Di bulan Ramadhan ini, Umat Islam mendapatkan ‘hadiah’ dari polisi, hadiahnya berupa ‘diawasi’. Mengapa kegiatan dakwah harus diawasi? Adakah kegiatan para da’i di masjid-masjid, mushola-mushola, dan majelis taklim sudah menjadi ancaman terhadap negara? Apakah nilia-nilai Islam yang disampaikan oleh para da’i, mubaligh, dan kathib, sudah ada indikasi akan menimbulkan instabilitas dan bahaya yang sifatnya laten bagi negara?
Hal ini bersamaan dengan pernyataan Mabes Polri, 21 Agustus lalu, yang memerintahkan polisi di daerah meningkatkan upaya pencegahan terorisme, antara lain dengan mengawasi ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan dakwah. Jika dalam materi dakwah ditemukan ajakan bersifat provokatif dan melanggar hukum, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Nanan Soekarna, mengatakan aparat akan mengambil langkah tegas.
Para da’i, mubaligh, dan kathib, selamanya yang disampaikan bersifat nilai-nilai, yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prinsip nilai-nilai dalam Islam, yang akan menjadi missi kehidupan setiap muslim, tak lain menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Dan, para pengemban dakwah (da’i, mubaligh, dan khatib), tidak akan keluar dari koridor itu.
Mereka akan berusaha menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam, agar setiap muslim, selalu komitment malaksanakan kehidupannya dengan menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Mengajak umat agar selalu bekerjasama dalam kebaikan dan taqwa (taawanu alal birri wattaqwa), dan tidak melakukan kerjasama untuk dosa dan permusuhan (wa laa taawanu alal ismi wal udwan). Esensi dakwah inilah yang akan selalu disampaikan oleh mereka. Karena, prinsip-prinsip inilah yang akan menjaga berlangsungnya kehidupan manusia.
Persoalannya,kebijakan polisi, yang ingin mengawasi dakwah ini, akan memberikan pembenaran, secara keseluruhan,bahwa para da’i, mubaligh, dan kathib terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dianggap membabayakan keamanan negara. Tentu, semuanya memerlukan bukti-bukti dan fakta-fakta,yang sifatnya transparan dan jujur, bukan semata-mata yang sifatnya insuniasi.
Karena, masalah dakwah yang dikaitkan dengan aktivitas terorisme itu, dampaknya akan menimbulkan disentregrasi antara umat Islam dengan pemerintah. Karena, fihak aparat pemerintah (polisi) telah menempatkan para da’i, mubaligh, dan khatib secara tidak langsung sebagai ancaman keamanan.
Tentu, yang paling penting, seharusnya pemerintah mencari akar lahirnya terorisme. Terorisme bukan hanya tiba-tiba muncul, tanpa ada yang melatarbelakanginya. Mengapa mereka sampai melakukan tindakan yang sifatnya eksesif (berlebihan), dan dianggap melawan kemanusiaan? Dan, sesungguhnya apa yang melatarbelakanginya, sampai mereka bertindak melakukan kegiatan terror?
Kalau disimpulkan, mereka yang melakukan kegiatan terorisme itu, hanyalah merespon atas kekejaman fihak lainnya,yang lebih kejam dan biadab. Seperti yang dilakukan oleh AS terhadap Iraq, Afghanistan, Pakistan, Palestina, Somalia, dan dengan menggunakan kekuatan militernya menghancurkan rakyat di negeri-negeri muslim, tanpa batas. Tapi, tidak ada satupun fihak yang mempersoalkannya, dan menanyakan atas dasar apa, sesungguhnya AS melakukan tindakan itu?
Sangat tidak sebanding dengan apa yang dilakukan para teroris dengan kejahatan yang dilakukan AS terhadap dunia Islam.Maka, seharusnya yang harus dihilangkan, sumber munculnya terorisme itu, dan tak lain harus ada langkah-langkah menghentikan tindakan AS yang sifatnya unilateral (sepihak) melakukan kampanye perang melawan terorisme. Karena, tindakan AS itulah yang akan terus menerus menimbulkan bencana bagi kemanusiaan.
Semuanya kejahatan AS itu, dapat dilihat secara telanjang. Tapi, anehnya semua tindakan yang dilalukan AS itu sebagai tindakan yang syah dan benar. “Kami semua akan menjadi Taliban, kalau AS terus membunuhi rakyat Afghanistan”, ucap seorang penduduk di Helmand.
Klaim yang menghancurkan gedung WTC, pada tanggal 11 September 2001, sampai sekarang tidak dapat dibuktikan, bahwa itu tindakan teroris, yang didalangi Osama bin Laden. Semuanya, hanyalah asumsi dan stigma yang sudah ditempelkan kepada mereka yang dicap sebagai teroris, tapi tidak pernah dibuktikan dengan fakta-fakta,yang nyata dan dapat diuji kebenaran. Tapi, umat Islam sudah menjadi korban kampanye melalui media, sebagai teroris. Maka, hakekatnya yang sekarang dikumandangkan oleh Barat (AS), yang disebut, ‘War on Terorism’ itu, tak lain adalah ‘War on Islam’.
Islam, hakekatnya agama yang memberikan rahmat bagi sekalian alam. Tapi, tentu Islam sebagai prinsip dan nilai-nilai yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala, tidak akan pernah membiarkan kemungkaran itu menguasai kehidupan umat.
Mereka yang masih ingin melaksanakan misi kehidupannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah akan selalu berusaha menegakkan misi yang dipikulnya, yaitu menegakkan yang ma’ruf dan mencegah segala yang mungkar, karena itu berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Wallahu’alam.