Sebuah entitas politik yang besar akan berpulang kepada individu-individu. Individu-individu menjadi struktur yang paling kecil dari sebuah entitas politik, yang bernama negara. Maka, jika diurut-urut, adanya individu, yang membentuk komunitas, bernama masyarakat, kemudian mereka membuat kontrak sosial, dan berwujud namanya negara. Hakekatnya, perilaku politik yang direpresentasikan dalam sebuah kebijakan negara, tak lain, merupakan refleksi dari karakter, orientasi dan kecenderungan dari individu-individu.
Sayyid Qutb rahimahumullah, ketika Jamaah Ikhwan menghadapi kesulitan luar biasa, antara tahun 1954 – 1962, dan berada di penjara militer ‘Liman Turoh’, ia berhasil memotret persoalan yang sangat mendasar yang dihadapi bangsa Mesir, kala itu.
Sayyid Qutb, berpikir, bagaimana mencegah kemandegan, harakah Islamiyah, sebagaimana harakah Ikhwanul Muslimin di Mesir, yang terus-menerus menghadapi ‘mihnah’ (cobaan), termasuk di masa pemerintahan Gamal Abdul Nasser. Di bagian lain, kaum Zionis dan Salibis, tidak menginginkan harakah ini tetap ada (eksis), dan keduanya dengan sekuat tenaga berusaha menghancurkannya.
Rencana-rencana itu, sangatlah jelas melalui dokumen-dokumen, buku-buku, ucapan-ucapan, tindakan dan skenario yang mereka susun. Tujuannya adalah melemahkan aqidah Islam, menghapus akhlak Islam, dan mencegah agar Islam tidak menjadi landasan hukum dan pemikiran. Dari semua itu, tujuannya adalah menghancurkan aqidah dan akhlak, dan dilanjutkan dengan merobohkan pilar-pilar (sendi-sendi) yang mendasar dalam masyarakat Islam.
Maka, melalui cara-cara yang mereka rancang itu, tentu akan sangat mudah menjalankan rencana mereka. Di bagian lain, dengan mandegnya harakah Ikhwan dan lumpuhnya seluruh aktivitas mereka, kaum Zionis-Salibis, berhasil dan melumpuhkan perlawanan dari kalangan Islam. Dan, tujuannya mereka akan berhasil menguasai Dunia Islam.
Sekarang, sangatlah gamblang kerusakan umat di seluruh lapisan. Kerusakan aqidah, akhlak, dan tashawur (konsep berpikir) mereka. Islam tidak lagi dipahami oleh masyarakat. Islam tidak lagi menjadi etika dalam kehidupan masyarakat. Islam tidak lagi menjadi pedoman masyarakat. Mereka kosong dari nilai-nilai Islam. Lalu, masyarakat Islam larut (talawutz) ke dalam kehidupan jahiliyah. Di mana-mana Islam tidak lagi menjadi ‘tayyar’ (arus) utama, dan yang nampak adalah arus jahiliyah, serta perbuatan-perubatan yang inhirof (menyimpang).
Masyarakat Islam atau kaum muslimin, berpedoman kepada ‘manhaj’ (methode) kaum jahiliyah, dan berperilaku seperti orang jahiliyah. Mereka tidak menjadikan Islam sebagai manhaj hidupnya. Gaya hidup mereka juga sudah seperti orang-orang jahiliyah. Itulah, yang disampaikan oleh Sayyid Qutb Rahimahumullah, tentang apa yang disebut oleh beliau sebagai bentuk jahiliyah modern.
Sayyid Qutb, mengumpamakan kondisi masyarakat sekarang ini, tak ubahnya seperti ketika pertama datangnya Islam. Masyarakat tidak mengenal hakekat aqidah Islam, jauhnya dari nilai-nilai moral Islam, dan bukan hanya sekadar jauh dari sistem dan syariah Islam. Dalam waktu yang bersamaan, kaum Zionis dan Salibis, melalui kekuatan yang dimilikinya, berusaha menghancurkan setiap kekuatan da’wah Islam, melalui tangan-tangan mereka, dan sistem kufur yang mereka bangun di setiap negara Islam.
Dibagian lain, menurut Sayyid Qutb, harakah-harakah Islam, larut dan sibuk dengan aktivitas-aktivias politik, dan mereka kehilangan keseimbangan, ketika mereka melakukan amal-amalnya. Mereka sibuk dengan isu-isu yang tidak penting, dan melakukan maneuver politik, yang menghabiskan energi dan potensi-potensi yang mereka miliki. Harakah Islam menjadi ranting ‘kering’, karena meninggalkan prinsip-prinsip (mabda’) Islami.
Bahkan, menurut tokoh yang mengakhiri hidupnya di tiang gantungan ini, para pemimpin partai sibuk berkerjasama dan bernegosiasi dengan musuh-musuh Islam. Selain itu, ada diantara mereka yang sibuk menyampaikan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah agar melaksanakan sistem Islam dan syariah Islam. Padahal, di sisi lain, masyarakat secara keseluruhan telah jauh dari pemahaman hakikat aqidah Islam, dan semangat memperjuangkannya, serta jauh dari akhlak Islam. Tidak mungkin mereka dapat diharapkan dapat menegakkan cita-cita Islam.
Sayyid Qutb memberikan solusi bagi masa depan pergerakan Islam, yang harus dijalaninya, yaitu harakah Islamiyah harus dimulai dari pondasinya (dasar), yaitu menghidupkan aqidah Islam, di dalam hati dan akal, serta mendidik (mentarbiyah) orang yang menerima Islam. Tidak lagi membuang-buang waktu dalam berbagai aktivitas politik yang sedang berlangsung.
Tidak melakukan upaya memaksakan sistem Islam dengan cara menguasai pemerintahan sebelum terbentuk pondasi Islam yang kokoh di tengah-tengah masyarakat – yang kemudian mereka yang nantinya menuntut sistem Islam. Ini akan lebih berumur panjang bagi sebuah kekuasaan Islam.
Itulah sebuah pemikiran Sayyid Qutb rahimahumullah, yang memahami kondisi Mesir, dan segala fitnah, ancaman, dan kekejaman yang dilakukan musuh-musuh Islam, kaum Zionis dan Salibis, dan harakah Ikhwan di Mesir, sampai sekarang tetap ada (eksis), dan bahkan berkembang di berbagai. Ikhwan mempunyai landasan dan pondasi yang kokoh di tengah-tengah masyarakat. Karena, benar-benar hidup bersama-sama dengan masyarakat,dan selalu memahami kehidupan masyarakat.
Sayyid Qutb tidak mengizinkan memaksakan sistem Islam pada sebuah pemerintahan dengan cara menguasai pemerintahan itu, tanpa memiliki sebuah landasan atau pondasi kokoh di tengah-tengah masyarakat. Inilah hakekat jalan untuk menuju sebuah kekuasaan.
Kembalilah kita mendidik masyarakat agar mereka memiliki aqidah yang benar, akhlak yang bersih, dan memiliki komitment (iltizam) kepada Islam yang kuat. Inilah hakekat jalan menuju kekuasaan yang sebenarnya. Wallahu ‘alam