Jakarta yang lengang, ketika Idul Fitri, kembali sangat sibuk, padat, serta macet di mana-mana. Mereka juga meninggalkan sanak famili, yang mereka cintai, di kampung halamannya.
Jakarta tetap mempunyai daya tarik. Orang berbondong-bondong ke ibu kota. Tujuannya mencari kehidupan. Karena, di kampung halamannya, mereka sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Mereka mencoba mengadu nasib di Jakarta. Ingin mendapatkan pekerjaan. Mereka yang jauh dari Jakarta, migrasi ke ibukota, dan berharap mendapatkan kehidupan baru, yang lebih baik. Jakarta, bukan hanya menjadi ibukota negara, tapi juga menjadi pusat ekonomi.
Tak salah mereka pergi ke Jakarta. Dari tahun ke tahun mobilitas orang-orang ke Jakarta, terus meningkat. Tapi, banyak diantara mereka yang gagal, dan tersisih. Lalu, mereka mengalami hidup yang lebih pahit, dibanding waktu tinggal di kampung. Hanya, mereka yang sudah terlanjur ke Jakarta, sepertinya mereka malu, dan pantang, kembali ke kampung halamannya. Betapapun, sangat berat hidup yang mereka jalani.
Tahun ini yang mudik ke kampung halamannya puluhan juta orang. Mereka bertemu dengan sanak famili. Dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan. Tapi, tentu masih banyak diantaranya saudara kita yang bernasib malang. Mereka yang tak memiliki keluarga, dan sanak famili, merasa kesepian, bahkan ada yang melakukan bunuh diri, ketika usai sholat Idul Fitri di Masjid Istiqlal, Jakarta. Sangat ironis. Kesepian di tengah-tengah hiruk-pikuk, dan keramaian, tapi ia merasa sepi. Tak, mendapatkan kebahagiaan. Pilihannya, melakukan bunuh diri. Betapa, orang-orang yang bernasib malang, dan tidak mendapatkan kebahagiaan, di hari Idul Fitri ini.
Hari-hari mendatang, usai Idul Fitri, kita akan mendapatkan beban berat, khususnya dalam menjalani kehidupan. Kita akan mendapatkan dampak negatif, akibat krisis yang dialami Amerika. Negeri, yang selama ini dijuluki adi daya ini, sekarang menghadapi ‘sekarat’, ekonominya menghadapi resesi, yang mengarah ke depresi, seperti yang terjadi di tahun l930. Orang-orang mengantri makanan. Mereka berderet panjang. Akibat, mereka tak mampu lagi memenuhi hajat hidup. Ekonominya mandeg. Jutaan orang tak memiliki pekerjaan. Tak memiliki penghasilan. Mereka tak dapat makan. Mereka meminta makan negara. Itulah peristiwa yang terjadi di Amerika, antara tahun 1929-l930. Kini, peristiwa itu seperti terulang kembali. Amerika yang ambisius, usai perang Dunia Pertama, ekonominya ambruk.
Amerika, membiayai perang Iraq, perang melawan terorisme, anggaran dibiarkan terus defisit, neraca perdagangannya juga defisit, ditambah Presiden Bush, terus meningkatkan utangnya, yang jumlahnya mencapai lebih 14 trilyun dolar. Kondisi yang buruk ini terus berlangsung. Ditambah kehidupan rakyat Amerika, yang sudah menjadikan ‘riba’ sebagai aqidah mereka. Hidupnya sangat tergantung dengan kartu kredit. Sementara itu, mereka hidup dengan sangat boros, yang akhirnya menyebabkan kehancuran, yang sekarang mereka hadapi. Sayangnya, pemerintah Indonesia menjadikan Amerikan, yang ringkih itu, sebagai patron (bos) mereka.
