Di Indonesia ujung kekuasaan dan jabatan hanyalah kehidupan bui. Bukan kemuliaan di hadapan rakyat, apalagi dihadapan Tuhan. Dengan sistem demokrasi yang ada sekrang ini, ujung dari setiap kekuasaan dan jabatan, tak lain, bui. Sudah berapa pejabat dan anggota DPR yang masuk penjara?
Sirkulasi kekuasaan dan jabatan, selalu mempunyai relasi dengan uang. Karena itu, seperti sebuah lingkaran ‘iblis’, di mana uang menciptakan kekuasaan dan jabatan, selanjutnya kekuasaan dan jabatan dapat menghasilkan uang.Itulah jalanl menuju kekuasaan di Indonesia. Tidak ada yang gratis. Tidak ada rakyat yang dengan suka rela ber bondong-bondong datang ke kotak suara, dan memberikan suaranya memiilih calon penguasa atau pejabat yang tanpa ‘iming-iming’.
Orang yang sudah kesurupan dan maniak dengan kekuasaan, tak peduli dengan cara apapun berusaha ingin mendapatkannya. Biasanya bekerja sama dengan para pemiliki modal. Para pemilik modal menggelontorkan modalnya kepada sang calon penguasa, baik skala lokal maupun nasional. Selanjutnya, terjadi mutual-simbiosa antara penguasa /pejabat dengan para ;pemilik modal. Kolaborasi antara penguasa dan pejabat dengan pemilik modal itulah yang menyebabkan negara ini tergadai.
Kemudian, sesudah kekuasaan dan jabatan dapat diraihnya, langkah yang dilakukan para penguasa dan pejabat menyerahkan asset dan proyek-proyek pembangunan kepada sang pemiliki modal yang sudah mendanainyai. Tidak ada jalan lain kecuali menyerahkan asset dan proyek=proyek kepada para ‘cukong’, atau memberikan konsesi kepada para ‘cukung’ dalam bentuk izin-izin yang akan menghasilkan uang.
Seperti zaman Seoharto misalnya memberikan konsesi penebangan hutan dalam bentuk izin HPH. Hutan tropis Indonesia yang terbesar di dunia , kemudian habis tak bersisa, karena izin-izin penebangan hutan sudah semuanya diberikan kepada para ‘cuk0ng’. Belum lagi tambang-tambang mineral dan eneggi yang melimpah. Semuanya digadaikan kepada sang ‘cukong’ yang sudahmemberikan dukungan dana, ketika akan mengikuti prosesi pemilu atau sejenisnya , guna mendapatkan kekuasaan.
Mungkin ada cara lainnya, seperti melakukan penyeleewengan terhadap APBD, yang belakangan ini marak. Rata-rata korupsi APBD jumlahnya mencapai puluhan miliar, dan bahkan ada yang ratusan miliar. Karena itu, di era desentralisasi ini, tak juga membuat rakyat semakkin baik kehidupannya. Tetapi, yangjelas para penguasa dan pejabat hidupnya semakin makmur.
Mereka yang dahulunya miskin, dan tak memiliki apa-apa, sesudah menjadi penguasa dan pejabat , hidupnya menjadi sangat makmur. Mereka rata-rata seperti tukang sulap. Mahir menyulap diri mereka sendiri. Hanya dalam waktu sekejap mereka sudah berubah. Tak perlu waktu berlama-lama . Mereka sudah dapat menjadi ‘raja-‘ kecil yang bergelimangan dengan harta dan kemewahan. Hati nurani mereka menjadi tumpul dan bebal sesudah menjadi penguasa dan pejabat. Rasa pekanya tidak lagi muncul, walaupun melihat pemandangan kehidupan rakyatnya semakin memprihatinkan sehari-hari. Seakan tak ambil peduli.
Lihat sduah berapa gubernur, bupati, walikota, yang masuk bui? Berapa menteri yang sudah masuk bui? Berapa anggota DPR yang sudah masuk bui? Belum lama ini KPK menetapkan 26 anggota DPR dari PDIP, Golkar, PPP, dan TNI, yang menerima travel check dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur BI, Miranda Gulton, di mana berdasaskan catatan yang ada, jumlah uang yang digelontorkan melalui Nunur Nurbaiti, jumlahnya mencapai lebih Rp 20 miliar.
Negeri yang menjadikan ‘sogok dan suap’ seb agai ‘aqidah’ para penguasa dan pejabatnya. Sehingga, kehidupan negeri ini dijauhkan dari keberkahan. Pemilu legislatif tidak gratis. Pemilu presiden tidak gratis. Pemilu Gubernur tidak gratis. Pemuli Bupati tidak gratis. Pemilu Walikota tidak gratis. Semuanya menggunakan uang. Tidak ada yang dengan kesadaran politiknya rakyat memilih seorang pejabat atau penguasa. Tetapi semua dengan ‘sogok dan suap’ dengan skala yang berbeda.
Penguasa dan pejabat yang hanya mengandalkan dukungan ‘uang’ dari para pemilik modal, tak mungkin akan dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan memberantas korupsi. Karena kekuasaan dan jabatan mereka dapatkan juga didapatkan dengan cara ‘sogok dan suap’. Pemerintahan yang bersih hanyalah mimpi di siang bolong, dan menjad utopis.
Karena semua proses dan mekanisme dan mekanisme dalam menentukan dan pemilihan pemimpin yang akan memegang kekuasaan dan jabatan semua mekanisme menggunakan uang. Menjadi pegawai sipil saja, tak ada yang gratis, dan mengandalkan sistem rekrutmen yang terbuka dan karena merit sistem.
Hadist Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, yang berbunyi “Khairunnas yanfa’un linnas”, sebaik-baik manusia yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Sekarang, yang ada hanyalah orang yang jahat, dan melakukan kejahatan terhadap orang lain.
Kapan akan mengakhiri sebuah sirkulasi dalam lingkaran ‘iblis’, yang tak habis-habis ini, dan semuanya membuat sengsara kehidupan, yang tanpa batas? Wallahu’alam.