Mahmud Abbas pun yang dianggap sangat moderat, dan memiliki relasi yang sangat baik dengan pemerintahan Benyamin Netanyahu, akhirnya membatalkan perundingan langsung dengan Israel. Perundingan yang difasilitasi oleh Presiden Barack Obama, akhirnya tak mampu memecahkan konflik di Timur Tengah melalui jalan perundingan.
Pertemuan yang berlangsung di Washington, segitiga, antara Mahmud Abbas, Netanyahu, dan Obama, akhirnya menemui jalan buntu. Kemudian, Abbas memilih membatalkan perundingan.
Dari mula, tidak ada yang merasa optimis dengan perundingan, karena tidak ada yang akan didapatkkan dari perundingan oleh fihak Palestina dari Israel. Perundingan langsung itu, hanyalah ‘buying time’, yang dilakukan pemerintah Netanyahu, khususnya menghadapi tekanan Washington, dan masyarakat internasional. Obama ingin berusaha menciptakan Timur-Tengah yang stabil, dan mendapatkan simpati kalangan Arab.
Sehingga, Washington di era pemerintahan Obama mendorong perundingan, dan bahkan menunjuk George Mitchel, yang mewakili pemerintah AS mendorong perundingan, dan melakukan dialog dengan fihak-fihak yang terlibat konflik.
Masalah yang paling mendasar adalah sikap pemerintah Israel, yang sekarang ini dikusai oleh kelompok Ortodok – Ultra Kanan, yang dipimpin Benyamin Netanyahu dari Parti Likud dan Avigdor Lieberman, dari Partai Israeli Beitani, yang menolak setiap perundingan dengan memberikan konsesi apapun terhadap Palestina. Bahkan, di tengah-tengah berlangsungnya perundingan, Lieberman yang menjadi Menlu Israel, mengeluarkan pernyataan, yang sangat keras, menyatakan agar orang-orang Arab dikeluarkan dari wilayah-wilayah yang diduduki Israel.
Israel juga tidak menggubris permintaan Washington agar melakukan moratorium (penghentian) pembangunan pemukiman baru di wilayah-wilayah yang sekarang menjadi sengketa, termasuk Jeruselam Timur dan Tepi Barat, di mana Israel terus melangsungkan pembangunan pemukiman Yahudi, dan tidak mau bergeser sedikitpun sikapnya. Dalam hal ini, Israel tetap melangsungkan pembangunan pemukiman Yahudi di kedua wilayah, yang sekarang ini diduduki sejak perang tahun 1967. “Pembangunan pemukiman Yahudi di Jerusalem Timur dan Tepi Barat itu, sama dengan pembangunan pemukiman Yahudi di Tel Aviv dan tempat lainnya di Israel”, ujar Netanyahu.
Dibagian lain, Obama tidak mampu mendesakkan keinginan untuk mencapai kesepakatan dengan Israel, khususnya tentang moratorium pembangunan pemukiman Yahudi. Obama sudah tersudut dengan opini yang dibuat oleh media-media di AS dan Eropa, yang terus menyudutkan dirinya bahwa ia seorang mulsim. Obama menjadi korban kampanya media yang sudah dikendalikan jaringan Yahudi. Bahkan, koran di Israel seperti Jerusalem Post membuat polling, yang menggambarkan bahwa mayoritas rakyat di Israel menyakini Obama itu, seorang muslim. Publik di Israel juga tidk percaya bahwa Obama itu berpihak kepada Israel. Dengan opini yang terus menyudutkan Obama itu, maka langkah-langkah politik yang dilakukan oleh Obama itu, akhirnya mati suri.
Tentu yang paling mendasar sikap Gedung Putih, yang tidak mungkin akan berubah terhadap Israel, dan hal itu sudah berulangkali diucapkan oleh Barack Obama dan Joe Biden, yang menegaskan bahwa prioritas kebijakan luar negeri AS itu, jaminan keamanan Israe. Jadi tidak mungkin langkah-langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah Obama itu, hakekatnya akan merugikan Israel. Apalagi, tekanan-tekanan yang dilakukan lobbi Yahudi di AS sangat lah keras terhadap Obama. Ini semua mengakhiri prakarsa perdamaian di Timur-Tengah.
Harapan akan ada penyelesaian damai di Timur Tengah itu hanya akan menjadi harapan yang hampa. Duet pemerintahan Ortodok-Ultra Kanan, antara Benyamin Netanyahu dengan Avigdor Lieberman, tidak akan mau membawa penyelesaian konflik Arab-Israel dengan sebuah konsesi. Sekecil apapun. Pembangunan dan perluasan pemukiman akan berjalan terus. Karena ini sudah menjadi tuntutan kaum Ultra Kanan, yang sekarang menjadi pilar pemerintahan Israel.
Jadi sejak zaman Yaser Arafat sampai Mahmud Abbas, pilihan melakukan perundingan itu, hanyalah membuang-buang waktu, yang tidak produktif bagi masa depan Palestina. Karena jelas-jelas pemerintahan Israel manapun, tidak akan memberikan konsesi politik apapun kepada rakyat Palestina. Wallahu’alam.