Janji Panglima Nato di Afghanistan, Jendral Mc Chrystal akan melumat Taliban dalam dua pekan tak terbukti. Pergerakan pasukan Nato di Helmand, yang masuk kota ke Marjah sangat lambat. Justru menunjukkan pengecutnya pasukan Nato, yang hanya mampu menggunakan tameng pasukan darat dan polisi Afghanistan, yang ada di garda paling depan menghadapi Taliban. Sementara pasukan Nato, yang terdiri dari marinir dari AS, hanya berlindung di balik tank dan kendaraan pengangkut personil.
Secara matematis pasukan Nato, yang digelar di propinsi Helmand itu, jumlahnya mencapai sepertiga atau lebih dari 35.000 pasukan. Dengan dukungan seluruh kekuatan dan persenjataan militer, seperti penyapu ranjau darat, halikopter black hawk, pesawat tempur F.16, dan pesawat tanpa awak (drone), yang terus mengelilingi kota Helmand, dan memuntahkan rudal, ke sasaran-sasaran yang diduga menjadi tempat markas Taliban. Mestinya hanya dengan hitungan jari tangan Taliban sudah punah. Semuanya itu tak terbukti.
Faktanya operasi militer yang menggunakan sandi ‘Mushtarak’, yang dalam bahasa pashtun itu, berarti ‘bersama’, justru yang banyak menjadi korban adalah penduduk sipil, yang terdiri wanita dan anak-anak, yang tidak berdosa. Pihak Nato selalu menuduh Taliban menggunakan penduduk sipil sebagai tameng, menghadapi serangan yang dilakukan pasukan Nato. Seperti ketika iring-iringan bus yang ditumpangi wanita dan anak-anak yang akan meninggalkan kota Marjah, diserang pesawat tempur tanpa awak (drone), yang menyebabkan 24 orang tewas.
Sudah berulang kali pasukan Nato yang menggunakan pesawat tanpa awak itu salah sasaran. Di perbatasan Pakistan-Afghanistan, terutama di Selatan Waziristan, Baluchistan, Boujur, dan Bahmian, tak semuanya yang menjadi korban adalah Taliban. Bulan September tahun 2008, justru yang menjadi korban, adalah anak-anak sekolah. Lebih dari 200 anak sekolah yang ada diperbatasan Pakistan, Selatan Waziristan, tewas oleh serangan pesawat tanpa awak.
Inilah sejarah pembataian yang dilakukan AS, sejak zaman Presiden Bush dan dilanjutkan oleh Presiden Barack Obama, terhadap rakyat sipil, di Pakistan, Afghanistan, dan Irak, mencapai eskalasi yang paling luas, dan mengerikan. Pembantaian yang tiada tara terhadap rakyat sipil, yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan negara, yang mengaku menganut paham demokrasi, dan mengakui hak-hak sipil, seperti hak-hak dasar, termasuk hak untuk hidup. Justru Obama yang baru mendapatkan hadiah ‘Nobel Perdamaian’, belum lama ini telah mempertontonkan kejahatannya di depan masyarakat dunia, yang tidak hentinya membantai rakyat sipil yang tidak berdosa.
Benarkah apa yang dilakukan pasukan Nato di Afghanistan itu? Benarkah keputusan politik Presiden Bush dan Obama atas tindakan militernya terhadap Taliban, yang dampaknya terhadap rakyat Afghanistan, mengalami penderitaaan hidup, akibat penghancuran dengan menggunakan militer, yang tidak memiliki landasan hukum dan moral.
Jika Taliban dianggap mendukung Al-Qaidah, dan terlibat dalam peristiwa serangan 11 September 2001, yang menghancurkan Gedung WTC itu, pernah dibuktikan dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan? Apakah semua hanya didasari atas tuduhan, prasangka, kebencian, dan permusuhan atas kelompok-kelompok, yang ingin menegakkan prinsip dalam hidup mereka sesuai dengan keyakinan, yang mereka miliki?
Agresi militer AS ke Iraq dan penggulingan Saddam Husien, yang menjadi tindakan politik Presiden George Walker Bush, dan sekarang dilanjutkan oleh Barack Obama, tidak cukup memiliki dasar, yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, politik, dan moral. Presiden Bush, di akhir masa jabatannya, mengakui, bahwa keputusan politik perang di Iraq itu, adalah sebuah kesalahan, dan hanya berdasarkan rekaan laporan intelijen yang salah.
Tapi, akibat perintah perang dari Presiden Bush itu, mengakibatkan Iraq dan Bagdad, menjadi hancur, dan sekarang, Iraq pasca Saddam Husien, justru dalam kubangan perang saudara, yang dipicu oleh politik ‘divide at impera’ (pecah belah), yang dilakukan AS, yang mengadu antara kelompok Syiah dan Sunni, yang akan membawa Iraq kepada kehancuran yang bersifat total.
AS dan Sekutunya, selalu menuduh kelompok garis keras Islam, yang menjadi unsur-unsur yang menciptakan instabilitas keamanan di berbagai negara, justru fakta-fakta yang secara empirik, AS dan Sekutunya, yang terus menciptakan kondisi instabilitas di berbagai negara Islam, dan bahkan melakukan agresi secara terang-terangan dengan dalih memerangi ‘toreris’, yang mereka sebut : Al-Qaidah.
Perang melawan teroris dan Al-Qaidah itu, justru menciptakan setiap negara dalam kondisi tidak stabil, menghadap-hadapkan antara pemerintah di setiap negara dengan rakyatnya sendiri, yang mayoritas bergama Islam. AS dan Sekutunya dengan dukungan yang dimilikinya, menciptakan sebuah ‘monster’ baru yang seolah-olah menakutkan bagi kehidupan umat manusia,dan mengajak seluruh umat manusia untuk melawan ‘monster’ itu, yang mereka sebut sebagai ‘teroris’ dan ‘Al-Qaidah’.
Sebuah keadaan yang tidak pernah berhenti, dan membawa dampak, yang sangat buruk bagi hubungan antara Barat dengan Dunia Islam. Siapa yang menciptakan permusuhan ini? Semua pihak harus membayarnya dengan mahal. Wallahu’alam.