Tentu, karena Indonesia menjadikan Amerika menjadi patronnya, pasti Indonesia akan mendapatkan dampak dari krisis yang terjadi di Amerika. Bisa dibayangkan, ketika bursa saham, di seluruh dunia anjlok, di Jakarta, Bursa Efek di Jakarta, ikut ambruk. Bahkan, sempat ditutup selama dua hari. Para pengamat ekonomi, sempat memberikan komentar, Bursa efek di Jakarta, diselamatkan oleh hari Sabtu dan Minggu. Bisa dibayangkan, bagaimana, jika krisis itu terjadi, sebelum hari Sabtu dan Minggu, dampaknya terhadap lembaga finansial, seperti lembaga-lembaga korporasi yang melakukan listing di Bursa Efek?
Berdasarkan pengalaman krisis yang terjadi di Amerika saat ini, seharusnya menyadarkan pemerintah agar lebih mandiri dalam mengelola ekonomi, dan termasuk dalam menentukan kebijakan politik. Tidak menjadikan negara tertentu, seperti Amerika sebagai patronnya. Pengalaman dengan peristiwa di Amerika, harus menyadarkan kita, bahwa sekuat apapun, Amerika pasti akan berakhir, kekuatan dan kekuasaannya.
Kini, rakyat mulai memikirkan dampak dari krisis yang terjadi di Amerika. Apakah, krisis yang terjadi di Amerika akan pula berdampak bagi kehidupan mereka? Jika, kebijakan ekonomi dan politik ini, terlalu bergantung kepada Amerika, pasti kita akan mengalami nasib, seperti yang sekarang dialami Amerika. Namun, kondisi ekonomi kita yang tidak sebesar Amerika, dampaknya pasti lebih akan terasa bagi rakyat kecil.
Sama, jika akibat krisis ini meluas, dan sektor finansial melakukan kebijakan pengetatan, yang akan menjadi korban adalah sektor riil, dan pasti tidak bergerak. Akibatnya, semua sektor usaha dan sektor industri akan berhenti. Dan, akan terjadi pengangguran massal. Daya beli masyarakat menurun drastis. Barang-barang tidak terjual. Aktifitas sektor ekonomi akan berhenti. Inilah keadaan yang menakutkan. Bagi siapa saja. Belum lagi, dalam kondisi seperti ini, menghadapi krisis ekonomi yang dahsyat, bangsa Indonesia berada dalam transisi, di mana bangsa ini akan menghadapi pemilu, yang akan memilih calon legislatif, dan presiden/wakil presiden.
Maka, dalam kondisi yang sangat kritis ini, marilah kita sikapi dengan sabar, tawakal, dan bermunajat, serta meningkat ibadah. Seperti berdisiplin dalam shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir, mengingat Allah Azza Wa Jalla, sehingga memiliki pegangan yang kokoh. Bahkan, kalau perlu seluruh umat Islam, melakukan shaum sunnah (hari Senin dan Kamis), sambil meningkatkan doa, agar dijauhkan dari malapetaka, yang mungkin akan menimpa kita. Usaha-usaha mencari solusi terhadap krisis yang ada sekarang ini harus menjadi prioritas utama. Dengan mengoptimalkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia. Krisis yang melanda Amerika sekarang, haruslah menyadari hakekat manusia itu adalah hamba yang dhaif. Siapapun adanya.
“Janganlah engkau bersedih dan merasa cemas, bila engkau adalah orang-orang yang beriman”. (al-Qur’an). Semoga rakyat Indonesia dan umat Islam dikuatkan hatinya dalam mengahadapi situasi krisis yang sedang terjadi. Dijauhkan dari sikap putus asa. Karena, Ketua Badan Dunia di Bidang Kesehatan, WHO, Margareth Chan, memperingatkan, akibat dari terjadi krisis ekonomi saat ini, kecenderungan melakukan bunuh diri, di seluruh dunia meningkat tajam. Semoga, umat Islam dapat bertahan, menghadapi situasi krisis yang ada sekarang. Wallahu’alam.