Perang sipil di Suriah akan terus berkecamuk, akan berisiko Israel suka atau tidak suka akan ditarik ke dalam kerusuhan yang semakin meningkat.
Hari Jumat pekan lalu, roket yang ditembakkan dari Suriah kembali menghajar Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel, dan Israel menembak kembali serangan tersebut. Ini bukan pertama kalinya ketegangan di daerah yang telah berkobar sejak lama.
Pada 30 Januari 2013 , Israel melancarkan serangan udara terhadap sebuah konvoi senjata Hizbullah di Suriah, entah salah sasaran atau tidak , dilaporkan oleh Hizbullah di Libanon tanpa adanya balasan serangan dari Hizbullah. Pada tanggal 6 Maret, militan jihadi menculik 21 penjaga perdamaian kewarga-negaraan Filipina di Dataran Tinggi Golan.
Risiko akan pembalasan Israel sangat mungkin terjadi untuk daerah perbatasan bila daerah tersebut menjadi ajang pertempuran besar, atau bahkan campur tangan Israel akan mendirikan zona penyangga di Suriah, adalah nyata. Untuk mencegahnya, Amerika Serikat akan menjadi mediator kesepakatan diam-diam antara Israel dan unsur-unsur moderat dari oposisi Suriah.
Ini perang kepentingan yang akan juga menekan peran Amerika untuk partisipasi secara diam-diam mencari kesepakatan antara Israel dan pimpinan oposisi Suriah pro barat: Israel harus setuju untuk menahan diri untuk mempersenjatai pasukannya di Suriah untuk melindungi perbatasannya, dan oposisi Suriah juga harus bekerja untuk menjaga dan mempengaruhi kelompok militan Islam seperti Jabhat al-Nusra dan afiliasi lainnya dari Al Qaeda agar menjauh dari perbatasan Israel. Ini hal yang diminta dari oposisi Suriah agar dapat dukungan Barat dan sebaliknya barat menghalangi Israel dari intervensi atau mempersenjatai pasukannya di perbatasan Suriah.
Tentara rezim Assad, semakin tertekan karena SDM tempurnya semakin melemah . karena itu baru-baru ini Rezim Assad menarik banyak tentara dari perbatasan Israel, dan meninggalkan lapangan terbuka , dan dengan mudah daerah yang ditinggalkan terkuasai oleh kelompok-kelompok Jihadi seperti al-Jabhat Nusra.
Kunjungan baru-baru ini oleh Menteri Pertahanan Israel, Moshe Yaalon, ke garis depan di Golan Heights menyebabkan rumor di Suriah bahwa Israel berencana untuk membuat dan membentuk tentaranya di perbatasan ini.
Tetapi jika Israel mencoba untuk membangun kekuatan militernya di zona penyangga di sepanjang perbatasan, itu akan hampir pasti menjadi bumerang. Langkah tersebut akan mengundang Militan Islam untuk segera bergabung untuk panaskan konflik. Itu akan sangat mirip dengan apa yang terjadi di Lebanon, dengan bencana konsekuensi jangka panjang, dimulai pada akhir 1970-an ketika Israel menginvasi Lebanon selatan dan mendirikan Tentara Lebanon Selatan untuk melindungi perbatasannya sebelum melakukan invasi, kedua yang lebih besar pada tahun 1982. Hasilnya adalah penciptaan militan lainnya sebagai penyeimbang untuk melawan tentara bentukkan Israel ini.
Selama 18 bulan terakhir, rekan-rekan dan saya telah bepergian di wilayah tersebut dan melakukan wawancara dengan ratusan militan bersenjata dan tidak bersenjata, dan juga para pemimpin oposisi Suriah dan aktivis pembebasan Suriah. Semua survei kami , menunjukkan Polling yang mengungkapkan mereka tidak menyukai Iran dan Hizbullah.
AS memang berkeinginan agar terjadi jarak antara oposisi Suriah dari militan jihadis seperti Al Nusra dan lain lainnya , karena jarak hubungan yang jauh tersebut akan mengamankan dan menghindari campur tangan Israel di tanah Suriah. AS akan mengarahkan agar oposisi hanya memfokuskan upaya-upaya agar rezim Assad mundur dengan cara damai. Hal ini juga akan mememudahkan dan menghindari intervensi militer AS secara langsung: menstabilkan garis depan yang semakin genting, mencegah konflik regional lebih lanjut; membantu meringankan krisis kemanusiaan, dan akhirnya menetapkan panggung (dien) demokrasi untuk masa depan pasca-Assad di negeri muslim Suriah tersebut.
– DP , analisa Kebijakan Timur Tengah.