Zonis Israel terus melakukan penghancuran bukan hanya terhadap Al-Aqsha, bangsa Palestina, tapi juga terhadap komunitas internasional. Mereka melakukan penghancuran dengan cara-cara yang sistematis, dan diberi legitimasi dengan ideology (keyakinan), yang sebenarnya sangat subjektif, berdasarka pengakuannya bahwa dirinya sebagai ‘bangsa pilihan Tuhan’.
Subjektif yang sifatnya absolute itu, yang mengakibatkan mereka menolak setiap eksistensi entitas yang ada di muka bumi. Mereka meyakini kalau bangsa Yahudi itu, adalah awal dan akhir dunia. Mereka adalah standar yang menjadi ukuran bagi kemajuan manusia dan kemundurannya.Mereka mengklaim bangsa Yahudi adalah kebenaran yang sempurna. Maka, entitas atau bangsa lainnya, mereka sebagai kelompok yang bathil, yang wajib dimusnahkan eksistensinya dari muka bumi, melaui sebuah proses rekayasa yang wajib dijalankan.
Karena, keberadaan entitas di luar golongan Yahudi itu, hanyalah akan menciptakan kehidupan yang ‘kotor’, dan ‘kekotoran’ itu harus dibersihkan dari muka bumi. Golongan diluar entitas Yahudi itu, yang disebut ‘goyyim’ (kafir), tak berhak memiliki hak hidup di muka bumi. Karena itu, Zionis-Israel, yang juga Yahudi itu, tak dapat mentolerir entitas-entitas lainnya, selain mereka. Kalau, masih eksis entitas lainnya, maka mereka harus menjadi budak, dan mengabdi kehidupan golongan Yahudi.
Dapat dimengerti mengapa Zionis-Israel, yang merupakan bentuk dari entitas politik Yahudi, di tanah Palestina itu, sudah berulangkali menghancurkan dengan melakukan pembunuhan massal ‘genosida’ terhadap rakyat Palestina, tak pernah sedikitpun merasa bersalah. Laporan Dewan HAM PBB, yang disampaikan di DK.PBB, dan sudah mendapatkan dukungan masyarakat internasional, hanya dipandang sebelah mata oleh Zionis-Israel. Pembunuhan massal terhadap orang-orang Palestina dan Arab, itu seperti suatu kemestian yang harus dijalankannya, yang bertujuan membersihkan ‘kekotoran’ di muka bumi ini.
Seperti yang sangat khas, diungkapkan oleh Jabontsky, seorang ideolog Israel, yang mengungkapkan dengan ungkapan yang khas : “Setiap orang lain selain kamu adalah dalam kesesatan, sementara kamu sendirilah yang paling benar”. Dengan pandangan dasar dari Jabontsky, yang menjadi pegangan di kalangan Yahudi itu, tindakan apapun dihalalkan yang bertujuan meniadakan entitas lainnya.
Tak heran lagi, bila para pemimpin Yahudi itu, membenarkan tindakan kriminal dan kejahatan kemanusia, yang sangat merusak kehidupan umat manusia. “Kami adalah sumber teroris yang menakutkan di setiap tempat. Orang-orang yang loyal terhadap agama-agama terbaring tidak berdaya, dan akan mengabdi kepada kita”. Tentu, yang dimaksudkan dengan agama-agama itu, tak lain, adalah entitas politik, yang memiliki ideology (agama), yang berbeda dengan mereka, dan mereka sebut kelompok ‘goyyim’, dan akan dibawah hegemoni mereka.
Ben Gurion, yang menjadi presiden pertama Israel, menyatakan, “Mereka adalah orang-orangyang kami suplai dengan senjata api, tugas mereka adalah membunuh, dan mencari gara-gara agar bisa membunuh”. Entitas Yahudi di mana saja, pasti akan menciptakan kekacauan, dan melakukan pembunuhan, sebagai bagian dari klaim kebenaran subjektif mereka yang sifatnya absolute. Maka, selama eksistensi dari entitas Yahudi, yang sekarang menguasai jaringan ekonomi, politik, dan militer, serta melakukan penetrasi dan infiltrasi terhadap pusat-pusat kekuasaan, kehidupan ini tak akan pernah aman. Kekacauan itu sendiri mempunyai relasi dengan pandangan yang sifatnya absolute, yaitu bangsa Yahudi itu, mengklaim sebagai bangsa pilihan Tuhan.
Al-Aqsha di Palestina yang setahap demi setahap dihancurkan, termasuk entitas Palestina dan Arab, yang diusir dan dimusnahkan, mempunyai latar belakang ideology subjektif dari mereka itu. Apakah masyarakat dunia akan membiarkan Zionis-Israel, yang berarti hanya menunggu kehancuran, dan hidup dibawah kekuasaan entitas politik Yahudi.
Mari bangkit bersama-sama menghadapi sebuah gerakan yang sangat subjektif, yang ingin menciptakan kekacauan permanen dimuka bumi ini, dan menghancurkan setiap eksistensi bangsa lainnya, yang dianggap sebagai kelompok ‘goyyim’. Wallahu’alam.