Naasnya Nasib Mereka Ini?

Siapa yang masih memiliki sebersit rasa peduli terhadap mereka? Mereka seperti tak lagi memiliki keluarga. Kalau mungkin masih memiliki keluarga, keluarganya tak lagi mampu memelihara mereka. Mereka hidup dengan dunianya sendiri. Tanpa siapa-siapa. Mereka masih anak-anak. Belum lagi menginjak dewasa. Mereka harus berjuang untuk tetap hidup.

Mereka tak seperti anak-anak yang hidup dengan keluarganya. Normal. Mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan bahkan perlindungan, serta mendapatkan pendidikan. Tetapi merekak tidak sama sekali. Mereka tidak mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan perlindungan serta pendidikan. Entah bagaimana masa depan mereka.

Di waktu malam hari entah di mana keberadaan mereka? Apakah mereka dapat tidur di tempat yang aman? Atau mungkin mereka hanya tinggal di sembarang tempat. Terkadang mereka terdapat di stasiun-stasiun, pasar-pasar, dan rumah-rumah kumuh, yang merebak di seantero Jakarta. Kondisinya sangat menyedihkan. Jumlah mereka tak sedikit. Selalu bertambah banyak.

Ketika seorang anak, yang masih belum dewasa, anak jalanan, yang ketika itu sedang naik kereta KRL dengan nomor seri KL 3 2000 dari stasiun Depok Lama menuju Tanah Abang, saat itu kereta KRL berhenti di Stasiun UI Depok, Jum’at, pukul 06.53 WIB, ia pun berpindah tempat menuju sebuah kotak yang didalamnya berisi kipas angin di kereta ekonomi itu. Tetapi, selangkah lagi, kakinya tergilincir, dan ia masih berhasil menyeimbangkan diri dengan tangan kanannya langsung meraih tepian atap kereta. Saat tubuhnya akan dinaikkan lagi, tangan kirinya langsung memegang kawat pantograf yang berkekuatan 15 ribu volt. Anak itu langsing menjerit melengking, hanya sesaat. Seketika itu pula tubuh anak itu mengeluarkan asap tebal dan api menyeruak dari dalamnya.

Tubuh itu hangus dan tak lagi bergerak, dan bagian-bagian tubuhnya ikut hancur. Sungguh sangat naas nasib anak itu. Sampai sekarang tak ada siapapun yang mengakuinya sebagai anaknya.

Inilah kehidupan anak jalanan. Sangat menyedihkan. Setiap hari mereka harus mempertaruhkan nyawanya. Seakan nyawa mereka menjadi murah. Tak ada kepedulian terhadap kehidupan mereka. Mereka dibiarkan dengan kehidupannya sendiri.

Ada peristiwa lainnya. Juga getir. Seorang yang dikenal dengan sebutan ‘Babeh’ dengan sangat teganya membunuh 14 anak jalanan, sesudah mereka terlebih dahulu di sodomi. Kejadiannya berulang-ulang. Baru belakangan peristiwa terungkap. Betapa 14 anak jalanan telah dibunuh oleh ‘Babeh’ dengan cara yang keji, dan ada diantara mereka yang dimutilasi. Banyak anak kecil yang menjadi korban kekerasan dan kejahatan, yang diantaranya banyak pula yang tidak terungkap.

Tengoklah di stasiun-stasiun kereta, di pasar-pasar, dan perempatan jalan, atau di lampu merah. Anak-anak harus menjalani kehidupan mereka. Mereka ada yang menjadi pengamen di kereta, penyapu di kereta, dan pengemis  di lampu merah. Ada diantara mereka yang memang diekploitasi oleh orang-orang dewasa untuk mencari uang. Tetapi, tak sedikit pula mereka, yang memang hanya hidup sendiri, atau bersama dengan temannya, sekadar mempertahankan hidup. Mereka mencari uang dengan sekenanya, dan tanpa pola yang jelas, dan berusaha mempertahankan kehidupan mereka.

Siapa di negeri ini yang masih memiliki kepedulian dengan kehidupan mereka? Padahal, mereka anak-nak yang mempunyai hak untuk hidup? Sejatinya mereka berhak mendapatkana kasih-sayang, perlindungan, dan pendidikan. Mereka mempunyai hak untuk hidup, seperti anak-anak lainnya, yang hidup secara normal. Tidak dibiarkan seperti sekarang ini.

Bandingkan saja kalau para pemimpin dan pejabat  mereka menikahkan anaknya, atau hajatan, di gedung-gedung yang mewah, dan menghidangkan makanan yang mewah, dan menghabiskan dana milyaran rupiah. Bahkan ada anak seorang pemimpin politik, yang dikhitankan di sebuah hotel super mewah. Mereka para pemimpin dan pejabat dan keluarganya menikmati berbagai fasilitas dan previlege (hak istimewa) yang luar biasa. Mereka dapat melakukan pesta pora, dan menghamburkan harta negara, semuanya demi keluarga dan anak keturunan mereka. Tidak sedikit pula para pemimpin dan pejabat yang menjadikan jabatannya untuk kepentingan keluarga dan anak-anaknya.

Anak para pemimpin dan pejabat,  mereka mendapatkan segalanya, dan segala yang diinginkannya. Mereka bisa sekolah di luar negeri. Mereka bisa jalan-jalan di mall-mall, makan enak di cafe-cafe, mereka juga bisa berlibur ke luar negeri saban waktu, segalanya mereka dapat menikmatinya.

Bandingkan dengan anak jalanan yang kumal dan lusuh, kurus, matanya yang cekung, hidup antara stasiun kereta, pasar, dan rumah-rumah kumuh.

Lalu, siapa yang memiliki kepedulian terhadap anak-anak jalanan, yang mereka sudah kehilangan keluarga, tidak memiliki orang tua (ayah dan ibu),dan mereka hidup dengan cara menggelandang itu? Adakah mereka harus dibiarkan mati tersengat arus listrik di kereta KRL, yang hanya ingin mendapatkan kehidupan mereka. Atau membiarkan anak-anak itu dibunuh oleh seorang psychopat seperti ‘Babeh’? Atau membiarkan mereka diekploitasi oleh orang-orang dewasa, di suruh mengemis, mengamen, dan bekerja yang tidak semestinya.

Sungguh sangat naif dan tidak memiliki hati nurani yang membiarkan anak-anak itu dengan kehidupan mereka sendiri. Wallahu’alam.