Berapa total uang orang Indonesia yang diparkir di Singapura? Tidak tanggung-tanggung. Jumlahnya mencapai $ 87 miliar dolar atau Rp 783 triliun.Mungkin masih bisa lebih.
Nilai uang yang parkir di Singapura sangat luar biasa. Uang yang jumlahnya menggelembung itu, terjadi sejak krisis yang terjadi tahun 1997, di mana banyak orang-orang keturunan Cina, yang lari ke Singapura berserta dengan kekayaannya.
Antara Indonesia-Singapura sampai hari ini tidak memiliki perjanjian ekstradisi. Padahal masalah ini sudah dibahas antara kedua negara, sejak tahun l974, tetapi Singapura selalu menolak meratifikasi perjanjian itu. Pemerintah Indonesia juga tidak serius menekan pemerintah Singapura untuk menandatangani perjanjian ekstradisi itu. Sehingga, menjadi surga bagi para penjahat yang melakukan kejahatannya di Indoneisa.
Berapa banyak orang-orang keturunan Cina yang lari ke Singapura, sesudah itu tak pernah dapat di jamah. Salah satunya adalah Syamsul Nursalim yang lari ke Singapura, dan sampai hari ini, tak dapat dijamah. Kasus Syamsul Nursalim terkait dengan BLBI, yang jumlahnya tidak sedikit, mencapai Rp 27 triliun rupiah.
Tidak sedikit pula para penjahat yang telah melakukan kejahatan di Indonesia lalu menyimpan uang di negeri Singa itu. Tak aneh kalau Gayus yang sudah menerima uang suap puluhan atau ratusan miliar itu, menanam uangnya di Singapura. Andai kata Gayus tidak mau pulang ke Indonesia, pejabat Indonesia juga tidak dapat berbuat apa-apa. Karena memang antara Indonesia-Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi.
Tidak sedikit pula warga Indonesia keturunan Cina, yang kebetulan menjadi pengusaha, mereka memarkir uangnya di Singapura. Hasil perdagangan mereka tidak disimpan di Indonesia, tetapi di Singapura.
Pengusaha-pengusaha keturunan Cina itu, berkantor di Indonesia untuk melakukan operasi usahanya, tetapi aset modalnya, semuanya disimpan di Singapura. Uangnya yang ada di Indonesia hanya cukup menggaji para buruh di perusahaannya. Tak heran Singapura menjadi kelebihan likuiditas. Karena banyaknya orang-orang Indonesia keturunan yang memarkir uang di Singapura.
Seperti diungkapkan oleh Direktur PuKAT Korupsi FH UGM, Zainal Arifin Mochtar, menyatakan, para buronan itu senang pergi ke Singapura, karena Indonesia dan Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi.
Akibat tidak adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia-Singapura itu, para penjahat yang melakukan kejahatan di Indonesia, dapat dengan leluasa hidup di Singapura, dan mereka dapat pula menjadikan Singapura menjadi batu-loncatan untuk menuju negara ketiga, ke Hongkong, atau ke Cina.
Seperti diketahui, perjanjian ekstradisi RI dan Singapura, hingga kini masih belum jelas. Meski kedua negara sudah setuju menandatangani perjanjian ekstradisi pada 2007. Padahal, masalah perjanjian antara Indonesia-Singapura sudah dibahas sejak tahun 1974, sampai hari ini Singapura masih belum meratifikasi perjanjian tersebut.
Singapura tidak mau meratifikasi perjanjian itu, dan negeri Singa itu ingin membarter perjanjian ekstradisi itu dengan perjanjian Defence Cooperation Agreement (DCA) dan Mutual Legal Assistance (MLA). Di mana dengan perjanjian itu, Singapura dapat menggunakan wilayah hukum nasional Indonesia menjadi tempat latihan militer Singapura. Ini sama dengan Singapura mencaplok wilayah nasional Indonesia yang akan dijadikan latihan militer dan pangkalan militernya.
Singapura tidak memiliki tempat untuk latihan militer. Maka perjanjian ekstradisi itu dikaitkan dengan pernjanjian DCA dan MLA, yang sangat menguntungkan kepentingan Singapura. Hal itu sama dengan Singapura menguasai wilayah Indonesia yang akan digunakan membangun basis militer di Indonesia.
Ketidak seriusan Singapura melaksanakan perjanjian ekstradisi dipertanyakan, karena para koruptor RI yang kabur ke Singapura juga memiliki investasi di Singapura. Total dana orang Indonesia yang diparkir di sana mencapai sekitar US$ 87 miliar atau setara dengan Rp 783 triliun.
Dengan total parkir dana orang Indonesia yang begitu dahsyat di sana, jangan heran jika Singapura bersikap masa bodoh. Lebih senang menjadi tempat berlindung bagi koruptor Indonesia, ketimbang membantu menangkapnya.
Sebenarnya, Indonesia bisa menekan Singapura dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan Singapura, dan menasionalisasi semua aset warga keturunan Cina yang ada, yang melakukan kejahatannya di negeri ini. Serta melarang melakukan perjalanan ke Singapura. Ini menjadi sebuah opsi kebijakan, kalau Indonesia ingin serius meningkatkan pengaruhnya di Asia.
Tetapi, Indonesia memang tidak memiliki nyali menghadapi Singapura, karena pemimpinnya orang-orang yang lembek. Wallahu’alam.