Masih belum cukup, dan merasa masih belum ada komitment. Rezim Zionis-Israel merasa tetap kawatir dan terancam keamanannya. Padahal, Presiden Obama, berulang-ulang, mengemukakan sikapnya, bahwa keamanan Israel menjadi prioritas utama kebijakan AS. Israel tetap tidak percaya pernyataan Obama, dan menganggap pemimpin baru AS, itu bunglon.
Earl Cox, yang menjadi corong Israel bagi masyarakat internasional, dan pendiri dari ‘Israel Always’, sebagai organisasi yang melakukan pembelaan terhadap Israel, terang-terangan mengecam Presiden Barack Obama, yang menuduhnya sebagai bunglon. Cox sebagai orang yang mendukung Israel, sangat kecewa dengan Presiden Obama, dan menyatakan, 100 hari pertama pemerintahannya, Obama dinilai oleh Cox t elah membuat kesalahan. Selama 100 hari di Gedung Putih, Presiden Obama sudah menunjukkan warna ‘aslinya’, yang tidak memihak kepada Israel, ucap Cox.
Berulang-ulang Presiden Obama, menunjukkan komitmentnya terhadap Israel, dalam perbagai pertemuan dengan tokoh-tokoh Zionis Israel, seperti pertemuannya dengan Presiden Shimon Perez, Perdana Menteri Benyamin Netanyahu, dan kehadirannya dalam Konferensi Lobby Yahudi, AIPAC, di Washington, yang sangat jelas dukungan Obama kepada Israel.
Obama, sebelum terpilih menjadi presiden sudah mengunjungi Israel, dan dengan menggunakan topi khas Israel ‘kipa’, dan datang ke tembok ratapan, dan mengunjungi museum holocaust. Israel masih tetap tidak percaya. Kalangan pemimpin Yahudi, masih tetap menganggap Obama itu, musuh. “AS ingin melakukan konfrontasi dengan Israel”, ucap Netanyahu, yang menunjukkan nada kekecawaannya terhadap Obama.
Daftar dosa Presiden Barack Obama yang dicatat oleh Cox itu, diantaranya,yang dianggap sangat fundamental, yaitu pertemuan Presiden Barack Obama dengan Raja Arab Saudi, Abdullah, ketika berlangsung pertemuan G.20, di London. Presiden Obama berkunjung ke Timur Tengah, lagi-lagi berkunjung Arab Saudi, dan bertemu dengan Raja Abdullah. Di bandara King Abdul Aziz, Presiden Obama, disambut langsung oleh Raja Abdullah, dan seluruh pejabat pemerintahan Arab Saudi.
Pertemuan di Istana Riyad, Raja Abdullah, yang ikut hadhir Kepala Staf Gedung Putih, Rahm Emmanuel, berdiskusi tentang masa depan Timur Tengah, dan sepertinya Obama mengadopsi pemikiran Abdullah, yang pernah disampaikan dalam konferensi agama-agama di New York, yaitu kesediaan negara-negara Arab, hidup berdampingan Israel, asal Israel mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas, termasuk Yerusalem.
Cox menilai kunjungan Obama itu, sebenarnya tidak pantas dilakukannya, di mana Obama sebagai seorang pemimpin negara Kristen terbesar di dunia, yang menganut sistem demokrasi bertemu dengan seorang pemimpin pemerintahan Islam, Raja Abdullah yang dictator, ucap Cox. Pembela Israel ini, juga mengkritik kunjungan Obama ke Istambul, yang merupakan negara muslim pertama yang dikunjungi Obma.
Dan di dalam pertemuannya sejumlah pejabat dan pemimpin Turki, sangat jelas Obama mengirimkan pesan kepada Israel, bahwa pemimpin baru AS ini, mengadopsi gagasan Arab Saudi, yang pernah dilontarkan sejak tahun 2002, dan menginginkan perdamaian antara Arab Palestina-Israel, dan berpatokan pada pengembalian wilayah Arab yang dicaplok Israel, termasuk Yerusalem Timur, dan diberikan hak kembali bagi warga Palestina yang ingin kembali.
Dan, dalam gambaran Cox itu, tanah-tanah yang sekarang dirampas oleh Israel, yang meliputi Judea, Samaria, Gaza, Golan, dan Yerusalem Timur. Ini akan tidak pernah mungkin, bagi rezim Zionis Israel. Justru, langkah-langkah Israel, secara sistematis, mengosongkan seluruh tanah-tanah Arab, dan mendirikan pemukiman baru warga Israel, yang sudah dikosongkan dari warga Arab Palestina.
Pidato Obama di Cairo, tak pelak menghentkkan kalangan Israel, karena keinginan Obama yang menginginkan kembali dibangun hubungan yang konstruktif dengan dunia Islam. “Kami tidak memusuhi Islam”, ucap Obama, di Cairo. Tentu, peristiwa demi peristiwa politik, yang lahir dari tindakan Obama, yang akhir-akhir ini telah menimbulkan berbagai spekulasi dikalangan para pemimpin Israel.
Dan, lebih mencemaskan Israel,ketika Obama berkunjung ke Eropa, dan setelah kembali ke Washington, Obama dalam sebuah konferensi pres, menyatakan, ‘Apakah perdamaian bukan sesuatu yang realistik saat sekarang ini?’, ucap Obama. Presiden AS itu menginginkan solusi dua negara : Palestina – Israel, sebagai solusi akhir. Tapi, mewujudkan sesuai tidak mudah, karena adanya berbagai kendala. “Gagasan ini tidak mudah, tapi solusi dua negara itu, sebuah keniscayaan. Tidak mungkin mempertahankan kondisi statusqu selama-lamanya”, tegas Obama.
Persoalan isu dua negara inilah yang membuat para pemimpin Israel meradang. Semuanya, partai-partai politik, tidak ada satupun yang menerima solusi dua negara. Maka, pernyataan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, yang terus menghadapi dari AS, yang menginginkan adanya solusi atas konflik Arab-Israel ini, dalam pidato mingguannya, menyatakan, kesediaannya, menerima konsep dua negara : Palestina-Israel, tapi dengan syarat. Syaratnya negara Palestina, tidak boleh memiliki angkatan perang, tidak memiliki hak control wilayah udara, tidak boleh pengungsi Palestina, kembali ke tanah air mereka, Yaruselam tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari Israel.
Jadi, hakekatnya Israel, siapapun yang berkuasa, ingin melanggengkan penjajahan atas rakyat Palestina, dan tidak mau memberikah hak hidup mereka. Ketika, Obama menginginkan perubahan, yang sebenarnya itu merupakan hak dasar rakyat Palestina, maka langsung mendapatkan reaksi yang sangat keras rezim Zionis-Israel, dan mengatakan, Presiden Obama itu, ‘bunglon’. Wallahu ‘alam.