Usai pemilu 2009, para pengamat politik dengan serta merta berbicara dengan gaya agak ‘vulgar’, menyatakan bahwa partai-partai Islam, tidak laku dan tidak memiliki pemilih. Nada melecehkan itu, juga keluar dari Andi Mallarangeng, yang memiliki pandangan yang sama, partai-partai Islam kekurangan pemilih. Ada beberapa faktor yang menyebabkan partai-partai Islam suaranya menurun, atau tidak bertambah secara signifikan, antara lain :
Pertama, partai Islam tidak memiliki karakter dan ciri yang jelas. Baik itu berkaitan dengan karakter ideologinya, tujuannya, pemimpinnya, platform perjuangannya, dan perilaku politiknya tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai partai Islam. Sehingga, tidak dapat dibedakan antara partai Islam bila dibandingkan dengan partai nasionalis sekuler. Hal ini dapat dilihat dengan kecenderungan pola koalisi yang sangat beragam, tidak jelas landasannya, dan sifatnya sangat pragmatis, dan kadang-kadang nampak lebih oportunistik. Tidak menampakkan jatidirinya sebagai partai Islam atau partai yang berbasis Islam. Orientasinya semata-mata hanya mendapatkan kekuasaan.
Kedua, partai Islam, menunjukkan tidak adanya komitment yang tegas dalam memperjuangkan ideologi, cita-cita, dan prinsip-prinsip Islam. Mereka tidak berani secara tegas dalam memperjuangkan yang menjadi tujuan dan prinsip perjuangan mereka. Para pemimpinnya menjauhi agenda-agenda Islam, dan agenda-agenda keumatan, serta membiarkan berbagai sikap dan kebijakan pemerintah yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Sehingga, prinsip yang paling pokok dalam Islam, yaitu ‘hisbah’ (amar ma’ruf nahi munkar) tidak berjalan, dan negara dibiarkan bertindak dan mengambil kebijakan yang melanggar kaidah-kaidah syar’iyah. Sehingga, di masyarakat dimana-mana terjadinya penyimpangan perilaku, dan penyelewengan yang sifatnya asasiyah (pokok), bahkan terjadinya perbuatan ‘faqisah’ (dosa besar).
Ketiga, partai Islam, para pemimpinnya tidak dapat menjadi ‘uswah hasanah’ (suri tauladan yang baik), di tengah-tengah masyarakat. Tidak mendahalukukan kepentingan rakyat (umat) ketimbang kepentingan dirinya dan keluarganya. Banyak diantara mereka yang lebih mencintai kehidupan dunia, secara ‘isyraf’ (berlebihan), sehingga menimbulkan kecemburuan dikalangan masyarakat yang umumnya, miskin dan dhu’afa, disisi lain, mereka menumpuk kekayaan yang tak ternilai. Di mana-mana muncul adanya jurang ‘gap’ antara pemimpin dan pengikut. Inilah yang menimbulkan rusaknya ukhuwah (persaudaraan) dan soliditas partai Islam. Tidak heran kalau praktek-praktek ‘dagang’ umat itu berlangsung di mana-mana.
Keempat, partai Islam, menjadikan partai dan kekuasaan sebagai tujuan, bukan sebagai alat (wasilah), dan kemudian menjadikan partai sebagai tujuan untuk mencapai kekuasaan. Sementara itu, yang pokok ditinggalkan, yaitu da’wah. Maka, menjadi fakta didalam masyarakat, semakin keringnya nilai-nilai agama dalam kehidupan. Nilai Islam sudah ditinggalkan, dan tidak pernah lagi didakwahkan dan diajarkan kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat lebih terbiasa dengan kehidupan sekuler, dan wajar kalau masyarakat memilih partai sekuler. Karena, partai Islam sama itijahnya (orientasinya) dengan partai sekuler. Sudah sangat jarang partai Islam, yang melakukan pembinaan kepada masyarakat dan anggotanya,menjadikan anggotanya agar memedomani kehidupan mereka dengan Islam. Tidak ada lagi pembinaan anggotanya secara teratur dengan nilai-nilai Islam. Prinsip ‘nahnu du’at qobla ala kulli syai’, sudah ditinggalkan. Mereka lebih mengutamakan kerja-kerja ‘poliltik’ dibanding dengan membina dan mendidik masyarakat. Jadi wajar kalau sekarang ini masyarakat kehilangan ‘ghiroh’ Islam mereka. Dampaknya pasti mereka tidak akan memilih partai Islam.
Kelima, partai Islam, para pemimpinnya lebih suka berteman dan bekerjasama dengan orang-orang yang kafir dan munafik, serta musuh-musuh Allah, dibandingkan dengan membangun kekuatannya dan kekuatan umat Islam. Padahal ini sangatlah bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala, seperti di dalam surah al-Maidah, ayat : 51-52. Sehingga, para pemimpin dan partai Islam semakin jauh dengan tujuan, cita-cita dan ideologi Islam, yang hendak mereka perjuangkan. Karena mereka menjauhi Allah Ta’ala, dan orang-orang Islam, yang mestinya menjadi basis kekuatan mereka. Karena itu, Allah Ta’ala tidak mau menolong mereka, dan dibiarkan mereka dalam kekalahannya.
Lima faktor inilah menyebabkan partai-partai Islam dari waktu-waktu semakin menurun dari dukungan masyarakat, dan menjadi bangkrut. Bangkrut secara aqidah dan bangkrut secara politik. Sehingga, baik dimata manusia dan dimata Allah Ta’ala menjadi hina. Wallahu ‘alam.