Hanya menunggu waktu, yang berbilang jam, ‘Fir’aun’ Mubarak akan turun dari kekuasaannya. Tidak ada lagi yang dapat menopang kekuasaannya. Militer tidak mau lagi menjadi alat Mubarak. Seluruh rakyat Mesir dari berbagai golongan sudah muak dengan kekuasaannya. Kekuasaan Mubarak hanya meninggalkan penderitaan bagi rakyatnya.
Sekutunya yang selama ini melindunginya cuci tangan. Obama, Hallary, dan David Cameron, sudah mengisyarakatkan agar Mubarak mengundurkan diri. Satu-satunya yang masih berharap Mubarak menjadi presiden hanyalah Israel. Karena, Mubarak sekarang menjadi ‘tuhannya’ Israel, yang dapat menyelamatkannya dari bahaya kehancuran.
Mubarak sudah berkuasa lebih dari 30 tahun. Mubarak sama kejamnya dengan Gamal Abdul Nasser, yang membunuhi rakyatnya secara biadab. Mengelola negara dengan tangan besi. Mubarak juga menjadi ‘anjingnya’ Israel, menghadapi gerakan Islam, dan negara-negara Arab yang menjadi ancaman terhadap negara Zionis. Mubarak tak lain ‘bandit’ yang bertopeng penguasa. Merampok uang rakyat Mesir, yang disimpan di bank-bank di Eropa, nilainya mencapai Rp 346 triliun. Sama seperti Presiden Tunisia El Abidin, yang merampok kekayaan Tunisia, 1,5 ton emas batangan, dan uang Rp 60 triliun yang disimpan di bank-bank di Eropa.
Inilah karakter para penguasa diktator Arab. Kejam, biadab, menindas, memenjarakan, membunuh, memiskinkan, dan merampok kekayaan negara, yang tak pernah bisa dibayangkan oleh akal. Kekuasaannya yang demikian panjang, hanya menciptakan rakyat menjadi bodoh, tak memiliki pekerjaan, dan banyak orang yang terdidik, akhirnya melarikan diri ke negara-negara lainnya.
Tetapi, betatapun kuatnya kekuasaan diktator, akhirnya luruh juga, dan masa kekuasaannya berakhir. Seperti Fir’aun yang pernah mengatakan,”Ana rabbukum a’la” (Saya tuhanamu yang maha tinggi), ucap Fir’aun. Penguasa kejam yang kekuasaannya hanya di topang oleh Israel dan Amerika, sudah menjadi ‘tuhan’, dan sangat arogan, dan menghinakan rakyatnya. Tidak memiliki belas kasihan sedikitpun terhadap saudara sesama Muslim, dan justru membiarkan dalam penderitaan.
Sikapnya Mubarak itu dipertontonkan ketika rezim Zionis-Israel melakukan agresi ke Gaza, yang membunuhi Muslim Gaza, justru penguasa Mesir itu menutup pintu perbatasannya untuk warga Gaza yang ingin masuk ke Mesir. Orang-orang yang terkena serangan udara Israel, yang sudah terluka parah pun, tidak boleh masuk Mesir. Betapa kejam dan biadabnya Mubarak itu.
Sekarang si Fir’aun yang sudah akan tenggelam di Laut Merah itu, tak ada lagi yang mau menjadi penolongnya, rakyatnya sudah tidak ingin melihatnya lagi. Teman-teman yang menjadi sekutunya melarikan diri, dan membiarkannya sendirian. Anaknya yang selama ini diharapkan menjadi pewarisnya, sudah lebih dahulu melarikan diri bersama isteri dan keluarga pergi keluar negeri.
Inilah tragedi para penguasa Arab yang tidak memiliki basis kekuatan rakyatnya. Para penguasa Arab, umumnya, tak lain, mereka itu menjadi penjaga kepentingan penjajah. Mereka hanya menjadi ‘budak’ para penjajah Barat dan Israel. Mereka tak pernah mau menjadi pelindung rakyatnya dan Islam.
Karena itu, mereka menjadi hina dina, dan akhirnya hidup dan mati dipengasingan, ketika kekuasaannya sudah di ujung. Seperti Fir’aun yang meminta tolong Tuhan, ketika sekaratul maut sudah berada di lehernya, tetapi tak ada lagi yang mau menolongnya. Fir’aun tenggelam di Laut Merah. Fir’aun dan belatentaranya yang mengejar Musa dan para pengikutnya, tak dapat mengejarnya. Kemudian, Fir’aun dan balatentaranya tenggelam di dasar Laut Merah. Meksipun jasad Fir’aun di temukan kembali di tepian laut, yang sekarang dimumikan.
Mubarak menunggu takdirnya yang tak mungkin akan dapat dihindarinya. Ihtiarnya untuk menyelamatkan dirinya akan sia-sia. Tiga puluh tahun kekuasaannya , hanya menorehkan tinta hitam bagi rakyat Mesir. Tinta hitam sebuah diktator yang tak pernah peduli dengan kehidupan rakyatnya. Tidak peduli dengan Islam.
