SBY dan Boediono Takut Impeachment?

Sekalipun belum berujung Pansus Hak Angket DPR terkait dengan Bank Century, tapi dengan pemanggilan kepada tokoh-tokoh yang menjadi saksi kunci, dan berbagai kalangan yang mengetahui kasus Bank Century, yang disiarkan langsung oleh media massa, rakyat sudah mulai dapat menyimpulkan sebenarnya siapa yang harus bertanggung jawab yang menyebabkan raibnya uang negara sebesar Rp 6,7 triliun.

Sekalipun dalam kesaksiannnya Marsilan Simandjutak, yang mempunyai posisi penting dan memiliki kedekatan dengan Presiden SBY, ketika dimintai keterangannya di Pansus DPR, mengelak kehadirannya dalam rapat-rapat KSSK, tidak mewakili siapa-siapa, dan hanya mewakili dirinya sendiri sebagai ahli, tapi alibi ini sangat tidak masuk diakal. Bagaimana kehadiran Marsilan Simandjutak, tidak terkait dengan Presiden, saat KSSK akan mengambil keputusan yang sangat penting yang berhubungan dengan dikucurkannya dana Rp 6,7 triliun itu.

Sekarang Presiden SBY dan Boediono harus mengamankan posisinya sebagai Presiden dan Wakil Presiden menghadapi berbagai tuduhan dari proses yang berkembang dari kasus Bank Century. Karena, sulit dapat mengelak bahwa Presiden dan Boediono, yang ketika menjadi Bubernur BI, tidak mengetahui adanya keputusan Bailouat terhadp Bank Century, yang menelan biaya Rp 6,7 triliun itu. Pernyataan Sri Mulyani selaku Ketua KSSK, secara eksplisit menegaskan bahwa keputusan bailout itu, sudah dilaporkan kepada Presiden, bahkan Sri Mulyani mengaku juga sudah melaporkan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla, sasat itu, yang kemudian dibantah oleh Kalla.

Sejak pelantikannya,yang berlangsung tanggal 20 Oktober yang lalu, Presiden SBY, tiba-tiba mengambil inisiatif mengumpulkna seluruh pimpinan lembaga tinggi negara. Mereka yang dikumpulkan Presiden di Istana Bogor itu, antara lain, Ketua MPR Taufik Kemas, Ketua DPR Marzuki Alie, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua MA Harifin Tumpa, Ketua MK Mahfud MD, Ketua BPK Hadi Purnomo, dan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqaddas.

Dalam pertemuan itu, Presiden SBY, menyatakan ada 13 isu penting yang dibahas dalam pertemuan itu. Salah satunya kesepakatan menjalankan aturan ketatanegaraan berdasar UUD 1945. SBY menegaskan , sesuai konstitusi, pemerintah menganut sistem presidensial, shingga tidak mengenal pengajuan mosi tida percaya yang membuat kabinet jatuh bangun, ucapnya. Hal ini jelas berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer. “Presiden tidak dapat membubarkan DPR, MPR, dan DPD. Sebaliknya gtidak berlaku semacam kultur mosi tidak percaya yang dianut sistem parlementer, tambah SBY usai rapat.
Lebih lanjut, Presiden menambahkan, aturan mengenai impeachment (pemakzulan) juga sudah jelas. “Dalam UUD pasal 7 (yang menjelaskan) dalam keadaan apa, seorang presiden dan wapres bisa mendapatkan impeachment. Semua sudah diatur dalam konstitusi kita”, tambah SBY.

Dapat kiranya disimpulkan pertemuan yang diselenggarakan di Istana Bogor, yang mengundang para pimpinan lembaga tinggi negara itu, tak lain, sebagi langkah antisipasi dari Presiden SBY, bila partai-partai politik, tak mampu lagi, membuat alibi yang dapat tidak menyentuh Presiden SBY dan Wapres Boeidono, akibat adanya fakta-fakta yang ditemukan dari penyelidikan DPR sekarang, serta adanya desakan rakyat melalui gerakan ‘people power’. Barangkali Presiden SBY dan Wapres Boediono, masih bisa optimis, mengingat semua partai-partai politik, yang di parlemen sudah diikat dengan tali ‘koalisi’ dan jatuh kursi di kabinet, yang membuat para pimpinan partai politik itu, bisa bersikap ambivalen, menyikapi hasil penyelidikan DPR melalui Hak Angket. Tapi, melalui media massa yang sangat inten yang ingin membuka lebar-lebar duduk persoalan kasus Bank Century, tidak ada celah bagi yang bertanggung jawab atas uang negara Rp 6,7 triliun itu.

Sudah ada preseden almarhum Presiden Abdurrahman Wahid, yang diimpeachment (dimakzulkan) di tahun 2001, ketika diduga keterlibatan dalam kasus Bulog (gate) dan Brunai (gate), yang menyebabkan kejatuhannya. Memang ada prolog sebelum Abdurrahman diimpeachment, yaitu adanya gerakan massa secara besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya, karena sudah dinilai tidak layak lagi memimpin negara.

Seperti diketahui, Pansus Angket Bank Century DPR membuat Boeidono dan Sri Mulyani menjadi terpojok. Bahkan sudah sempat beredar adanya ‘deal’ politik antara Presiden SBY dengan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, seputar penggantian Menkue Sri Mulyani, yang akhirnya dibantah Presiden. Artinya, situasi dan kondisi politik menjelang 100 hari pemerintah SBY ini, diliputi situasi ketidakpastian, yang terus mereduksi kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan yang ada.

Presiden SBY dalam hal ini menegaskan, “Tidak diharapkan ada komplikasi lain, karena kita ingin menegakkan aturan yang benar di negeri itu”, tegasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK), yang dipimpin Mahfud MD, telah mempersiapkan aturan-aturan yang mengantisipasi kemungkinan adanya pemakzulan. Sehingga, tidak menimbulkan konflikasi politik, yang menyebabkan terjadinya kekacauan politik.

Beberapa bulan ke depan kondisi politik akan terus memanas, bersamaan dengan berakhirnya Pansus Bank Century di DPR, dan akan memberikan laporan akhir kerjasanya. Kesimpulan yang dihasilkan Pansus itu, justru akan banyak mempengaruhi konstalasi politik Indonesia di masa mendatang. Apakah akan berdampak politik, sampai pada tingkat pemakzulan? Secara matematis politik tidak mungkin, karena seluruh partai politik, kecuali partai PDIP, Gerindra, dan Hanura, di DPR yang tidak diikat dalam koalisi.

Tetapi, tidak dapat dipungkiri, keputusan politik di DPR itu, juga akan tergantung dari dinamika rakyat, bagiamana mereka melihat keputusan DPR itu, terkait dengan Hak Angket Bank Century. Intinya pemerintah yang dipimpin Presiden SBY dan Boediono, terus mengalami de-legitimasi, akibat berbagai ‘pukulan’ politik yang bertubi-tubi itu, karena tindakannya sendiri. Dan hal itu sudah dimulai sejak pemilu legislatif dan pemilu presiden yang penuh dengan kontroversi. Wallahu’alam.