Sebenarnya masih pagi. Ibaratnya matahari baru menampakkan semburat merahnya di ufuk timur. Tetapi semuanya sudah bergegas. Menuju sumber cahaya. Cahaya kekuasaan. Berlomba-lomba memastikan menuju kekuasaan. Perebutan kekuasaan secara dini. Bagaimana dampaknya terhadap kekuasaan yang masih ada sekarang ini?
Wakil Ketua Partai Golkar Priyo Budi Santoso, secara eksplisit menegaskan bahwa Partai Golkar akan mengusung Ketua Umumnya, Aburizal Bakrie, sebagai calon presiden tahun 2014 nanti. Menurut Priyo ini aspirasi DPD-DPD Partai Golkar yang tidak dapat dibendung, yang menginginkan Ketua Umumnya, maju dalam pemilihan presiden. Partai Demokrat tak mau ketinggalan, melalui wakil sekretaris jendral Saan Mustopha, juga menyatakan akan mencalonkan Ibu Ani Yudhoyono sebagai calon Partai Demokrat dalam pemilihan presiden nanti. "Ibu Ani layak untuk menjadi calon presiden", ujarnya.
Polarisasi sudah mulai nampak. Polarisasi antara kekuatan-kekuatan partai politik, yang sekarang ini tergabung dalam koalisi. Polarisasi yang sangat nampak justru antara Partai Golkar dan Partai Demokrat, yang keduanya sekarang mempunyai posisi ‘bargaining’ yang kuat, karena kekuatan politik yang mereka miliki. Akibat polirasi dua kekuatan politik itu telah menimbulkan situasi politik yang tidak nyaman.
Masing –masing partai mengatur strategi politiknya. Bahkan, sampai pada tingkat dalam mengelola isu politik. Seperti kasus bail out Bank Century yang dikaitkan dengan Partai Demokrat, dan telah menguras energi bangsa ini . Sekarang muncul polemik dengan adanya kasus pajak, yang selalu dikaitkan dengan perusahaan milik keluarga Aburizal Bakrie.
Media akhir-akhir ini halaman depannya dipenuhi dengan isu adanya pertemuan antara Gayus dengan Aburizal Bakrie di Bali. Semua ini merupakan ekses yang semaki penuh dengan intrik dipermukaan. Berbagai kekuatan politik yang ada berusaha mensiasati berbagai kondisi politik yang ada, di manfaatkannya untuk mendapat ‘gain’ keuntungan politik bagi mereka. Termasuk mengeksploitir isu poltik, yang ada sekarang.
Momentumnya sekarang ini semakin terus meningkatkan suhu politik. Kasus RUU DIY mencapai klimaksnya, yang akhirnya memojokkan posisi Presiden SBY dan Partai Demokrat. Kekuatan partai politik di luar Presiden SBY dan Partai Demokrat, terkonsolidasi, dan semuanya meninggalkan Presiden SBY dan Partai Demokrat. Karena semua partai politik di DIY, menolak RUU DIY, yang merupakan konsep pemerintah, yang sudah diserahkan ke DPR. Pembahasan di DPR nanti, di tahun 2011, pasti akan menimbulkan perpecahan. Tetapi melihat konstalasinya posisi Presiden SBY dan Partai Demokrat, tak menguntungkan.
Di luar Partai Golkar dan Partai Demokrat yang sekarang terus meningkatkan kompetisi politiknya, muncul gagasan partai-partai menengah menjadi satu kekuatan politik di luar Partai Golkar dan Partai Demokrat. Atas usulan salah seorang fungsionaris PKS, Mahfudz Sidik, yang mengeluarkan gagasan agar kekuatan partai-partai diluar Partai Golkar dan Partai Demokrat, bergabung dengan PDIP. Inilah pilihan yang disuguhkan oleh kader PKS kepada partai-partai poltik menengah.
Masa depan kekuasaan di depan Indonesia akan menuju sebuah bentuk kekuasaan yang di dukung partai-partai yang sifatnya terbatas. Kekuatan partai menjadi sederhana. Ini seperti yang sekarang dengan adanya UU Partai Politik yang baru, yang meningkatkan PT (Parlemen Treshold) antara 5-7 persen. Dengan UU Partai Politik ini, kemungkinan jumlah partai politik akan semakin menyusut, paling banyak hanya lima partai, yang memungkinan akan lolos treshold. Bahkan mungkin kurang.
Nantinya, konstalasi politik hanya di dominasi partai-partai sekuler. Berdasarkan konstalasi yang ada. Tiga kekuatan politik itu, semuanya adalah kekuatan lama. Atau kekuatan lama yang bermetamorfose sebagai kekuatan politik baru. Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai PDIP. Partai-partai lainnya yang menengah (midle), sejarah akan mengharuskan mereka bergabung. Tidak mungkin keluar dari tiga kekuatan politik yang ada.
Mestinya harus tumbuh kekuatan politik baru sebagai alternatif. Tetapi, sejarah menunjukkan kekuatan politik ‘kanan’, yang berbasis masa Islam, tak berani mengambil inisiatif, membangun poros politik, yang lebih bergerak ke ‘kanan’, yang akan menjadi ‘anti tema’ partai-partai sekuler, yang sebenarnya sudah ‘out of date’. Ironinya partai-partai kanan, yang berbasis sosial dari kelompok agama (Islam), kenyataannya telah mereduksi dirinya sendiri, dan kemudian berubah ‘kelamin’ menjadi partai sekuler. Seperti PKS, yang awalnya oleh Van Jorge, seorang peniliti dari AS, di sebut sebagai kutub sayap ‘kanan’.
Melihat konstalasi yang ada tidak ada yang menarik dalam jagad perpolitikan di Indonesia, sampai tahun 2014 nanti. Karena hanya menampilkan figur-figur, yang rakyat sudah melihat ‘track record’ mereka, yang sebenarnya tak dapat diharapkan untuk mampu memperbaiki masa depan bangsa.
Aburizal Bakrie, Ani Yudhoyono, Prabowo Subianto, dan Wiranto, adalah stok lama, yang nampaknya masih mempunyai obsesi untuk berebut kekuasaan di tahun 2014 nanti. Nampaknya tak bakal terjadi perubahan yang cukup memadai bagi masa depan Indonesia, khususnya untuk menangani krisis yang terjadi.
Para calon pemimpin yang akan muncul, mulai dari sekarang sudah dapat diprediksi kualitas dan kemampuan mereka. Entahlah masa depan Indonesia seperti apa nanti? Wallahu’alam.