Hasan al-Basri menjadi imam, kota Basrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung dipenuhi oleh para Shahabat dan Tabi’in yang hijrah ke kota itu. Halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam yang memakmurkan masjid-masjid. Hasan al-Basri menekuni halaqah Abdullah bin Abbas. Dia mengambil pelajaran tafsir, hadits, qira’ah, fiqh, adab dan bahasa.
Ketika Hasan al-Basri sudah menjadi ulama, banyak umat yang menggali ilmunya, mendatangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya, yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras, dan sampai mencucurkan air mata bagi orang-orang yang berbuat dosa. Banyak orang yang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Ketika Hajja bin Yusuf At-Tsaqafi berkuasa di Irak, dan bertindak sewenang-wenang dan kejam, Hasan al-Basri adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang berani menentang dan mengecam keras akan kezhaliman pengausa itu secara terang-terangan. Saat itu, justru sebagain besar para ulama takut dengan Hajjaj, yang sangat kejam dan berindak dengan keras, terhadap siapa saja yang berani mengkritiknya.
Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendo’akannya.
Hasan al-Basri tak mau menyia-nyiakannya kesempatan yang ada, di mana pasti saat itu pasti banyak orang yang datang dan berkumpul di istana Hajjaj. Maka, Hasan al-Basri tampil dan memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar kemuliaan di sisi Allah. Bukanlah kenikmatan dunia yang tidak seberapa dibandingkan dengan kenikmatan yang akan diberikan oleh Allah di akhirat nanti.
Saat tiba di istana, Hasan al-Basri, melihat begitu banyak orang mengelilngi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang sangat lua. Beliau berdiri dan berkhutbah. Diantara isi khutbahnya itu, Hasan al-Basri menyatakan : “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yagn lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun, Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj sadar bahwa penghuni langit telah membecinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya …”
Hasan al-Basri tidak berhenti mengkritik Hajjaj, dan terus melanjutkannya: “Wahai saudaraku, Allah Ta’ala telah megnambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia, dan tidak boleh menyembunyikannya”, tambahnya.
Keesokannya harinya, Hajjaj dengan penuh amarah, menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya, dan berkata keras : “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorangpun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut”, ungkapnya.
Lalu, Hajjaj memerintah para pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri. Saat Hasan al-Basri sudah dibawa, semua mata memandang kepadanya, dan mulai hati berdebar. Menunggu nasib yang akan dialami oleh Hasan al-Basri. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo yang sudah menghunus pedangnya dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca seseuatu. Kemudian beliau berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan sesorang muslim dan kehormatan seorang da’I di jalan Allah.
Demi melihatketegaran yang demikian hebat, mental Hajjaj runtuh. Padahal, sudah masyhur di seluruh Irak tentang kekejaman Hajjaj. Terpengaruh wibawa dan sikap Hasan al-Basri, dan Hajjaj berkata begitu ramah dengan ulama itu, “Silakan duduk di sini wahai Abu Sa’id, silakan ..”, ucap Hajjaj.
Seluruh yang hadir menjadi terbelalak matanya. Melihat perilaku Amirnya (Hajjaj) mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya dengan penuh wibawa. Hajjaj menoleh kearah al-Basri dan menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab oleh Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik.
Saat merasa pertemuan itu sudah cukup, dan Hajjaj sudah merasa cukup pertanyaan-pertanyaan agama sudah dijawab oleh Hasan al-Basri, lalu Hajjaj mengantarkan Hasan al-Basri sampai ke depan pintu istana, seraya berkata : “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat”, kata Hajjaj. Kemudian, Hajjaj menyemprotkan minyak ke jenggot al-Basri sambil memeluknya.
Pengawal yang mengantarkan Hasan al-Basri sampai ke pintu gerbang itu, bertanya mengapa Hajjaj tidak sampai membunuhya, padahal dia sudah mempersiapkan algojo? “Ketika apa yang anda baca,wahai Sheikh?”, tanya sang pengawal itu. Beliau menjawab, “Ketika itu aku berdo’a, “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan kesalamatan bagi Ibrahim”, pintanya.
Begitulah Hasan al-Basri yang berani menesahati penguasa yang sombong, kejam, dan sangat sewenang-wenang, saat penguasa itu hidup bergelimangan dengan kemewahan, dan ada tanpa takut sedikitpun atas keselamatan jiwanya. Padahal, Hasan al-Basri, tak lain anak seorang budak Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, yang bernama Khairah, yang dinikahi oleh Yasaar budak dari Zaid bin Tsabit.
Sekalipun budak, di dalam Islam, tetap melahirkan keturunan yang mulia, ulama yang amat disegani dikalangan ulama di Basrah, bahkan, yang paling masyhur, kisah Umar bin Abdul Aziz, yang tak lain, juga keturunan seorang budak. Inilah keistimewaan dalam Islam.
Orang-orang yang mulia dapat lahir dari para budak, yang menjadi pembela Islam, dan menegakkan Islam, tidak kemudian nasib mereka menjadi orang-orang yang disisihkan dalam kehidupan nyata. Wallahu’alam.