Sesudah kapal Mavi Marmara digiring kapal perang Israel, dan sekarang bersandar di pelabuhan Israel, Ashdod, serta para aktivis kemanusiaan dimasukkan ke dalam penjara Israel. Inilah sebuah episode perjuangan para aktivis yang sudah berani mengambil resiko, dan bahkan diantaranya telah menemui kematian.
Mereka menaiki kapal Mavi Marmara dengan sebuah niat. Niat tulus dengan kesadaran mendalam mereka, yang bertujuan ingin membuka blokade Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza. Satu-satunya niat yang ada dibenak mereka, hanyalah ingin melihat rakyat Palestina di Gaza bisa bebas, dan mendapatkan akses untuk kehidupan mereka.
Para aktivis dan relawan sangat sadar, pasti akan menghadapi resiko yang akan diterima dari rezim Zionis-Israel, yang bertujuan ingin membunuh 1,5 juta Palestina di Gaza, secara perlahan. Rezim Zionis-Israel yang sudah mengidap paranoid itu, tak akan memberikan kesempatan dan toleransi kepada siapapun memasuki wilayah Gaza. Rakyat Palestina di Gaza sudah dianggap menjadi ancaman laten bagi rezim Zionis. Entitas bangsa Palestina yang sudah dilemahkan dan nyaris sudah tak berdaya itu, harus punah.
Mereka yang sudah melakukan pilihan untuk pergi ke Gaza dengan kapal Mavi Marmara, sesungguhnya memiliki sebuah misi, yang sangat mulia, bagi siapa saja. Mereka hanya lah ingin menyelamatkan kemanusiaan, yang menghadapi ancaman kehancuran, akibat tindakan yang bersifat rasis, ideologis, yang penuh dengan prasangka.
Israel terus mengkampanyekan bahwa Hamas sebagai kelompok ideologis, yang lekat dengan teroris,dan mengusung teror, yang membawa kematian. Faktanya semua dibantah oleh episode perjalanan sejarah perjuangan rakyat Palestina, terutam di Gaza.
Rakyat Palestina di Gaza telah mengalami sebuah tranformasi perjuangan, yang terus bergerak dengan sangat alamiah. Satu-satunya yang tidak mau berkompromi dan berubah adalah sikapnya terhadap Israel. Di mana Hamas tidak mau mengakui keberadaan Israel. Karena sejatinya Israel adalah penjajah yang telah menganeksasi tanah-tanah rakyat Palestina.
Penjajahan dan aneksasi yang menjadi kebijakan rezim Zionis-Israel, tak pernah berhenti dan terus bertambah keras menghadapi rakyat Palestina. Setiap hari masyarakat dunia hanya mendapatkan suguhan berupa tontonan kematian demi kematian rakyat Palestina oleh pasukan Israel (IDF). Kematian itu seperti sudah menjadi kelaziman bagi rakyat Palestina.
Rezim Zionis-Israel juga mengusir dan merampas tanah-tanah rakyat Palestina, dan kemudian menjadi bangunan pemukiman Yahudi. Orang-orang Arab Palestina, banyak diantara mereka yang menjadi gelandangan, dan melarikan diri ke negara tentangganya menjadi pengungsi. Sungguh sangat menyedihkan.
Sejak Israel melakukan invasi militer ke Gaza Desember 2008, yang lalu, menyebabkan ribuan orang tewas, dan ribuan lainnya yang luka-luka, serta hancurnya sarana hidup di Gaza, dan masih menanggung blokade dan isolasi, sepertinya sudah tidak masuk akal, atau diluar kemampuan akal manusia.
Kehadiran para relawan internasional yang ingin masuk Gaza dan membebaskan dari blokade Israel, hanyalah sebuah ‘conmon sense’ (akal sehat), yang tidak mungkin membiarkan sebuah kebiadaban yang tidak beradab di muka bumi terus berlangsung. Kebetulan sekarang menimpa rakyat Palestina di Gaza. Tidak mungkin lagi membiarkan sebuah negara (Israel) memperlakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan atas warga Palestina berlangsung secara permanen.
Dosa apakah yang dilakukan oleh rakyat Palestina di Gaza, yang sekarang dibawah Hamas? Dosa apakah yang dilakukan oleh Hamas? Di mana rezim Zionis-Israel harus menghukum rakyat Palesttina secara kolektif? Kalau Hamas menyerang Israel, berapa korban yang tewas dan luka-luka di pihak Israel? Bandingkan dengan agresi Israel, yang berulang-ulang terhadap rakyat Palestina. Berapa banyak yang tewas? Berapa banyak pemimpin Palestina yang tewas di tangan penjajah Israel?
Berapa banyak rakyat Palestina tewas? Berapa banyak yang kehilangan sanak famili diantaranya mereka? Bagaimana penderitaaan mereka? Penderitaaan sejak Israel berdiri di tahun 1948. Sampai kini? Sudah tak terperikan lagi.
Bandingkan. Rakyat Afrika Selatan, yang pernah mengalami hidup dibawah sistem apartheid, dan sekarang mereka sudah menjadi bangsa yang berdaulat dan menikmati kebebasan. Sementara itu, rakyat Palestina terus menghadapi pengusiran, penangkapan, penculikan, pembunuhan dan perang, dan masih terus berlanjut.
Maka tidak layak para aktivis yang membawa misi kemanusiaan dengan kapal Mavi Marmara, bersedia di deportasi dan meninggalkan penjara Israel. Mereka harus memilih tetap tinggal di penjara Israel, sebagai bentuk moral obligasi (janji moral) mereka kepada rakyat Palestina di Gaza, yang sudah lebih lama menghadapi penderitaan.
Mereka seharusnya hanya akan keluar dari penjara Israel, kalau Israel sudah membuka blokade dan membebaskan rakyat Palestina dari sebuah penjajahan. Penderitaan rakyat Palestina sudah sangat panjang. Darah, air mata, serta kematian selalu menyertai mereka. Kesertaan para relawan kemanusiaan bersama rakyat Palestina di penjara-penjara Israel jauh lebih mulia, atau kematian sekalipun di tangan Israel.
Hanya kasadaran para aktivis kemanusiaan, dan niat yang tulus, dan tujuan yang memang ingin membebaskan rakyat Palestina, yang bakal menentukan sikap mereka untuk tetap bersama rakyat Palestina. Semoga. Wallahu’alam.