Allah Ta’ala telah memperlihatkan kemahakuasaannya atas segala sesuatu. Tidak ada segala peristiwa yang terjadi di alam semesta yang terlepas dari iradah-Nya. Maka, berbagai peristiwa alam, yang begitu dahsyat, dan mempunyai dampak yang sangat luar biasa, khususnya bagi kehidupan manusia, tak lain hanya karena sudah berlangsungnya kemaksiatan di seluruh sisi kehidupan.
Saat ini, tak ada lagi tempat-tempat yang terbebas dan terlepas dari kemaksiatan dan kedurhakaan. Hidup ini hampir dipenuhi dengan sikap penyimpangan, pelanggaran, dan penolakan yang terang-terangan terhadap hakikat perintah dan larangan dari Allah Ta’ala. Segala kemaksiatan dan penyimpangan termasuk kekafiran terhadap nilai-nilai ajaran Allah, begitu sangat kuat, dan bahkan menjadi kebanggaan.
Jika Allah Azza Wa Jalla, menurunkan azab dan bala’ berupa bencana, dan bentuk-bentuk azab lainnya, tak lain itu merupakan buah langsung dari tindakan manusia itu sendiri.
“Dan musibah apa saja yan menimpamu itu adalah disebabkan oelh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (Asy-Syura : 30)
Tetapi, manusia yang sudah melanggar dan menjauh dari perintah Allah itu, tak banyak diantara mereka yang menyadari atas segala kekeliruan itu, dan kemudian kembali ke jalan kebenaran. Tapi, kebanyakan manusia, justru tetap bermaksiat.
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (An-Nisa : 79).
Allah Ta’ala telah memberikan ganjara di dunia dengan berbagai pesan yang sangat jelas, baik itu berupa azab, kenikmatan, dan siksaan, semua telah berlaku pada umat terdahulu. Para pelaku keburukan dan kejahatan serta tindakan yang menyeleweng dan menyimpang seperti, kaumnya Nuh, ‘Ad, Tsamud, kaum Luth, penduduk Madyan, dan kaumnya Fir’aun, selama mereka berada di dunia, mereka sudah dihancur-leburkan oleh Allah Rabbul Aziz.
Apalagi, bila yang berbuat maksiat itu bukan hanya rakyat , tapi justru para pemimpin, yang menjadi tauladan dalam kedurhakaan kepada Allah. Seperti berbuat tidak adil, berdusta (berbohong), bersumpah palsu, bertindak sewenang-wenang, menjauhkan rakyat dan kaumnya dari agama Allah, membunuh dengan tanpa alasan yang sangat jelas, dan dibolehkan oleh Allah. Maka, semua itu akan menyebabkan lahirnya bencana dan azab dari Allah Ta’ala.
“Wahai kaumku, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, ‘Ad, dan orang-orang yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak menghendaki berbuat kezaliman terhadapmu akan siksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari (ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tiak ada bagimu seseorang pun yang menyelamatkan kamu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan Allah, niscaya tidak ada baginya seseorang pun yang akan memberi petunjuk”. (al-Mukmin : 30-33).
Manusia boleh berbohong, berdusta, menipu, dan lalu mengganti kebohongan dengan kebenaran, sebaliknya menzalimi orang-orang yang ingin menunaikan dan menegakkan kebenaran. Maka, Allah akan memberikan azab di dunia, sebelum menimpakan azab yang sesungguhnya di akhirat nanti.
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar”. (As-Sajadah :21).
Maka, bagi mereka yang mendapatkan amanah, hendaknya berlaku jujur, tulus, dan tidak berbohong, dan membohongi terhadap yang sudah memberikan amanah. Kehidupan akan menjadi cenang-perenang, terus terjadi kekacauan, tidak adanya ketenteraman, manakala sebuah negeri dikusai dan dipimpin orang yang fasik dan fajir, dan bohong serta dusta menjadi ‘manhaj’ dalam hidupnya.
Dan, mereka pasti akan selalu berbuat kerusakan dan kedurhakaan kepada Allah, dan sesamanya. Inilah azab yang sesungguhnya. Wallahu’alam.