Siapa lagi bisa diteladani oleh umat ini? Mungkin sekarang sudah tidak ada lagi. Sepertinya tidak ada lagi yang layak bisa diteladani. Orang-orang atau tokoh yang dikira baik, tiba-tiba menampakkan jati dirinya yang asli. Sangat buruk dan sangat memalukan. Semua wajahnya bertopeng.
Orang atau tokoh yang berbicara tentang akhlak, ternyata akhlaknya rendah. Ketika berbicara sangat menarik dengan gaya retorika sangat memukau. Pendengarnya sangat kagum. Pribadinya mempesona, ketika berbicara. Menyihir. Sepertinya mempunyai akhlak yang mulia. Menyakinkan. Dirinya bisa menjadi "role model" dan diteladani.
Tetapi, hanya berselang beberapa saat, umat yang memujanya itu, tiba-tiba bercucuran air mata, kemudian mereka ramai-ramai meninggalkan sang "idola" itu. Seperti tidak percaya. Susah memahami. Tidak nyambung antara retorikanya yang penuh dengan nilai-nilai luhur, nilai-nilai akhlak, ternyata semua yang diucapkan hanya klise, dan tidak terwujud dalam kehidupannya.
Orang atau tokoh yang berbicara tentang akhlak itu, tak pernah disangka oleh pendengarnya melakukan perbuatan "fahisyah", yang sangat dilarang dalam Islam. Jadi nilai-nilai akhlak Islam itu, hanyalah sebatas lisan, tidak sampai kepada hati, pikiran dan diamalkan. Apa yang diucapkan tidak terbetik dalam dalam hati, pikiran, dan sangat jauh berbeda dengan yang diamalkan.
Ada orang atau tokoh yang berbicara tentang kejujuran. Ia menolak dan menentang perbuatan korup. Umat percaya orang atau tokoh itu bersih dan jujur. Tidak suka uang haram. Sogok dan suap. Bicaranya sangat berpengaruh. Dengan dalil-dalil agama. Orang sangat berkesan dengan gaya dan penampilannya. Umat yakin dia orang jujur dan zuhud.
Tetapi, tak lama semua sangkaan yang baik, tiba-tiba menjadi pupus dan pudar. Orang dan tokoh yang disangka jujur, tidak korup, dan bersih itu, faktanya sangat jauh. Dibalik bicara dan retorikanya yang menarik itu, sesungguhnya, tak lain hanyalah seorang kleptokrat. Seorang yang sangat tamak. Sangat menikmati uang haram. Sogok dan suap kesukaannya. Lalim. Memuja syahwat. Penikmat dunia. Betapapun berasal dari yang tidak halal. Umat menjadi terperangah. Tidak menyangka. Memang dia sangat pandai membungkus dirinya, dan topeng yang menutupi wajahnya itu, perlahan-lahan terbuka. Sepandai-pandai tupai melompat, sekali-kali terjatuh juga.
Ada lagi yang mengaku sebagai wakil rakyat. Terhormat. Sering muncul di telivisi. Memberikan pernyataan. Retorikanya bagus. Suara vokalnya sangat menarik. Sering dikutip media. Selalu berbicara tentang nasib rakyat. Membela rakyat. Rakyat ada yang percaya. Rakyat percaya ucapannya itu, bahwa dia wakil rakyat sejati.
Tetapi, rakyat menjadi terheran-heran, saat ada berita si pulan itu, ternyata "calo" anggaran. Si pulan tukang mencari "rente" dengan mitra kerjanya, dan bahkan menjadi "makelar" antara pengusaha dengan departemen yang menjadi mitranya. Menikmati sogok dan suap. Mendukung keputusan-keputusan dan kebijakan yang menyusahkan hidup rakyat. Datang ke tempat konstituennya seperti "raja", dan rakyatnya melihat terbengong-bengong, seperti baru melihat manusia turun dari langit.
Menikmati fasilitas yang tak terbatas, bisa membuat anggaran sendiri, plesiran ke luar negeri, sambil membawa keluarganya. Pulang membawa belanjaan, yang tanpa kena bea masuk, dan tidak seperti rakyat umumnya.
Tak hanya itu. Ada pula yang ngakunya sudah pusing mengikuti rapat. Kemudian membuat selingan dengan membuka folder di "Ipad"nya, menikmati gambar-gambar cabul, sebagai hidangan siang, saat menjelang keputusan paripurna di hari Jum’at. Daripada pusing-pusing memikirkan substansi rapat, apalagi mikirin rakyat, mendingan menikmati gambar cabul, yang bisa meningkatkan libidonya.
Ada pula yang suka berbicara tentang keadilan. Sepertinya orang dan tokoh itu sebagai pembela keadilan sejati. Citranya melambung. Karena dia dikenal sebagai orang atau tokoh, yang menjadi penegak keadilan. Dia berdiri di tempat terdepan saat terjadi ketidak adilan. Karena itu, umat percaya dan rakyat pun percaya terhadap dia, sebagai tokoh penegak keadilan. Rakyat menggantungkan nasibnya kepada tokoh itu. Rakyat yakin keadilan akan bisa terwujud melalui sosok tokoh itu. Optimisme umat dan rakyat melambung tinggi. Mereka berharap kepada orang dan tokoh itu, kelak akan menjadi pembelanya, dan menyelamatkan hari depannya.
Suatu ketika umat dan rakyat, dikecewakannya dan harapan mereka menjadi sirna. Ternyata orang dan tokoh yang disangka menjadi penegak keadilan itu, bersekongkol dan berkomplot dengan para durjana, para laknat, dan para yang lalim, ikut berbuat tidak adil, sewenang-wenang. Membiarkan rakyat dan umat dizalimi. Orang dan tokoh itu ternyata berdiri diantara para durjana, para laknat, dan para lalim. Dia membiarkan rakyat dizalimi dengan tindakan sewenang-wenang mereka. Dia mengatakan itu sebagai keadilan. Kesewenangan sebagai keadilan. Rakyat tidak lagi memiliki pembela. Mereka hanya tinggal sendirian dengan nasib mereka.
Masih panjang bila dirunut satu persatu. Cerita anomali ini. Cerita manusia-manusia yang bertopeng. Cerita manusia munafik. Di negeri sudah dipenuhi orang-orang dan tokoh yang munafik. Mereka bukan teladan. Mereka adalah para pengkhianat. Mereka penghancur kehidupan umat dan rakyat. Mereka menipu umat dan rakyat. Sembari terus mengumbar retorika sebagai penegak keadilan. Mereka tanpa memiliki rasa malu. Inilah sebuah ironi di negeri ini.
Maka tak layak menggantungkan nasib dan kehidupan kita kepada mereka, yang mengaku sebagai tokoh, pemimpin, dan sebagian diantara ada yang mengaku "ulama", dan mereka hanyalah para kolaborator penguasa, yang tidak memiliki hati nurani. Mereka para pemuja dunia. Sembari ikut menyengsarakan dan menindas umat dan rakyat.
Sebaik-baik uswah atau teladan hanyalah Rasulullah shallahu alaihi wassalam. Beritiba’lah kepadanya. Ikutilah Sunnahnya.
Jangan lagi berharap kepada orang atau tokoh yang seakan-akan mereka mengaku sebagai orang yang mulia. Wallahu’alam.