Korupsi Mengancam Eksistensi Bangsa

Perjuangan membebaskan bangsa Indonesia dari cengkeraman para koruptor, seakan mencapai titik nadir, bersamaan dengan ditahannya dua orang wakil ketua KPK, yaitu Chandra M.Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Dengan penahanan dua wakil ketua KPK itu, hanya menggambarkan kekuatan kaum koruptor, dan jaringannya telah mengalahkan kekuatan-kekuatan yang ingin membangun kehidupan yang bersih, dan  bebas dari bentuk-bentuk korupsi.

JIka bangsa Indonesia berhasil membebaskan dari penjajahan yang dilakukan Belanda dan Jepang, dan secara formal menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat, tapi memperjuangkan dan membebaskan Indonesia menjadi negeri yang bebas dari segala bentuk korupsi, seperti tak pernah berhasil. Kekuatan-kekuatan koruptor, selalu berhasil menghadapi kekuatan yang dengan idealisme ingin membangun kehidupan yang jauh dari segala bentuk perbuatan yang sudah menjadi kanker kehidupan bangsa itu.

Korupsi yang sudah mengakar dan masuk dalam sendi-sendi kehidupan, yang terepleksikan dalam pemerintahan Orde Baru, yang kemudian disebut sebagai pemerintahan yang sarat dengan budaya ‘Korupsi Kolusi dan Nepotisme’ (KKN). KKN itu seperti kekuatan raksasa yang tak pernah dapat dikalahkan oleh kekuatan-kekuatan masyarakat yang progresif, yang menginginkan adanya kehidupan yang bersih. Kekuatan kaum koruptor yang sifatnya sistemik itu, selalu dapat membalikkan keadaan, dan mengambil posisinya kembali dalam segala aspek kehidupan.

Pemerintahan yang sudah menyatakan komitment untuk memberantas korupsi dan membangun adanya ‘good governent’ tersungkur, dan kadangkala harus menerima kenyataan dengan adanya kekuatan kaum koruptor. Maka, pemberantasan yang mula-mula menjadi agenda utama, setiap pemerintahan baru, berujung dengan majal, dan akhirnya berkompromi dengan para koruptor, yang memiliki kekuatan ‘finansial’ dan juga jaringan politik yang kuat. Mereka menjadi kekuatan yang tak ‘tersentuh’ oleh siapapun. Sehingga, secara de facto, faktanya mereka menjadi penguasa yang sejati, yang dapat mendikte siapapun.

Pasca jatuhnya rezim Soearto, yang sudah berkuasa lebih dari tiga puluh tahun, dan rezim baru, yang disebut sebagai kekuatan baru, dan akan melaksanakan cita-cita ‘reformasi’ (reform), dan berhasil membuat produk undang-undang dalam bentuk Tap MPR No.XI/1998, adalah sebuah ketentuan yang akan memberikan payung hukum untuk melakukan pemberantasan korupsi (KKN). Tap MPR No.XI/1998 itu, adalah tentang ‘Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotimse. Tap MPR ini antara lain secara ekplisit menyebutkan agar dilakukan pemberantasan KKN secara tegas pada siapa saja, termasuk disebutkan terhadap mantan Presiden Soeharto’.

Tapi, sejak keluarnya Tap MPR No.XI/1998, mantan Presiden Soeharto, tak pernah tersentuh oleh hukum, sampai meninggalnya. Bahkan, dikakalangan masyarakat yang dulunya sebagai kekuatan reformis dan ikut menggulingkan pemerintahan yang penuh dengan KKN itu, ikut berbalik dan memberikan gelar kepada mantan Presiden Soeharto sebagai pahlawan dan guru bangsa. Maka, berbagai kemunduran dalam rangka penegakkan hukum dan pemberantasan KKN di Indonesia, saat ini dengan adanya penahanan Chandra M.Hamzah dan Bibit Samad Rianto seperti adanya ‘big bang’, bagi upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Rakyat yang mula-mula memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah pemerintah melakukan pemberantasan, sekarang menjadi ‘hope less’.

KPK mendapatkan dukungan masyarakat luas, di tengah-tengah melemahnya kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga penegak hukum. Meskipun, prestasi KPK yang sejak berdirinya, sampai sekarang belum berhasil membongkar kasus-kasus besar, seperti BLBI yang merugikan negara Rp 650 triliun, dan baru kasus-kasus ‘teri’, seperti kasus yang dialami sejumlah pejabat, anggota legislative, tapi sudah menimbulkan ketakutan yang luas.

Belakangan posisi KPK menjadi sangat membahayakan sejak mencuatnya kasus Bank Century, yang merugikan negara Rp 6,7 triliun, dan menjadi persoalan yang sangat pelik. Terutama kasus ini sudah berkaitan bukan hanya penegak hukum, tapi menyangkut masalah politik. Dikawatirkan kalau kasus Bank Century ini dibuka dengan terang akan menyebabkan terjadinya ‘Tsunami politik’, di mana Presdien SBY baru dilantik, dan kabinet baru dilantik, dan baru diumumkan, dan sedang membangun usaha-usaha perbaikan.

Adakah pilihan-pilihan yang diambil pemerintah nantinya berupa pilihan penegakkan hukum, atau mensiasati kasus ini, sampai kemudian hilang bersama perjalanan waktu. Wallahu’alam.