Gelora Bung Karno penuh dengan massa PKS. Massa yang datang dari penjuru kota di Jawa, sengaja dimobilisasi ke Senayan untuk merayakan Milad ke 13. Sebuah show of force yang dibuat untuk menyakinkan publik, dan semua yang mempunyai kepentingan terhadap PKS, bahwa partai itu masih tetap solid dan didukung kadernya.
Hari-hari ini PKS yang memasuki tahun ke 13 kelahirannya, sedang dirundung malang, yang tak henti-henti. Semua persoalan yang bermunculan itu, hanyalah hasil dari buah tangan para pemimpinnya.
Karena itu, acara Milad yang berlangsung di Gelora Bung Karno itu, hanya diisi pidato Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaq dan Ketua Dewan Syuro Hilmi Aminuddin, yang penuh dengan retorika.
Luthfi Hasan Ishak menyatakan, partainya siap untuk memikul tanggung jawab menegakkan keadilan serta ikut menyejaterahkan bangsa, ucapnya. PKS tak pernah mengalami kemunduran dalam capaian politiknya di setiap pemilu. Saat ini, PKS berada diperingkat keempat di tataran politik nasional, tambahnya.
Tentu, pidato Presiden PKS Luthfie Hasan Ishak dan Hilmi Aminudin akan diuji dalam proses sejarah perjalanannya. Karena, PKS sebagai sebuah partai politik yang berada di ranah publik, sekarang seperti hidup di rumah kaca. Tak ada lagi yang dapat ditutup-tutupi. Semuanya bisa dilihat dengan gamblang. Apapun yang dilakukan oleh partai yang menggunakan lambang dua bulan sabit dan ditengahnya gambar padi.
Benarkah semua yang diucapkan oleh Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak dan Hilmi Aminudin itu?
Adakah perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sejak PKS bergabung dalam pemerintahan SBY? Adakah share yang diberikan oleh PKS untuk memperbaiki kehidupan pemerintahan dalam pengelolaan negara sejak tahun 2004 hingga sekarang ini? Adakah progres yang dicapai sejak tahun 2004 sampai sekarang ini, khususnya bagi kehidupan bangsa Indonesia? Di mana peranan PKS ketika terlibat dalam pengelolaan negara? Atau justeru terjadi "setback" kemunduran yang mempunyai dampak negatif?
PKS yang sudah menjadi bagian dari pemerintahan Presiden SBY, selalu mendukung kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah. Sulit rasanya untuk tidak mendukung kebijakan yang diambil pemerintah. Termasuk diawal pemerintahan Presiden SBY, yang menaikkan harga BBM di tahun 2005, PKS ikut mendukung. Sebaliknya, PKS menolak pansus BLBI, dan Lapindo, dan berdampak bagi kehidupan rakyat.
Tetapi, yang paling penting untuk dicatat, partai yang awalnya menjadi perwujudan dari gerakan dakwah itu, sekarang telah mengalami transformasi yang sangat radikal. Perlahan-lahan dengan sangat jelas telah bergeser dari partai kanan, dan sekarang menjadi partai tengah. Van Jorge seorang peneliti berkebangsaan AS, di Jakarta, awalnya memposisikan PKS sebagai partai yang berada di ujung paling kanan. Karena, ketika dideklarasikan partai ini menegaskan jati dirinya sebagai partai dakwah.
Dengan jargon yang penuh makna idealisme, yaitu bersih, peduli, dan profesional, berhasil mengangkat partai ini menjadi kekuatan empat terbesar di Indonesia. Banyak kalangan pemilih yang mempunyai exspektasi (harapan) terhadap PKS sebagai alternatif, dan solusi bagi masa depan Indonesia. Bersamaan dengan partai-partai yang merupakan produk dari Orde Baru, yang sudah mengalami gerentologi (penuaan), dan tidak lagi dapat diharapkan bagi masa depan Indonesia.
PKS sebagai "The new comer" di dalam dunia politik, yang didukung oleh kader-kadernya mampu bertahan, dan perlahan-lahan serta terus "grow up" (tumbuh), sekalipun mulai ada tanda-tanda stagnan sejak pemilu 2009.
Anis Matta yang menjadi Ketua Bapilu PKS dalam 2009, gagal mencapai target yang ingin diwujudkannya, yaitu angka 20 persen suara. Secara nasional suara PKS di tahun 2009, hanya meningkat tipis, dan akumulasi suaranya tidak sampai 8 persen.
