Mengapa Melarang Burqa dan Niqab?

Komite Parlemen Belgia, Rabu (31/3), dengan suara bulat menyetujui rancangan undang-undang (RUU) mengenai larangan penggunaan burqa dan niqab di ruang publik. “Ini adalah sebuah sinyal yang sangat kuat yang dikirimkan kepada kelompok garis keras Islam”, ucap Wakil Ketua Kelompok Liberal Denis Ducarne di Brussels.

Sebelumnya, Perancis, Inggris dan Belanda melarang penggunaan jilbab di sekolah-sekolah dan kantor pemerintah. Langkah beberapa negara Eropa yang melarang penggunaan jilbab, niqab (penutup wajah), dan burqa, karena lebih mereka tidak memahami esensi ajaran Islam.

Di dalam Islam lebih mengutamakan tindakan yang sifatnya pencegahan (preventif), sebelum tindakan yang sebenarnya terjadi. Jilbab, niqab, dan burqa, bukan simbol Islam garis keras. Tetapi, sesungguhnya langkah preventif bagi muslimah untuk menjaga dan melindungi diri mereka dari fitnah, dan tindak kejahatan.

Perbuatan dosa besar (faqisah) manusia, tak lain, berawal dari mata, yang memandang perempuan yang bukan menjadi muhrimnya. Karena segala kejahatan itu, bermula dari mata, yang diteruskan ke hati, pikiran, dan kemudian mendorong manusia bertindak. Mata dapat mendorong lahirnya syahwat birahi, yang tidak terkendali, bagi seseorang. Mata yang tidak terjaga dengan iman, yang kuat, hanya melahirkan nafsu durjana, yang menyebabkan manusia berubah menjadi binatang, sekalipun manusia masih berstatus sebagai manusia.

Misalnya, bandingkan seandainya di kota-kota di Perancis, Inggris, Belanda, atau mungkin di Jakarta, di kantor-kantor dan tempat-tempat umum (publik), dibolehkan dan dibiarkan para wanita, yang bekerja di kantor-kantor dan tempat umum, hanya menggunakan ‘bikini’ dan ‘bra’, lalu bagaimana dampaknya? Setiap laki-laki melihat tubuh-tubuh mereka, dan bagian-bagian tubuh lainnya, yang dapat menimbulkan nafsu syahwat yang tidak terkendali. Wanita memiliki yang disebut dengan ‘sex appeal’, yang dapat mempengaruhi birahi laki-laki. Lebih jauh, suara wanita saja, juga dapat menimbulkan nafsu syahwat.

Maka, Islam selalu bertindak preventif, mencegah segala bentuk perbuatan fasad (kerusakan), yang mungkin akan timbul. Dengan cara-cara mendahului dari perbuatan dosa besar, yang bakal timbul, diakibatkan interaksi manusia melalui mata, dan indera lainnya.

Sekarang di Jakarta, banyak wanita yang menggunakan pakian, yang sangat ‘sederhana’, mereka bekerja di kantor-kantor, perusahaan-perusahaan, pergi ke mall-mall, dan jalan-jalan, kenderaan, semuanya membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan. Di mana semakin rusaknya kehidupan moralitas, dan banyak kejahatan yang luas, yang diakibatkan dari soal pakian.

Berapa banyak wanita yang sudah jatuh dalam perselingkuhan dan perzinahan? Berapa banyak anak-anak muda, yang sekarang sudah melakukan hubungan sek, dan mereka belum diikat dengan tali pernikahan. Kehancuran kehidupan remaja, dan terutama kalangan wanita, terus berjalan. Seakan sudah tidak ada lagi ‘barier’ (hambatan), dan mereka bertindak sesuka hatinya. Apalagi dengan gaya hidup mereka, yang dengan pakaian mereka yang menggunakan mode-mode perancang, yang tidak menutup aurat mereka. Budaya ‘open’ yang ditawarkan Barat bagi wanita, hanyalah menjadikan wanita sebagai ‘budak’, dan menjadikan wanita sebagai ‘sampah’ zaman. Tidak akan ada yang dapat dibanggakan dan dinikmati dengan kehidupan yang serba bebas, dan membiarkan tubuh-tubuh mereka menjadi bahan tontotan setiap laki-laki yang bukan memiliki hak bagi tubuh mereka.

Burqa dan niqab melindungi wanita dari setiap orang yang bukan menjadi muhrim mereka. Tidak ada yang berhak melihat bagian-bagian tubuh mereka, selain muhrim mereka sendiri. Inilah sebuah kemuliaan. Betapa seandainya sebuah negeri, di mana wanita menggunakan burqa dan niqab, sehingga tubuh-tubuh mereka terjaga dan terlindungi, dan tidak ada siapapun, yang bukan menjadi muhrim mereka dapat melihatnya.

Apabila para wanita menggunakan burqa dan niqab, pasti akan menyebabkan kehidupan lebih bersih. Tidak akan mungkin mata laki-laki dapat melihat tubuh, dan bagian tubuh wanita. Sehingga, mata, hati dan pikiran setiap laki-laki menjadi bersih, dan terbebas dari dosa besar. Tidak akan ada kerusakan yang ditimbulkan dari ‘zina’ mata oleh para lelaki, dan para lelaki akan mendapatkan ketenangan dengan wanita, yang selalu menjaga dirinya dengan cara berpakaian yang Islami.

Pernah seorang shahabiyah (shahabat),yang bersama dengan isterinya melakukan perjalanan dari Taif ke Madinah dengan menggunakan onta. Isterinya shahabat itu, yang duduk diatas ontanya, sampai ke kota Madinah.

Apa yang dikerjakan shahabat itu? Tidak lain shahabat itu, lantas menyembelih ontanya. Ia tidak ingin onta yang ditunggangi isterinya digunakan oleh orang lain. Begitulah rasa cemburunya seorang shahabat. Sedangkan laki-laki yang tidak lagi mempunyai rasa cemburu disebut dengan ‘dayyus’.

Bagaimana dengan seorang laki yang mempunyai isteri yang menggunakan pakaian dengan tidak menutup aurat, dan berpakaian asal-asalan? Di kantor, di kendaraan, di jalan-jalan, yang menjadi perhatian laki-laki lainnya. Apalagi, sampai terlibat dalam ‘affairs’ (perselingkuhan) dengan teman kerjanya, karena akibat pakaiannya yang menimbulkan syahwat, dan sekarang ini sudah menjadi hal yang lumrah?

Apalagi dalam kehidupan modern sekarang, yang ditunjang dengan adanya alat komunikasi yang lebih canggih, hp, fb, webcam, dan lainnya, membuka peluang yang lebih luas, wanita berkomunikasi dengan siapa saja.

Masihkah apriori dengan burqa dan niqab, yang sekarang dihujat dan dimusuhi, dan dianggap sebagai simbol Islam garis keras? Wallahu’alam.