Untuk apa koalisi (musyarokah), kalau akhirnya hanya akan mengkerdilkan Islam, dan menjauhkan dari kemuliaan? Keterlibatan partai-partai Islam di dalam pemerintahan, yang menggunakan wasilah politik dengan cara koalisi, nyata-nyata telah gagal. Tidak berhasil mempengaruhi dan mengarahkan, serta memperbaiki pemerintahan yang lebih dekat dengan nilai-nilai Islam.
Tidak sepantasnya partai-partai Islam melakukan koalisi mendukung sebuah pemerintahan, melalui sebuah ‘trade of’ (barter) dengan kursi di kabinet, tanpa ada tujuan yang sungguh-sungguh, disertai komitment yang jelas, serta langkah-langkah nyata, yang tujuannya menuju negara seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallahu Alaihi Wa Salam, dan berada di bawah naungan nilai-nilai Al-Qur’an, serta senantiasa berlindung dan bertahkim (berhukum) hanya kepada hukum Allah Azza Wa Jalla.
Ulama dan pendiri Jamaah Ikhwan, Hasan Al-Banna, memberikan arahan dengan sangat jelas, bahwa setiap langkah yang dilakukan para aktivis Islam, yang terlibat dalam pemerintahan, harus menuju ke arah perbaikan negara. “Membenahi pemerintahan, sehingga menjadi pemerintahan yang benar-benar Islami, dan ia dapat melaksanakan tugasnya sebagai pelayan umat dan bekerja untuk kemaslahatan mereka. Pemerintahan Islam adalah pemerintah yang anggota-anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan oleh Islam, tidak melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, dan menerapkan hukum-hukum Islam serta ajara-ajarannya”, tegasnya.
Diantara ciri-cirinya, menurut Hasan Al-Banna, seperti, rasa tanggung jawab, kasih sayang kepada rakyat, adil terhadap semua orang, menjaga diri dalam menggunakan harta negara (tidak menggunakan untuk kepentingan pribadi), dan sangat ekonomis dalam penggunaannya, serta tidak boros.
Syarat itulah yang perlu dipenuhi sebuah pemerintahan di dalam sebuah negara, yang menginginkan mendapatkan keberhasilan. Tentu, partai-partai Islam, yang sudah terlibat dalam sebuah koalisi dengan sebuah pemerintahan, harus mendorong para pemimpin pemerintahan yang ada, memiliki komitment yang kuat, khususnya bagi penegakan keadilan, dan memperbaikki kehidupan rakyat, tidak membiarkan kemungkaran, dan penyelewengan berlangsung di dalam kehidupan.
Para aktivis Islam yang masuk dalam pemerintahan dan melakukan koalisi, harus mengarahkan pemerintahan yang menjadi mitra koalisinya untuk sedapat mungkin mencukupi kebutuhan dengan menggunakan dan mendayagunakan potensi-potensi yang dimiliki, tanpa harus melakukan utang. Dibagian lain, para aktivis Islam, yang masuk dalam pemerintahan harus dapat mendorong pemerintah yang ada untuk berlaku efesien, tidak boros, yang mengarahkan kepada kemubaziran. Inilah prinsip-prinsip yang harus ditegakkan.
Tetapi, bila para aktivis Islam sudah berkoalisi dengan pemerintah yang menganut sistem sekuler (la diniyah), dan memilikki posisi lemah, dan tidak mampu menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, serta memperbaiki sistem yang ada, dan bahkan ‘menggadaikan’ prinsip-prinsip (mabda’) yang dimilikinya demi sebuah kekuasaan, yang berwujud dalam jabatan menteri, maka ini akan sangat tidak bermafaat bagi aktivis Islam dan gerakannya. Langkah-langkah koalisi itu, hanyalah akan membuat gerakannya, yang menggunakan wasilah partai, ujungnya akan mengkerdilkan gerakan itu sendiri.
Hasan Al-Banna menegaskan secara asasiah (mendasar) sebuah gerakan Islam, dan para aktivisnya, tujuan jangka panjangnya, tak lain membangun sebuah sistem Islam. Bukan, justru para aktivis Islam, ikut mendukung dan melanggengkan sistem sekuler yang jahiliyah. Maka, bila gerakan Islam, dan para aktivisnya masih sangat lemah dan tidak signifikan secara politik (kualitatif dan kuantitatif), maka seharusnya tidak masuk dalam pemerintahan, dan melakukan ‘trade of’ dengan para penguasa. Tetapi, yang harus diutamakan adalah membangun kekuatan.
Tentu, yang lebih penting lagi, mendidik masyarakatnya (rakyatnya) yang masih banyak belum memahami tentang hakekat Islam. Inilah thoriqoh yang harus ditempuh. Tidak melakukan oportunisme dengan terlibat dalam pemerintahan, yang akhirnya hanya menjadi legitimasi bagi sistem dan pemerintahan sekuler. Sementara tujuan melakukan perbaikan terhadap kehidupan semakin jauh.
“Mengembalikan eksistensi kenegaraan bagi umat Islam, yaitu dengan memerdekaan negeri-negerinya, menghidupkan kembali kejayaannya, memadukan peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga itu semua dapat mengembalikan khilafah yang telah hilang, dan persatuan yang diidam-idamkan. Sedangkan kepeloporan dunia (ustadziyatul ‘Alam) dapat diraih dengan meneybarkan dakwah Islam ke selulruh dunia”, ujar Hasan Al-Banna.
Tetapi, hari ini kebanyakan para aktivis gerakan Islam, banyak yang tidak sabar, dan ingin cepat memetik hasil, dan mereguk kekuasaan. Akhirnya, banyak diantara mereka yang berguguran di jalan kekuasaan, dan gerakan mereka menjadi kerdil, dan akhirnya akan hilang ditelan zaman. Wallahu’alam.