Presiden AS Barack Obama menyampaikan pidatonya yang ditujukan dunia Arab dan Timur Tengah, Kamis.
Ada beberapa substansi pidato Obama menyangkut masalah-masalah yang sekarang menjadi isu penting di dunia Arab dan Timur Tengah, seperti AS akan mereposisi kebijakannya, menyerukan semua rezim diktator meninggalkan kekuasaannya, solusi dua negara bagi konflik Palestina-Israel, dan secara eksplisit meminta Presiden Suriah Bashar al-Assad mengundurkan diri, dan membentuk pemerintahan transisi.
Barack Obama berupaya mereposisi dan warna kebijakan luar negeri AS terhadap dunia Arab dan Timur Tengah. Secara eksplisit menegaskan dan berjanji untuk mengubah kebijakan Gedung Putih yang selama ini mendukung dan berada di belakang rezim-rezim otoriter dan otokrat, sekarang AS mendukung sepenuhnya gerakan pro-demokrasi.
AS akan mengubah secara drastis kebijakannya di dunia Arab dan Timur Tengah, yang selama ini menjadi "back bone" tulang punggung dari rezim-rezim diktator yang telah banyak melakukan pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan melakukan kejahatan kemanusiaan, dan sekarang AS sekarang tegas-tegas berada di belakang gerakan pro-demokrasi. Selama beberapa dekade AS memberi dukungan kepada rezim-rezim otokratis, dan membiarkan rezim-rezim itu melakukan kejahatan kemanusiaan. AS menutup mata atas segala pelanggaran yang mereka lakukan terhadap rakyatnya.
Tetapi, sesudah dua kekuatan pilar AS di dunia Arab, yaitu Tunisia dan Mesir ambruk akibat gerakan rakyat melalui "revoluis", dan Obama menghadapi kritikan dari dalam pemerintahannya, Obama menjanjikan "babak baru" dalam diplomasi AS. Sekarang Obama menempatkan Washington pada posisi mendukung gerakan pro-demokrasi. Seperti yang sekarang terjadi di Mesir, Tunisia dan Libya, dan Suriah. Bahkan AS juga mengkritik sekutu utama, yang selama ini, AS menempatkan pangkalan militernya, dan menjadi pusat gerakan militer AS, yaitu Bahrain.
Sekali lagi Presiden Obama menegaskan perubahan menuju sebuah bentuk pendekatan baru di dunia Arab dan Timur Tengah, sekaligus AS ingin mencapai solusi terhadap status quo yang mandeg tentang solusi konflik Israel-Palestina, yang sebenarnya akibat sikap Israel, yang tidak mau mundur dari pendudukannya terhadap wilayah Arab.
Ketika malam hari, Barack Obama menerima kunjungan Perdana Menteri Israel, Binyamin Netanyahu, di Gedung Putih, justru Obama menunjukkan frustrasinya dengan tidak adanya kemajuan menuju perdamaian. Persoalan yang sangat mendasar persoalan Palestina, menyangkut tapal batas wilayah, dan hak kembali rakyat Palestina, pembebasan tahanan, dan status Jerusalem. Seperti tuntutan negara Arab yang mentuntut perbatasannya sebelum perang tahun 1967. Tetapi, Israel dengan sendirinya menolak. Obama, mengatakan, "Saya mimpi negara Yahudi yang demokratis, dan tidak dapat dipenuhi dengan pendudukan yang permanen," tegasnya
Substansi pidato Obama yang menyangkut masalah Palestina, tak ada yang baru, justru Obama menjadi corong para rabbi Yahudi dan lobbi Yahudi, seperti AIPAC, yang jelas-jelas Obama marah atas inisiatif dari pemerintahan Palestina, yang akan mengumumkan secara sepihak kemederdakaanya di bulan September nanti. Pemerintahan akan mengumumkan de facto kemerdekaannya di PBB, dan ini sebagai langkah simbolik secara politik.
Netanyahu mengatakan dia menghargai pesan perdamaian Obama. Namun menolak "dipertahankan" perbatasan tahun 1967. Pemimpin Zionis itu, menyatakan secara terang-terangan menolak pembagian kontrol keamanan. Israel ingin mengontrol seluruh wilayah Gaza dan Tepi Barat. "Tidak seharusnya negara Palestina didirikan dengan mengorbankan "Eksistensi Israel", ujar Netanyahu.
Perdamaian di dunia Arab dan Timur Tengah, selamanya tidak pernah akan terjadi, selama masih ada Israel, dan negara Zionis itu, tetap menjajah dan melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina.
Para pemimpin Barat, termasuk Presiden AS Barack Obama, tidak dalam posisi yang adil, jika sudah menyangkut masalah konflik Arab-Israel. Karena ini sudah menjadi sebuah aksiomatik, bahwa Barat dan AS selalu mendukung negara Zionis, karena kelahirannya negara Zionis-Israel itu, merupakan "buah karya" Barat dan AS. Tidak mungkin Obama akan mengingkarinya. Selamanya Barat dan AS akan tetap mjenjadi "back bone" dari rezim Zionis-Israel.
Dukungan kepada rezim-rezim baru yang merupakan produk dari gerakan pro-demokrasi, dan perubahan serta reorientasi kebijakan luar negeri AS, hanyalah AS ingin memposisikan diri mereka kembali, dan tetap mempunyai kontrol terhadap rezim-rezim yang baru muncul di dunia Arab dan Timur Tengah, sembari tetap mempertahankan rezim Zionis-Israel. Dengan demokrasi yang sekarang tumbuh di dunia Arab dan Timur Tengah akan mengurangi potensi ancaman keamanan bagi negara Zionis itu.
Mitt Romney, seorang tokoh konservatif AS, mengatakan bahwa Presiden Obama "telah dilemparkan Israel di bawah bus", ucapnya.
Betapa Obama yang menyampaikan pidato di Gedung Putih, hanyalah corongnya Israel, yang penuh dengan kemunafikan. Obama menawarkan solusi, dan tanpa solusi. Karena Obama dan AS serta Barat, tidak mengubah posisinya terhadap Israel. Obama, AS dan Barat, hanyalah pelayan Yahudi, yang sangat jahat. Wallahu’alam.