mengunjungi tempat-tempat hiburan, cape, hotel, tempat wisata, dan segala yang berbau ‘luxury’, yang dapat memberikan kenikmatan bagi kehidupan mereka.
Manusia betul-betul sebagai pemuja kenikmatan. Kenikmatan kehidupan di dunia, yang sengaja mereka ciptakan sendiri. Seakan mereka berkekalan atas segala kehidupan di dunia, yang tak pernah bakal berakhir. Mereka adalah orang-orang yang memanipulasi kehidupannya sendiri, membodohi kehidupan sendiri, dan akhirnya mereka menjadi korban dari pilihan hidup mereka sendiri. Mereka mengejar fatamorgana, yang mereka sangka sebagai kehidupan yang nyata.
Ketamakan manusia modern dalam menggunakan materi, dipertontonkan dengan telanjang oleh masyarakat Barat. Mereka menghabiskan sumber daya alam dari negara-negara Dunia Ketiga, yang sengaja diekploitasi habis-habisan, harta benda mereka dikeruk di bawa ke Barat, dan mereka menikmati. Mereka membiarkan kehidupan yang sangat menyakitkan bagi rakyat di Dunia Ketiga, yang miskin papa, dan tidak memiliki apa. Bahkan, masyarakat Barat, sengaja melanggengkan kemiskinan dan ketidak adilan, dan hancurnya sendi-sendi kehidpan di dalam masyarakat. Semua itu, tak lain adalah akibat orientasi masyarakat modern yang sangat menuhankan materi.
Seperti dikatakan oleh Sayid Qutb rahimahumullah,yang mengatakan masyarakat modern, nantinya akan menghadapi kehancuran dari akibat budaya jahiliyah yang mereka bangun. Ibn Taimiyah berpendapat, ‘Sebuah negeri dikatakan sebagai daarul kufri, daarul iman atau daaru fasik, bukan karena hakikat yang ada pada negeri itu, tetapi karena sifat para penduduknya’. Maka, bagaimana kehidupan masyarakat itu, yang akan menentukan status sebuah negeri. Apakah negeri itu daarul kufri atau daarul iman? Kalau kehidupan jahiliyah yang mendominasi kehidupan mereka, maka layak sebuah negeri mendapatkan status sebagai : ‘daarul kufri’, meskipun penduduknya sebagian besar adalah muslim.
Marilah kita tinggalkan kehidupan jahiliyah yang penuh dengan dosa dan maksiat, dan kita gantikan dengan kehidupan yang lebih menuju jalan yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla. Mari kita masuki tahun 1430 hijriyah ini dengan memperbaharui tekad dan niat menuju jalan yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala, jalan Islam. Wallahu ‘alam. (Mhi)