Mengapa mereka disambut seperti pahlawan yang baru pulang dari medan perang? Kedatangan para relawan dan aktivis yang sudah pulang ke negaranya disambut bagai pahlawan. Penuh gembira. Bersyukur dapat kembali ke tanah air. Mereka dengan gembira dapat lepas dari tangan Israel, dan selamat, tidak ditembak oleh pasukan komando Israel.
Bagaimana seandainya mereka yang ada di kapal Mavi Marmara yang jumlahnya mencapai 700 orang dari berbagai negara, menolak di deportasi dan tetap tinggal di penjara-penjara Israel? Mereka memilih tinggal di penjara-penjara Israel. Mereka menuntut Israel agar membuka blokade atas Gaza. Mereka tidak akan keluar dari penjara Israel. Sampai Zionis-Israel membuka blokade terhadap rakyat Gaza.
Mereka yang bersama-sama dalam satu pelayaran dengan menggunakan kapal Turki yang bernama Mavi Marmara, tujuannya adalah untuk membuka blokade Israel atas rakyat Gaza,yang sudah berlangsung hampir empat tahun. Itulah sejatinya misi perjuangan yang mereka jalankan. Mereka dengan niat awal ingin membebaskan Gaza dari belenggu isolasi dan blokade Israel.
Tapi mengapa mereka berkopromi dengan Israel, dan mau di deportasi dan meninggalkan Israel? Sementara itu, rakyat Gaza tetap terisolir dan diblokade. Mereka hidup dalam penjara besar yang bernama Gaza. Sementara itu, bantuan yang mereka bawa dari negara masing-maing disandera oleh Israel. Ini sebuah ironi. Seharusnya mereka tidak perlu meninggalkan Israel lebih awal. Sampai tuntutan mereka dipenuhi Israel.
Kegiatan diplomatik tidak akan mempunyai otot kekuatan, hanya dengan meninggalnya 9 orang relawan atau aktivis. Karena Israel sudah terbiasa membunuh ribuan orang. Seperti ketika Israel melakukan agresi militer di bulan Desember 2008 lalu. Ribuan orang tewas dan ribuan lainnya, mengalami luka-luka. Dunia diam. Tidak ada tindakan apapun terhadap Israel. Karena nyawa rakyat Arab dan Palestina itu sudah ‘given’ bagi Israel. Kematian rakyat Palestina setiap hari bagi Israel itu sudah menjadi kelaziman. Karena itu, kematian hanya 9 orang relawan dan aktivis kemanusiaan tidak menjadi persoalan yang serius bagi Israel.
Seandainya mereka yang berjumlah 700 orang itu, tidak ada satupun yang mau meninggalkan Israel, dan mereka memilih tinggal di penjara-penjara Israel, sebagai bentuk kecintaan dan solidaritas terhadap rakyat Palestina, mungkin situasi politik secara regional akan menjadi lain. Bahkan, 700 orang itu menyatakan diri bersedia menjadi ‘martyr’ bagi rakyat Gaza, sebagai bentuk moral ‘obligasi’ (janji) mereka terhadap rakyat Palestina di Gaza. Mereka benar-benar dengan tulus dengan segala pengorbanan yang mereka miliki, termasuk nyawa mereka, demi sebuah perjuangan untuk membebaskan rakyat Palestina yang ada di Gaza.
Seandainya mereka yang 700 orang itu tetap menolak di deportasi dan mereka memilih berada di penjara-penjara Israel, dan seandinya mereka tewas, itu akan menjadi sebuah kisah yang sangat penting, dan akan memberikan sebuah dorongan yang luar biasa bagi setiap orang, khususnya yang memiliki rasa kemanusiaan untuk membebaskan bangsa Palestina.
Seandainya para relawan dan aktivis yang jumlah 700 orang itu tidak meninggalkan Israel, dan tetap berada di penjara-penjara Israel, pasti tekanan terhadap Israel akan semakin keras, dan melahirkan solidaritas di seluruh dunia. 700 orang aktivis itu menjadi dorongan bagi ketegangan diplomatik, dan semakin menyatukan negara-negara di seluruh dunia dalam menghadapi Israel.
Tetapi pilihan yang dilakukan para aktivis itu justru memilih pulang ke negaranya masing-maisng, dan disambut seperti pahlawan. Padahal, mereka sesungguhnya belum apa-apa yang mereka lakukan, khususnya bagi rakyat Palestina yang ada di Gaza. Misi kemanusiaan yang mereka jalankan sebenarnya gagal total, dan hanya menguntungkan Israel, tanpa dapat membebaskan rakyat Palestina di Gaza dari blokade.
Sungguh suatu ironi yang sangat menyedihkan para relawan dan aktivis pulang ke negaranya, sementara itu rakyat Palestina tetap dalam kondisi terjajah dan diblokade, tanpa ada sebuah langkah yang dapat membebaskan mereka.
Mungkinkah para relawan dan aktivis puas dengan penyambutan yang gegap gempita di negaranya? Sementara itu, saudaranya di Palestina dijajah, dihinakan dan diblokade Israel? Seharusnya mereka lebih memilih dipenjara Israel. Sebagai bentuk solidaritas. Wallahu’alam.