Orang-orang yang dekat Boediono sibuk menjelaskan bahwa cawapresnya SBY ini bukan Neolib. Sesudah polemik tak kunjung usai, yang disertai tuduhan cawapres Boediono adalah penganut Neolib. Bahkan, sebelum deklarasi yang berlangsung di Bandung, 15 Mei, pasangan capres dan cawapres, harus menghadapi aksi demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat, yang menolak capres dan cawapres SBY-Boediono, yang dituduh Neolib.
Sesudah adanya kritikan yang muncul, serta tuduhan berbagai kalangan, bahwa Boediono penganut Neolib, maka sekarang Tim Pemenangan SBY-Boediono ini, sibuk melakukan bantahan, klarifikasi, dan terus melakukan politik pencintraan secara sistematik. Misalnya, beberapa waktu yang lalu, anggota Tim Pemenangan SBY-Boediono, langsung memberikan reaksi, khususnya terhadap Prabowo Subianto. Seperti yang diungkapkan Rizal Mallarangeng, yang memberikan kesaksian tentang kehidupan yang sederhana Boediono, yang seorang anak petani di Blitar, dan jauh lebih berbeda dibandingkan dengan Prabowo, yang memiliki kuda yang jumlahnya lebih dari 90 ekor,yang harganya satu kuda lebih dari Rp 2 milyar.
Pembelaan itu, bukan hanya dilakukan oleh Rizal Mallarangeng, tapi juga generasi baru dari lingkungan Sri Mulyani, seperti Chatib Basri, Mohamad Iksan, Anggito Abimanyu, dan sejumlah ekonom lainnya, yang berada dibelakang Boediono. Mereka ini secara gigih membela Boediono, yang memiliki kesamaan pandangan yang berkaitan dengan kebijakan masalah ekonomi Indonesia, yang mengacu kepada pandangan Neolib. Mereka ini mempunyai pandangan yang sifatnya ‘given’, apapun yang merupakan pandangan dan kebijakan ekonomi dari para pengambil kebijakan di lembaga-lembaga multilateral, seperti IMF, World Bank, dan WTO.
Tentu, yang paling mengejutkan diantara berbagai debat dan polemik, belakangan muncul, justru pernyataan yang muncul dari Ketua Majelis Pertimbangan Partai PAN, Prof.Dr. Amin Rais, yang secara terang-terangan mengatakan kekecewaannya terhadap SBY yang mengangkat Boediono menjadi cawapres untuk mendampinginya di pilpres Juli nanti. Tak lama, usai SBY mengumumkan pilihannya terhadap Boediono, pendiri dan tokoh dari Partai PAN ini, langsung menemui Presiden SBY, dan menyatakan kekecewaannya, dan belakangan ini berbalik, dan mendukung Jusuf Kalla.
Namun, ada masalah yang dikemukakan oleh Amin, yang patut menjadi pertimbangan seluruh bangsa Indonesia, yang menentukan pilihan di pilpres nanti, ternyata menurut Prof.Dr.Amin Rais, ternyata Boediono, tak lain adalah anggota Dewan Gubernur IMF, per tanggal 21 Mei 2009, sebuah badan tertinggi pengambil keputusan di IMF. Amin mengatakan, ‘Bodeiono harus bisa memberikan bukti dengan cara menarik diri dari IMF, WTO dan lembaga-lembaga asing lainnya. Saya tidak ingin SBY-Boediono menerapkan paham Neolib’, ujar Amin, ketika menyampaikannya di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Hotel Sultan, kemarin. (Republika, 27/5/2009).
“Saya mengharapkan bukti, karena Boediono banyak tidak dipercaya masyarakat”, tegas Amin. Jadi, penolakan rakyat terhadap yang dituduh sebagai Neolib, bukanlah isapan jempol belaka, dan terbukti, tokoh yang dipilih oleh SBY ini, terbukti menurut Amin, mempunyai posisi yang sangat strategis di lembaga multilateral, sebagai Dewan Gubernur IMF, WTO dan lain-lain. Tidak mungkin seseorang mempunyai posisi yang begitu setrategis di lembaga multilateral, seperti IMF dan WTO, kalau tidak mendapatkan kepercayaan, dan kepercayaan itu, dan tidak mungkin kalau tidak memiliki kesamaan pandangan yang bersifat ideologis, antara Boediono dengan IMF dan lembaga multilateral itu. Pantas, kalau menurut seorang tokoh, yang belum ini, menyampaikan kepada redaksi Eramuslim, mantan Gubernur BI, yang terpilih menjadi cawapres oleh SBY ini, mendapatkan ucapan selamat dari Robert Zullick, Direktur World Bank (Bank Dunia), dan ini hanya menggambarkan betapa posisi Boediono, sangat penting.
Sekarang ini, kelompok yang mendukung Boediono, sibuk melakukan politik pencitraan, melalui media, seperti salah satu diantaranya yang dipilih oleh Presiden SBY, yaitu Indonesia Fox, memoles dan mendadani Boediono, agar kelihatan lebih populis dan Islami, bahkan ketika shalat jum’at di Masjid Cut Mutiah, Menteng, itupun media sibuk meliputnya. Sekarang Boediono, sering menggunakan baju koko warna putih, dan peci, yang nampak lebih ‘santri’ dibandingkan dengan tokoh Islam lainnya.
Sehingga, tak nampak, Boediono yang pernah lama belajar dan tinggal di AS, serta menjadi Dewan Gubernur IMF dan WTO, serta yang menjadi perpanjangan tangan dari IMF, ketika melakukan kebijakan privatisasi BUMN, di pemerintahan Mega, yang kala itu, Boediono posisi menjadi Menkeu. Kini, Tin Pemenangan SBY-Boediono, memoles Boediono menjadi tokoh yang populis, bersahaja, dan santri. Melalui pencintraan dan kempanye media. Indonesia Fox menjadi konsultan yang dipilih Presiden SBY, apakah Fox yang bekerja untuk SBY ini mempunyai kaitan dengan Fox yang ada di AS? Fox di AS, tak media milik Yahudi, yang selalu menyerang Islam dan Dunia Islam, melalui isu ‘teroris’.
Kepentingan global ikut berusaha keras memenangkan calon-calon mereka,yang sekarang berlaga dalam pilpres. Berhasilkah? Rakyat harus faham semua judi kekuasaan,yang melibatkan rakyat yang jumlahnya jutaan. Jangan sampai rakyat hanya memberikan legitimasi poiltik kepada tokoh-tokoh yang tiidak memiliki kepedulian terhadap rakyat, tapi mengabdi kepada asing. Jangan terbuai dengan pencintraan, yang sekarang sedang melakukan sihir terhadap rakyat. Wallahu ‘alam.