Di DKI Jakarta, yang menjadi barometer politik nasional, pemilu 2009, suara PKS menurun. Hal lini bisa dibandingkan dari hasil pemilu 2004, di mana PKS mendapatkan 18 kursi (24 persen) dari 75 kursi DPRD DKI Jakarta. Sedangkan pada pemilu 2009, PKS mendapatkan 18 kursi dari 94 kursi DPRD. Artinya jumlah perolehan kursi di DKI antara tahun 2004 dengan 2009, tidak berubah atau jumlah kursi PKS tetap.
Ini hanya menggambarkan para pemilih di Jakarta, yang kritis, sudah dapat membaca arah PKS, yang tidak seperti yang diharapkan mereka, ketika awal berdiri. PKS perlahan-lahan mengalami transformasi politik, dan menuju partai terbuka dengan visi "Keindonesiaan", yang cenderung menjadi sekuler.
Keterlibatannya dalam koalisi dengan pemerintahan Presiden SBY, dan ambisinya dengan kekuasaan yang sangat kuat, PKS nampak mulai meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya, sebagai sebuah garakan dakwah.
Perubahan itu, mulai terjadi ketika berlangsung Munas di Bali, yang akan menjadikan PKS menjadi sebuah partai yang terbuka. Tetapi, waktu itu gagal, karena sebagian anggota majelis syuro, menolak gagasan partai terbuka. Langkah-langkah yang ingin diwujudkan menjadikan PKS sebagai partai terbuka, hanya bagian dari kecenderungan para pemimpin elite PKS, yang sudah sangat terobsesi dengan kekuasaan.
Karena itu, langkah-langkah menghilangkan identitas dan karakter dasarnya sebagai gerakan dakwah ditegaskan kembali dalam Munas PKS, di Hotel Rich Carlton, bulan Juni 2010 yang lalu, di mana PKS menjadi partai terbuka, dan meninggalkan jargon, bersih, peduli, dan prefesional dengan :" bekerja". Inilah perubahan yang penting. Perubahan itu, ditegaskan kembali dalam acara Milad ke 13, dan menjadi "ikrar" bersama bagi seluruh kader, yaitu ‘bekerja untuk Indonesia’ yang dikatakan sebagai "ibadah".
Sesudah partai ini menjadi partai terbuka, menghadapi tantangan dari dalam internalnya sendiri, seperti kasus yang dilansir Majalah Tempo, tentang "Daging Berjangut" yang melibatkan sebagian kadernya, dan langkah "Yusuf Supendi" yang melaporkan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak ke Badan Kehormatan (BK), bagaikan membuka kotak pandora. Selama ini masalah-masalah internal PKS tidak pernah muncul di publik, kemudian dibuka oleh Yusuf Supendi.
Tentu yang menyebabkan wajah PKS lebih kusut lagi, tindakan Arifinto, yang membuka folder porno, saat berlangsung sidang paripurna yang akan mengambil keputusan tentang pembangun gedung DPR yang baru. Naudzubillah min dzalik.
Kasus Arifinto seperti bunyi lonceng "kematian" bagi PKS. Di mana PKS yang merupakan perwujudkan dari gerakan dakwah, kader seniornya, yang menjadi anggota majelis syuro dan majelis pertimbangan partai, melakukan tindakan yang tidak dapat dimengerti oleh siapapun. Membuka forlder porno saat berlangsung paripurna yang akan memutuskan rencana pembangunan gedung baru DPR.
Pada Milad ke 13 ini PKS benar-benar berada di ujung tanduk eksistensinya sebagai sebuah gerakan dakwah yang sudah bermetamorfose sebagai partai politik. PKS gagal menjalankan misinya menjadi entitas politik, yang mempunyai kehendak dan cita-cita melakukan reformasi di dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat, akibat langkah-langkahnya yang sudah meninggalkan prinsip-prinsip gerakannya.
Adakah PKS masih akan mendapatkan kepercayaan dari rakyat 2014 nanti? Jika PKS gagal menghadirkan dirinya sebagai kekuatan reformis yang memiliki prinsip-prinsip dalam perjuangan politiknya, maka PKS hanya akan menjadi bagian masa lalu sejarah. Waktu yang akan menentukan nanti. Wallahu’am.