Makna ‘ibadah yang benar adalah ketundukkan secara total kepada Allah Subhanahu wata’ala, dan menolak tunduk kepada selain Allah Subhanahu wata’ala dalam segala bentuk urusan. Ini adalah makna menurut bahasa dan yang disebutkan secara tersurat oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam, ketika beliau menafsirkan firman Allah Subhanahu wata’ala.
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah ..” (alQur’an, at-Taubah : 31).
Maka, sesudah penafsiran Rasulullah Shallahu alaihi wasallam untuk suatu makna, maka tidak ada tempat lagi untuk orang berpendapat. Hakikat inilah yang sering ditegaskan oleh Sayyid Qutb dalam semua hal, dan kemudian menuliskan tentang hakekat agama ini, tabiatnya, serta manhaj pergerakannya.
Sekarang akan menemukan dalam kisah Hud ‘alaihis-salam secercah cahaya yang membatasi tema masalah, dan poros perseteruan yang dulu terjadi antara Hud ‘alaihis-salam dan kaumnya, antara Islam yang dibawanya dan jahiliyah yang diyakini kaumnya, dan yang membatasi apa yang menjadi perhatiannya,ketika Hud ‘alaihis-salam berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia ..”. (al-Qur’an, Hud, 50).
Hud ‘alaihis-salam sama sekali tidak bermaksudkan, “Hai kaumku, jangan mempersembahkan ritual-ritual peribadatan kepada selain Allah”, sebagaimana yang dibayangkan oleh orang-orang di mana, makna ‘ibadah mengalami reduksi pemahaman. Tetapi, Hud ‘alaihis-salam memaksudkan penolakan untuk tunduk dan taat kepada seorang thagut-thagut yang ada dalam semua urusan kehidupan.
Perbuatan menyekutukan Allah inilah yang mengakibatkan kaum Hud hanya layak untuk dibinasakan dan dilaknat di dunia dan akhirat. Jadi, bukan hanya diakibatkan karena mempersembahkan ritual-ritual peribadatan kepada selain Allah. Sebab, ini hanyalah satu bentuk dari banyak bentuk kemusyrikan yang hanya Hud ‘alaihis-salam datang untuk mengeluarkan mereka menuju ibadah kepada Allah semata, ketundukan total hanya kepada-Nyat semata.
Bila satu kaukm mendurhakai perintah-perintah Allah yang terwujud dalam syariat-syariat yang disampaikan kepada mereka melalui rasul-rasul Nya – agar mereka tidak tunduk kepada selain Allah – namun ternyata justru tunduk kepada thagut sebagai ganti tunduk kepada Allah, maka mereka benar-benar telah mengingkari ayat-ayat Tuhannya dan mendurhakai rasul-rasul Nya. Karena itu, mereka telah keluar dari Islam menuju kemusyrikan.
Islam menjadi asas modal awal kehidupan manusia memulai kehidupannya dimuka bumi, dan Islam pulalah yang dibawa turun leh Adam ‘alaihis-salam dari surga dan yang dijadikan pemandu ketika menjadi Khalifah di muka bumi. Manusia yang keluar dari Islam ke jahiliyah untuk mengembalikan mereka dari jahiliyah ke Islam.
Harga yang sangat mahal adalah upaya pembebasan seluruh kemanusiaan dari ketundukkan kepada manusia, dan usaha mengembalikan mereka pada ketundukkan kepada Allah semata dalam semua urusan dan keperluan, se rta dalam seluruh manhaj (methode) kehidupan mereka, baik untuk dunia maupun akhirat.
Tauhid uluhiyah (peribadatan), tauhid rububiyah (kepmilikan), tauhid qiwamah (kepemimpinan), tauhid hakimiyah (kekuasaan), tauhid mashdar syariah (sumber syariat), tauhid manhaj hayah (manhaj kehidupan), dan tauhid jihad (tujuan) yang menjadi tempat bermuaranya ketundukan manusia secara total.
Tauhid-tauhid inilah yang berhak menjadi dasar diutusnya rasul-rasul itu, dimobilisasinya seluruh jerih payah yang dimungkinkan, dan ditanggungnya semua jenis azab dan siksa sepanjang masa. Kehidupan manusia tidak akan baik, lurus, meningkat, atau menjadi kehidupan yang layak dengan manusia, kecuali dengan tauhid, tauhid yang pengaruhnya terhadap kehidupan manusia tidak punya batasan.
Saat sekarang inilah manusia akan diuji. Apakah ia hanya tunduk kepada Allah Ta’ala, atau sebaliknya manusia tunduk kepada manusia lainnya, yang notabene mereka sudah menjadi budak orang-orang kafir musyrik, yang hanya menjadikan kebathilan dan kemusyrikan sebagai manhaj hidupnya. Mengapa golongan Yahudi dan Nasharani dikutuk dan dihinakan kehidupan mereka oleh Allah Ta’ala, karena diantara mereka saling tolong-menolong dalam kebathilan. Dan, mereka selalu menolak al-haq (kebenaran) yang datangnya dari Alalh Ta’ala.
Manusia modern menjadikan manusia lainnya sebagai sesembahan mereka, dan menjadi tempat bergantung, meminta pertolongan, perlindungan, serta meminta rezeki. Padalah manusia makhluk yang lemah. Inilah pangkal akan terjadinya kehancuran yang akan dihadapi manusia modern. Dan, sekarang manusia berlomba-lomba menyembah dan mengagungkan serta mengikuti manusia lainnya, tanpa rasa malu dihadapan Sang Penciptanya. Wallahu’alam.