Peringatan seratus tahun Persyarikatan Muhammadiyah, berlangsung dengan cukup semarak dan meriah, serta penuh dengan hikmat, meskipun acaranya tidak disebuah hotel yang mewah. Acara itu dihadiri ribuan anggota, simpatisan dan pengurus. Persyarikatan Muhammadiyah tetap menampakkan geliatnya di tengah-tengah kehidupan modern. Mereka tetap memegang kemitment untuk menegakkan nilai-nilai Islam.
Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan sejak tahun 1912 oleh KH.Ahmad Dahlan di Yogyakarta, sebuah gerakan tajdid, yang mengembalikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan umat. KH.Ahmad Dahlan, yang pernah belajar di Timur Tengah, dan banyak di pegnaruhi oleh pemikiran Rashid Ridho, dan mengembangkan gerakan yang orientasinya dalam rangka memberantas penyakit, yang paling merusak kehidupan yaitu, takhayul, bid’ah, dan khurafat.
Gerakan yang berdiri di Yogyakarta, seratus tahun yang lalu, sekarang telah menjadi sebuah gerakan yang paling luas pengaruhnya dalam kehidupan sosial di Indonesia. Gerakan ini memiliki ribuan sekolah dan perguruan tinggi, yang mulai dari Sabang hingga Merauke. Dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Asset yang dimilki baik secara pisik maupun sumber daya manusianya, sudah tidak terhitung, dan menyebar ke berbagai sektor kehidupan.
Namun, gerakan ini sekarang berada dipersimpangan jalan “in the cross road”, di mana berbagai tarikan kepentingan terus menggerogotinya. Mulai dari kepentingan politik, sampai yang mengarah kepada ideologis. Seperti, penetrasi kelompok sekuler (liberal), terus berusaha menjadikan Persyarikatan Muhammadiyah ini menjadi sarana untuk membangun sebuah gerakan yang berorientasi kepada kedupan sekuler dan pluralis. Muhammadiyah akan dijadikan ajang dan tempat sosialiasi paham sekuler dan liberal.
Jika KH.Ahmad Dahlan ingin mengembalikan bangsa Indonesia kembali ke ajaran tauhid, dan hanya mengimani dan tunduk kepada Allah Ta’ala, tetapi sekarang ini ada kecenderungan bukan menjadikan Persyarikatan Muhammadiyah menjadi sarana memberantas TBC (takhayul, bid’ah, dan churafat), tetapi justru akan dijadikan alat oleh para pendukung kaum sekuler dan liberal, dan mendakwahkan paham-paham pluralis mereka.
Disisi lainnya, tarikan kepentingan politik, yang kuat semakin terasa, yang menginginkan Muhammadiyah menjadi alat politik, partai tertentu. Semuanya ini akan melemahkan gerakan Persyarikatan Muhammadiyah itu sendiri. Ada usaha-usaha yang menginginkan agar tokoh yang populer di Muhammadiyah, dan memiliki pengaruh yang kuat, disingkirkan dengan gerakan yang disebut dengan ‘ABD’ (Asal Bukan Din). Karena, menjelang pemilihan presiden 2009 yang lalu, ia mendukung Jusuf Kalla, bersama dengan KH.Hasyim Muzadi, beserta ormas Islam lainnya. NU, yang sekarang di pimpin oleh Said Agil Siraj, konon sudah lebih dekat dengan ‘Cikeas’. Dan, tidak ada lagi pengaruh dari KH.Hasyim Muzadi.
Apakah nasib Persyarikatan Muhammadiyah, yang hari ini akan melakukan pemilihan ketuanya akan mengalami nasib yang sama, seperti yang dialami NU, di mana akan muncul, tokoh baru, yang lebih dengan ‘Cikeas’? Semua kemungkinan dapat terjadi, mengingat Persyarikatan Muhammadiyah, yang memiliki pengaruh luas di masyarakat, sebagai sebuah gerakan dakwah, siapapun mempunyai kepentingan dengan Muhammadiyah.
Masa depan gerakan Islam di Indonesia selalu menjadi objek dari kekuasaan, dan selalu terjadi serta terus berlangsung. Tentu, yang sangat menentukan adalah pemimpinnya, dan bagaimana mensikapi berbagai tarikan kepentingan dari berbagi fihak.
Muhammadiyah pernah menjadi ‘stempel’ di zaman Soekarno melalui seorang tokohnya, yang bernama Mulyadi Djojomartono. Untuk kepentingan politik Soekarno, yang memang memerlukan ‘stempel’ dari kalangan Islam, bahkan Muhammadiyah memberikan gelar kepada Soekarno sebagai ‘waliul amri’. Di zaman Soeharto, tak lepas dari tarikan politik, dan kepentingan penguasa,misalnya melalui tokohnya SH Mintareja. Semuanya memerlukan legitimasi dari Muhammadiyah,sebagai sebuah persyarikatan yang mempunyai pegngaruh di masyarakat.
Ada tiga tarikan yang paling dominan terhadap Muhammadiyah, yaitu tarikan dari kekuasaan, tarikan dari partai politik, dan tarikan dari kelompok sekuler dan liberal. Siapa yang bakal memenangkan pertarungan dalam memperebutkan Muhammadiyah nanti?
Seharusnya Muhammadiyah tetap menjalankan misinya seperti yang sudah ditetapkan oleh pendirinya yaitu KH.Ahmad Dahlan, mengembalikan nilai-nilai tauhid dalam kehidupan umat, serasa terus melakukan pemberantasan bahaya laten yaitu penyakit ‘TBC’ (tahayul, bid’ad, dan churafat).
Menghindari tarikan kepentingan kekuasaan, partai politik, dan kaum liberal, yang terus mengancam mereka. Sebab, jika Muhammadiyah masuk ke dalam salah tarikan itu, maka gerakan persyarikatan itu, pasti akan kehilangan pengaruhnya. Wallahu’alam.