Setelah gelapnya kasus teror bom buku yang beberapa waktu lalu telah membuat heboh masyarakat Indonesia, kini muncul isu baru soal bahaya gerakan NII atau Negara Islam Indonesia. Baik bom buku maupun NII, dua-duanya mempunyai satu benang merah: Islam.
Isu teror bom buku menjadikan orang-orang yang dianggap anti Islam sebagai sasaran utama. Dan Ulil Absar Abdallah yang identik sebagai Jaringan Islam Liberal atau JIL di Indonesia diposisikan sebagai simbol utama. Judul buku yang dijadikan alat bom pun ikut-ikutan berwarna sama: Islam.
Saat itu, sempat ada kekhawatiran dari Tim Pembela Muslim bahwa orang-orang yang pernah terlibat dalam konflik Poso akan dijadikan ‘kambing hitam’. Walau konflik itu sudah berlalu sebelas tahun, kekhawatiran itu muncul karena beberapa pejabat keamanan mulai mensinyalir keterlibatan mereka.
Kini, setelah isu teror bom buku berlalu tanpa publik tahu siapa penjahat dan jagoannya, teror berikutnya sudah beredar. Pasca misteri penculikan Laila Febriani atau Lian, publik terus tergiring untuk menyorot sosok menakutkan yang bernama NII.
Padahal, sosok NII boleh jadi sudah menjadi barang usang yang sudah berganti ‘majikan’. Bukan rahasia lagi kalau sejak masa Orde Baru, NII kerap dijadikan alat oleh pihak intelijen yang ditokohi Ali Murtopo dan Beni Murdani untuk pengalihan isu atau sebagai anak tangga kenaikan jabatan.
Di sisi lain, kemunculan sosok menakutkan bernama NII setelah teror bom buku yang sudah membosankan, lebih efektif untuk meredam kalau tidak disebut menyetop laju Islamisasi generasi muda Islam. Kini, para orang tua dihantui sosok seram NII ketika anak-anak mereka mengikuti kajian keislaman di sekolah, kampus, atau tempat kerja mereka.
Sebagai pengalihan isu, kemunculan teror NII hampir bersamaan dengan beberapa isu nasional yang lumayan besar. Dan itu menyangkut pertaruhan kredibilitas pemerintahan saat ini.
Setidaknya, ada tiga isu nasional yang mestinya menjadi sorotan rakyat negeri ini. Pertama, kelambanan pemerintah dalam menyelamatkan dua puluhan warganya dalam penyanderaan perompak Somalia. Negara tidak berdaya menyelamatkan warganya dalam penyanderaan selama hampir satu bulan. Sekali lagi, satu bulan! Padahal di kasus yang sama, negara tetangga Malaysia mampu menyelamatkan warganya hanya dalam waktu hitungan jam saja.
Isu kedua adalah penolakan rakyat terhadap gedung baru DPR. Saat ini, isu tersebut akhirnya mempertanyakan kredibilitas pimpinan DPR yang dinakhodai Demokrat. Anehnya, Presiden Sby yang juga pembina Demokrat seperti tak berdaya menghadapi itu.
Dan isu ketiga adalah temuan Komisi Yudisial atau KY tentang kejanggalan putusan hakim dalam perkara mantan ketua KPK, Antasari Azhar. Di antara kejanggalan itu disebutkan bahwa majelis hakim mengabaikan kesaksian para ahli seputar kasus pembunuhan yang dituduhkan Antasari.
Tak lama lagi, tim kuasa hukum Antasari akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Dan peristiwa ini akan menjadi sorotan menarik tentang siapa sebenarnya di balik kasus Antasari Azhar. Karena publik sudah terlanjur curiga kalau Antasari dijerat kasus lantaran menangkap besan Presiden Sby, Aulia Pohan, dalam kasus tindak pidana korupsi di Bank Indonesia.