Di Mesir selalu lahir Fir’aun-Fir’aun baru yang kejam, dan tak pernah percaya kepada Tuhan. Sejak Raja Farouk, yang digulingkan Jenderal Najib, dan kemudian melahirkan pemerintahan militer. Najib digulingkan oleh Jenderal Gamal Abdul Nasser, yang menjadi alat Soviet, dan menjadi diktator yang sangat kejam, dan memenjarakan ribuan anggota Jamaah Ikhwan, dan menggantung tokoh-tokohnya termasuk Sayyid Qutb, Ali Audah, dan lainnya. Gamal Abdul Nasser yang menjadi ‘budak’ Soviet itu, mati, dan digantikan oleh Anwar Sadat.
Sadat tak kalah bebal dan bodohnya dan mengingkari hakekat Mesir, yang membuat perjanjian damai dengan Israel, dan membuka hubungan diplomatik dengan negeri penjajah Zionis-Israel. Sejak itu, Mesir yang menjadi negara yang paling strategis di kawasan Timur Tengah, masuk perangkap Israel. Tak ada lagi perang melawan Israel. Mesir mengakali PLO, yang dipimpin Yasser Arafat untuk meninggalkan perjuangan militernya melawan penjajah Israel. Tetapi, Mesir tetap tidak mendapatkan apa-apa. Ujung kisah Anwar Sadat dibunuh oleh seorang perwira militer Mesir, Khaled Islambouli, saat parade militer, yang memperingati hari Angkatan Perang Mesir, 6 Oktober 1978. Sadat tewas oleh berondongan peluru.
Mubarak yang menggantikan Anwar Sadat ini, bertindak lebih jauh lagi terhadap Israel, seakan-akan Mubarak itu, bukan lagi pemimpin Mesir. Mubarak itu sudah seperti pemimpin Israel. Karena pembelaan terhadap Israel, yang sangat berlebihan. Mubarak benar-benar menjadi penjaga Israel di Timur Tengah. Bukan penjaga bangsa Arab dan Islam.
Di Mesir di tahun 1928 lahir Jamaah Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Al-Banna. Ikhwan yang mempunyai ‘main role’ yang sangat penting dalam kehidupan politik di Mesir. Sesudah 20 tahun kemudian, Al Banna menyerukan jihad untuk mengusir Israel dan Yahudi dari tanah Palestina. Maka tahun 1948, ribuan sukarelawan Mesir pergi ke Palestina berjihad membebaskan tanah Palestina. Meskipun, perlawanan itu gagal, akibat pengkhianatan para pemimpin Arab. Sejatinya, tujuan Jamaah Ikhwan didirikan oleh Hasan Al-Banna itu, tak lain untuk membebaskan negeri-negeri Muslim yang terjajah.
Sekarang tujuan Ikhwan itu tak pernah berubah, membebaskan Mesir dari penjajah Barat. Karena itu, Ikhwan selalu bertabrakan dengan para penguasa Mesir, yang merupakan alat penjajah. Hasan al-Banna mati dibunuh oleh Raja Farouk, yang menjadi kaki tangan Inggris.
Ikhwan ikut menggulingkan Raja Farouk bersama dengan Jenderal Najib, tetapi tak lama Najib terguling, dan digantikan oleh Gamal Abdul Nasser, yang memperlakukan anggota dan pemimpin Ikhwan dengan sangat kejam. Memenjarakan dan membunuhi serta menggantung tokoh Ikhwan. Anwar Sadat dan Mubarak sama, sangat memusuhi Ikhwan. Para jenderal itu tak pernah memberikan hak hidup terhadap Ikhwan sejak dibubarkan tahun 1956.
Tetapi, para pemimpin Ikhwan begitu sabar dan teguh. Tak pernah menyerah dengan para penguasa yang zalim. Tak pernah menjilat kepada para penguasa zalim. Terus melakukan dakwah mengajak rakyat Mesir kembali kepada Islam. Sampai sekarang Ikhwan di Mesir tidak pernah berubah dari waktu-waktu, dengan semboyannya, yaitu ‘Islam huwal hal’ (Islam adalah solusi). Ikhwan menyakini keagungan Islam. Tak mau menukar dan menggadaikan Islam dengan kekuasaan. Hidup pemimpin Ikhwan benar-benar menjadi tauladan.
Seperti kesaksian Dr.Yusuf Qardawi yang pernah dipenjara bersama dengan tokoh-tokoh Ikhwan, di penjara militer Liman Touroh, menceritakan, bagaimana penjara-penjara itu berubah menjadi tempat ibadah yang sangat teduh, indah, dan penuh kenikmatan. Pagi, siang, dan malam, senantiasa terdengar suara dzikir, dan alunan ayat-ayat Qur’an, tak henti-henti. Sungguh sangat indah. Mereka orang-orang yang sangat sabar.
Aksi protes yang berlangsung lebih sepekan di Mesir, memperlihatkan bagaimana rakyat Mesir yang sudah tersibghoh (terwarnai) dengan nilai-nilai Islam, yang ditanamkan oleh Ikhwan itu, tak pernah melupakan mereka melakukan ibadah shalat. Sungguh indah nilai-nilai Islam yang ditanamkan Ikhwan.
Di tengah-tengah krisis politik yang begitu hebat, para pemimpin dan gerakan Ikhwan telah menunjukkan karakter dan jatidirinya yang mulia. Wallahu’alam.